Prabowo mungkin capek disebut tak punya program. Sekalinya punya program, bikin banyak orang geleng-geleng kepala. Program yang sekarang gencar dikampanyekan adalah makan gratis.
Program itu, menurut hitung-hitungan membutuhkan dana 400 triliun. Kata Gerindra sih, uang segitu kecil. Karena bukan uangnya Gerindra, tapi uang negara. Uang yang dihasilkan dari pajak rakyat.
Program seperti makan gratis itu mirip jargon PKS. Intinya, rakyat dianggap bodoh dan mudah diiming-imingi. hadiah kecil.
Prabowo mungkin membayangkan Indonesia mirip Korea Utara. Rakyat susah makan. Bahan pangan langka. Bahkan kayu bakar saja sulit didapatkan.
Dalam kondisi kelaparan seperti itu, akan mudah dirayu dengan janji manis. Apalagi seba gratis.
Tapi program bombastis tanpa perencanaan matang seperti itu rawan dikorupsi. Program yang sudah berjalan saja sering disunat oleh oknum menteri.
Apalagi ini program jumbo dengan anggaran 400 triliun. Besar kemungkinan program itu malah dijadikan bancakan oknum. Yang sampai pada rakyat hanya sebagian kecil.
Itu mirip kasus bantuan sosial yang ditilep. Bantuannya sampai, tapi jumlah dan isinya berkurang.
Melihat jargon makan gratis itu, Prabowo tampaknya tidak punya program yang sifatnya substantif. Dia dan timnya sibuk memoles jargon gagah. Soal pelaksanaan itu nomor sekian. Yang penting bisa bikin slogan bombastis dulu.
Namanya juga janji politik. Nanti kalau tidak terlaksana juga tidak menanggung dosa. Mungkin itu yang dipikirkan oleh timnya prabowo.
Soal pemenuhan gizi pada anak dan ibu hamil memang penting. Tapi di era Jokowi sudah ada program penanganan stunting. Dengan pengawasan Jokowi saja, program pemberantasan stunting disunat untuk rapat dan kajian.
Jokowi pernah marah ketika mendapati anggaran sepuluh miliar, yang sampai ke rakyat hanya dua miliar.
Itu di bawah pengawasan Jokowi yang tegas. Bayangkan kalau yang menangani Prabowo. Bisa jadi pesta pora. Entah berapa persen yang benar-benar sampai pada rakyat.
Dugaan itu muncul, menimbang kebiasaan Prabowo yang aneh. Pesawat tempur bekas saja dibeli mahal. Padahal dulu Indonesia ditawari secara gratis saja tidak mau. Entah ada kong kalikong apa antara Prabowo dengan pihak broker.
Maka, kebiasaan aneh itu kemungkinan juga bakal terjadi jika Prabowo yang memimpin. Semua kebijakan berlandaskan asap bos senang. Prabowo tidak punya kebiasaan blusukan. Fisiknya tidak cukup kuat untuk meniru gaya Jokowi.
Program makan gratis itu juga kemungkinan bakal ruwet dan tidak tepat sasaran.
Karena Prabowo terbukti gagal menjalankan program, yang dijalankan oleh lintas kementerian. Food estate yang ditangani kementerian lain dianggap berhasil.
Tapi kebon singkong Prabowo gagal. Karena yang lain kerja sungguh-sungguh. Sementara Prabowo malah sibuk memasukkan kroninya dalam proyek tersebut, dengam dugaan agar dapat cuan, seperti hasil investigasi Tempo itu.
Gambaran kegagalan semacam itu sudah jelas menunjukkan bagaimana pola kepemimpinan Prabowo. Dia terbiasa memerintah bawahan, tidak terbiasa mendengarkan rakyat.
Kemungkinan besar, Prabowo sendiri tidak paham dengan program itu. Tim politik hanya menyediakan naskah pidato.
Jika Prabowo cukup punya nyali untuk dikuliti oleh Najwa Shihab misalnya, akan terbuka kedoknya. Bahwa Prabowo memang tidak paham programnya sendiri.
Yang kasihan tentu rakyat. Uang pajajnya dihambur-hamburkan dalam program gagah bernama makan gratis. Paling-paling yang sampai ke rakyat hanya telur dan mie instan. Sementara beras, daging, susu dan vitamin, cukup diwakili gambar saja.