Saya baru saja memperoleh sebuah video pendek menyangkut hukuman mati Ferdy Sambo.

Video itu menuduh KUHP yang baru sebenarnya buru-buru disahkan untuk menyelamatkan Sambo.

Anda mungkin tahu ya bahwa Desember tahun lalu, kita memiliki KUHP baru.

Di dalam KUHP itu memang ada klausul yang menyatakan bahwa hukuman mati di Indonesia tidak akan langsung dieksekusi.

Jadi bila seseorang divonis hukuman mati, dia akan menjalani masa percobaan 10 tahun.

Jika dalam waktu sepuluh tahun terpidana itu berkelakuan baik, hukumannya akan diubah.

Bisa menjadi pidana seumur hidup, atau pidana 20 tahun.

Nah menurut si pembuat video pendek, isi KUHP itu sengaja dibuat begitu untuk menyelamatkan Ferdy.

Ini sih mengarang bebas.

Perancangan KUHP baru itu memakan waktu sangat lama.

Diskusi demi diskusi dilakukan secara intensif.

Jadi sangat berlebihan menganggap bahwa perumusannya dilakukan demi Sambo.

Bagaimana pun, apa yang terjadi saat ini dalam kasus Sambo memang memberi pelajaran tentang mengapa klausul tentang kondisi percobaan yang menyertai hukuman mati perlu ada dalam KUHP.

Sambo kemungkinan besar tidak akan sampai dihukum mati karena adanya KUHP baru ini.

Tapi aturan itu ada dalam KUHP jelas bukan karena Sambo, melainkan karena adanya pertimbangan kemanusiaan.

Coba kita lihat kasus Sambo.

Vonis hukuman mati terhadap Sambo ini sebenarnya mengejutkan.

Jaksa sendiri tidak menuntut hukuman mati.

Jaksa menuntut hanya hukuman seumur hidup.

Hakim berpikiran lain dan memvonis hukuman maksimal.

Dalam vonisnya, hakim menyatakan Sambo perlu dihukum seberat itu karena pembunuhan itu dilakukan secara terencana, melibatkan aparat kepolisian lain, dan melibatkan perusakan sejumlah alat bukti yang menunjukkan kejahatan yang ia lakukan.

Banyak pihak mendukung keputusan hakim itu.

Hakim yang menjatuhkan vonis hukuman mati itu dipuji karena dianggap menaikkan kepercayaan publik kembali kepada dunia peradilan yang belakangan ini diragukan.

Namun seperti sudah dapat diduga, keberatan terhadap vonis berat itu bermunculan.

Isu hukuman mati memang banyak diperdebatkan di dunia.

Sampai saat ini tercatat 110 negara mengambil inisiatif menghapuskan hukuman mati, sementara 50 negara menjalankan moratorium hukuman mati.

Yang masih mengizinkan hukuman mati hanya 37 negara, termasuk Indonesia.

Karena itu tidak mengejutkan kalau pasca dijatuhkannya vonis hukuman mati terhadap Sambo, di Indonesia bermunculan suara kritis terhadapnya.

Kelompok-kelompok yang menolak itu antara lain, Komnas HAM, Amnesty International Indonesia, Indonesia Police Watch (IPW), hingga Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI).

Nadanya berbeda-beda.

Komnas HAM termasuk yang suaranya paling netral.

Menurut Ketua Komnas HAM, Atnike Nova Sigiro, mereka menghormati proses dan putusan hukum yang telah diambil oleh hakim, dan memandang bahwa tidak seorangpun yang berada di atas hukum.

Atnike mengakui kejahatan yang dilakukan Sambo masuk kategori kejahatan serius, terutama karena ia telah menggunakan kewenangan atas jabatan yang dimilikinya dalam kasus tersebut.

Namun dia berharap ke depan tidak ada lagi hukuman pidana mati di Indonesia sebab hak hidup seseorang tak dapat dikurangi.

Sementara Amnesty International Indonesia menilai Sambo memang perlu dihukum berat, tapi mereka menganggap Sambo tetap punya hak untuk hidup.

