Ramai orang-orang menggoreng penampilan Ganjar dalam tayangan azan di televisi. Para haters menyebut itu adalah politik identitas.
Menyerang penampilan Ganjar dalam tayangan azan itu sebenarmya tidak etis. Itu sama saja melarang seseorang melakukan amar makruf, mengajak orang pada kebaikan.
Padahal pemimpin itu harus bisa memberikan contoh mulai dari dirinya sendiri. Kalau dia baik dan saleh, maka kebaikan dan kesalehannya itu adalah teladan bagi orang lain.
Sebenarnya yang dilakukan Ganjar dalam tayangan azan itu bukan politik identitas, tapi dia sedang menunjukkan identitas pribadinya. Ganjar sebagai seorang Muslim yang taat.
Untuk memahami soal politik identitas, Mahfud MD secara jelas membedakan antara politik identitas dan identitas politik. Menurut Menkopolhukam, identitas politik itu sesuatu yang melekat pada pribadi seseorang.
Misalnya seseorang barasal dari PDIP, PAN, Gerindra, itu identitas politiknya. Atau seseorang itu beretnis Jawa, Sunda, Madura. Itu identitas etnisnya. Bisa juga identitas keagamaan seseorang, seperti Islam, Kristen, Hindu.
Politik identitas, memanfaatkan perbedaan identitas tadi untuk memunculkan polarisasi dan permusuhan. Dari sana dia mengambil keuntungan politik.
Misalnya menghasut orang-orang untuk membenci etnis tertentu. Atau melarang seseorang memilih pemimpin dengan identitas berbeda. Contohnya kasus Pilkada Jakarta 2017 lalu, yang dilakukan oleh pendukungnya Anies pada Ahok.
Mereka melarang orang-orang Islam memilih Ahok yang Kristen. Mereka juga mengancam tidak akan menyalatkan jenazah para pemilih Ahok kalau meninggal dunia.
Contoh lain adalah politik identitas yang dilakukan pendukung Prabowo pada Pilpres 2014 dan 2019. Mereka menyebut Jokowi itu PKI, Cina, Kristen. Mereka juga menyebut Jokowi dengan stereotip, seperti plonga-plongo, ndeso, medok, kerempeng, dan seterusnya.
Setereotip itu tujuannya untuk menghasut pemilih dengan pesan, Jokowi itu Jawa udik dan tidak layak jadi presiden. Kemudian Prabowo ditampilkan sebagai sosok yang tegas dan berasal dari kalangan atas.
Pola pikir elitisme itu adalah juga contoh penggunaan politik identitas. Jokowi yang tidak berasal dari kalangan elit dengan tanpilan sederhana itu dimusuhi dan dicemooh.
Sekarang, para pelaku politik identitas itu sedang menyerang Ganjar dengan cara yang sama. Bedanya, mereka menuduh Ganjar sebagai pelaku politik identitas. Padahal yang dilakukan Ganjar adalah menunjukkan identitas dirinya sebagai seorang muslim. Dan itu adalah hak Ganjar.
Itu adalah pesan yang baik untuk muslim lainnya. Berarti Ganjar adalah sosok yang saleh. Bukan seperti Prabowo yang selalu dipertanyakan keislamannya. Karena memang bukan tipe orang yang saleh.
Menjadi pribadi yang saleh dan taat justru adalah sosok pemimpin idaman. Karena jika mereka merasa takut pada Tuhan, niscaya pemimpin seperti itu tidak akan makan uang korupsi. Tidak akan menindas rakyat.
Beda halnya dengan pemimpin yang mentolerir prilaku koruptif. Seperti pernyataan Prabowo yang membolehkan menerima uang suap saat pemilu. Iti contoh yang buruk dari seorang pemimpin.
Ganjar tampil di tayangan azan itu bukti bahwa dia muslim yang baik. Dia mengajak muslim lainnya untuk melakukan hal yang sama.
Sekarang yang jadi pertanyaan itu justru, kapan Prabowo menampilkan hal identitas pribadinya? Jangan sampai pertanyaan lama terulang lagi, Prabowo jumatan di mana?
Kelihatan banget kan, pemimpin dengan identitas keagamaan asli dan yang direkayasa?