Usman Hamid, Direktur Eksekutif Amnesty International menganggap hukuman mati sebagai hukuman yang ketinggalan zaman.

Menurutnya, Amnesty sepakat bahwa segala bentuk kejahatan di bawah hukum internasional yang dilakukan aparat negara harus dihukum berat, tapi tidak perlu dengan dijatuhi hukuman mati.

Usman menambahkan, negara lebih baik fokus membenahi keseluruhan sistem agar kejahatan serupa tidak terulang terhadap aparat yang melakukan kekerasan, daripada menjatuhkan hukuman mati.

“Hukuman mati bukan jalan pintas untuk membenahi akuntabilitas kepolisian,” kata Usman.

“Hal yang dapat membenahi kepolisian adalah pembenahan internal serius.”

Sementara itu, Indonesian Police Watch menyatakan meskipun perbuatan Sambo memang kejam, tapi tidak sadis.

Ketua IPW, Sugeng Teguh Santosa menilai hakim memutuskan hukuman mati karena adanya tekanan publik akibat pemberitaan yang massif.

Dari organisasi keagamaan, ada PGI yang menolak hukuman mati tersebut.

PGI menyatakan mereka menghargai putusan keadilan.

Namun PGI menganggap berdasarkan pada nilai-nilai ketuhanan, vonis mati terhadap Sambo itu sudah melampaui kewajaran.

Ketua Umum PGI, Pendeta Gomar Gultom, menganggap hukuman mati adalah sebuah keputusan yang berlebihan mengingat Tuhanlah Pemberi, Pencipta dan Pemelihara Kehidupan.

Karena itu, kata Pendeta Gultom, hanya Tuhan yang memiliki hak mutlak untuk mencabutnya.

Pendeta Gultom juga meragukan pendapat sementara pihak yang menganggap hukuman mati akan memberi efek jera.

Terbukti katanya, kasus narkoba terus meningkat meski negara telah beberapa kali mengeksekusi mati beberapa pelaku tindak pidana narkoba.

Komentar-komentar itu menunjukkan bahwa di kalangan mereka yang selama ini dikenal aktif memperjuangkan isu-isu Hak Asasi Manusia, hukuman mati bukan persoalan yang gampang diterima.

Karena itu tuduhan bahwa pemerintah dengan sengaja berusaha melindungi Sambo adalah khayalan yang mengada-ada.

Publik sendiri perlu tahu bahwa keputusan hukuman mati pada Sambo belum berkekuatan hukum tetap.

Sambo masih bisa mengajukan upaya hukum banding dan kasasi.

Sebagian pihak juga mempertanyakan apakah terhadap Sambo, sudah bisa diberlakukan KUHP baru.

Ini jadi layak dipertanyakan karena KUHP ini baru akan efektif berjalan tiga tahun sesudah KUHP diundangkan, alias tahun 2026.

Jadi apakah vonis mati Sambo yang diputuskan tahun 2023 ini bisa dikenai KUHP baru?

Jawabannya: kemungkinan besar, bisa..

Karena itu kalaupun Mahkamah Agung nantinya tetap menyatakan Sambo harus dihukum mati, nampaknya Sambo akan menjadi kasus pertama seorang terpidana mati yang menjalani hukum percobaan atau masa tunggu selama 10 tahun itu.

Saya ulang penjelasannya ya.

Sambo akan menjalani masa tunggu 10 tahun.

Dia tetap akan dihukum mati bila setelah melewati masa 10 tahun itu, pengadilan tak melihat ada alasan untuk menghapus hukuman mati tersebut.

Tapi bila ternyata Sambo dianggap berkelakuan baik, hukuman matinya akan diringankan menjadi penjara seumur hidup atau penjara 20 tahun.

Jadi saya duga Sambo tidak akan sampai dihukum mati.

Tapi penjelasannya bukan karena Sambo hendak dilindungi, melainkan pertimbangan kemanusiaan yang mudah-mudahan menjadikan di Indonesia tidak ada lagi terpidana yang harus dihukum mati.

Ayo gunakan akal sehat

Karena hanya kalau kita gunakan akal sehat, bangsa ini akan selamat.