CAK IMIN NGAWUR

Teman-teman, kita patut bahagia dengan tumbuh kembang demokrasi di Indonesia yang kini berada di rel yang benar. Belakangan sudah hampir gak ada lagi narasi politik yang mengedepankan sentiment identitas, seperti misalnya sentiment agama. Pada Pemilu-pemilu sebelumnya, panggung demokrasi kita disesaki dengan sentiment agama. Si anu paling mewakili Tuhan, rival politik si anu maka musuh Tuhan, dan lain lain.

Pada Pemilu kali ini, kita sudah mulai disuguhkan dengan politik gagasan oleh partai politik dan tokoh-tokohnya, terlepas kita setuju dengan gagasan tersebut apa enggak. Pak Prabowo dari Gerindra, misalnya, menggagas makan siang gratis untuk anak-anak sekolah. Kemudian Cak Imin dari PKB yang menggagas BBM gratis. Ada juga dari PSI, yaitu layanan Kesehatan gratis untuk seluruh rakyat Indonesia.

Saya tertarik untuk bahas gagasan cak Imin. Pertama, gak ada urgensinya BBM untuk digratiskan. Gak ada landasan konstitusionalnya untuk negara ini menggratiskan BBM, yang menurut sebagian orang, bahwa Pemerintah memberikan subsidi BBM aja udah dianggap bakar uang. Terlebih Indonesia sudah menjadi net-importir BBM karena cadangan minyak kita sudah tidak sanggup memenuhi kebutuhan lagi. Negara yang kaya akan minyak bumi sekalipun, teman-teman, gak ada yang menggratiskan BBM.

Kedua, BBM gratis ini gak sesuai dengan komitmen Pemerintah RI untuk mencapai net zero emission pada tahun 2060. Begini, kendaraan pribadi adalah polutan paling besar di DKI Jakarta, provinsi kota yang beberapa kali menempati posisi puncak sebagai kota dengan kualitas udara paling buruk di dunia.

Dikutip dari kantor berita bisnis.com, Guru Besar Ilmu Lingkungan Hidup Universitas Diponegoro, Prof. Sudharto, sektor transportasi masih tercatat menempati urutan tertinggi penyumbang polutan di Jakarta. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengungkapkan sumber polusi udara di Ibu Kota Jakarta dan sekitarnya berasal dari kendaraan dengan kontribusi 44%.

Bukannya membuat kebijakan untuk mendorong masyarakat menggunakan transportasi umum, menggratiskan BBM ini malah kontra-produktif, malah bisa mendorong orang Indonesia untuk menggunakan kendaraan pribadi. Dan ini jelas ancaman banget buat lingkungan. Seorang aktivis lingkungan hidup senior, mentor saya, Agus Sari, mengatakan bahwa justru idealnya apapun yang merusak lingkungan gak boleh disubsidi, justru seharusnya dikenakan cukai akibat kerusakan yang ditimbulkan, seperti misalnya rokok dan alkohol.

Poin kedua saya adalah terkait ruang fiskal. Misalnya yang digratiskan BBM nya cuma Pertalite nih ya. Menurut laman resmi Kementrian ESDM, penggunaan Pertalite pada tahun 2021 aja 23 juta kl. Misalnya Petralite digratiskan, 23 juta kilo liter atau 23 miliar liter dengan harga Pertalite hari ini, yaitu 10 ribu per liter, maka negara harus menambah lagi subsidi sebesar 230 triliun Rupiah, di luar subsidi dan kompensasi BBM yang hari ini sudah digelontorin APBN. Pada tahun 2023 yang masih berjalan ini aja APBN udah ngegelontorin 338 triliun Rupiah untuk subsidi BBM.

Jadi selain urgensinya gak jelas, manfaat jangka pendek dan jangka panjangnya gak ada, pijakan konstitusionalnya gak jelas, dampaknya malah merusak lingkungan, uangnya dari mana, cak Imin? Jangan-jangan gegara gabung sama pak Anies yang sering ngawur, cak Imin jadi ikut ngawur juga nih.

Sementara, layanan Kesehatan gratis atau BPJS gratis yang diusung oleh PSI justru sebaliknya. UU No 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dilandaskan pada UUD 1945 pasal 28(H) ayat 3 dan pasal 34 ayat 2 yang berarti perwujudan semangat keadilan sosial di bidang Kesehatan yaitu pemenuhan hak mendapatkan layanan Kesehatan untuk seluruh rakyat Indonesia tanpa terkecuali. Kalau konstitusi sudah mengatakan bahwa layanan Kesehatan adalah hak, maka untuk rakyat mengakses haknya tersebut, tidak boleh ada syarat transaksi yang dalam hal ini adalah iuran.

Apalagi sistem kepesertaan berbasis iuran ini di lapangan melahirkan dikotomi pasien, yaitu pasien BPJS dan pasien non-BPJS. Adanya pemisahan layanan dua kelompok ini ketika mengakses layanan kesehatan pada FKTP (seperti Puskesmas) dan FKRTL (seperti RS Swasta), kerap juga melahirkan diskriminasi di lapangan, seperti antrean dan kualitas layanan. Litbang Kompas lho yang bilang bahwa separuh orang Indonesia mengeluhkan diskriminasi layanan di fasilitas Kesehatan.

Teman-teman, kalau sistem kepesertaan BPJS berbasis iuran dihapus, maka dan yang harus disiapkan adalah dana untuk tutupi biaya klaim. Biaya klaim ini setiap tahun berubah-ubah. Simulasi aja ya, pada 2022, biaya klaim BPJS adalah 113 triliun Rupiah secara keseluruhan. Pada tahun yang sama, Pemerintah RI mengeluarkan biaya 62 triliun Rupiah untuk BPJS PBI (Kartu Indonesia Sehat).

Praktis, dibutuhkan pembiayaan sekitar 51 triliun Rupiah lagi untuk menutupi sisanya plus uang operasional BPJS, yaitu sekitar 1,5 triliun. Lima puluh satu triliun Rupiah dapat dianggarkan dari pengalokasian khusus PPN/PPNBM sebanyak 1 dari 11% yang biasa kita bayar setiap kita transaksi. Penerimaan negara melalui PPN/PPNBM pada 2022 itu sebesar 687 triliun Rupiah. Kalau kita ambil 1 dari 11% nya aja, kita udah dapet 62 triliun lebih dan itu udah lebih dari cukup untuk membiayai BPJS gratis.

Terus apalagi keuntungannya kalau sistem kepesertaan BPJS berbasis iurann kita ganti dengan sistem kepesertaan BPJS berbasis kewarganegaraan?
Pertama, layanan BPJS tidak lagi bersifat terlokalisir, tapi nasional.
Kedua, seluruh WNI dapat mengakses layanan Kesehatan tanpa terkendala masalah administratif.
Ketiga, BPJS yang saat ini mengurus mulai dari kepesertaan hingga layanan, apabila sistem kepesertaan ini dihapus, dapat memfokuskan seluruh sumberdaya nya untuk meningkatkan layanan.

Akir kata, mengutip seorang mantan Gubernur Illinois AS yang cukup kontroversial, Rod Blagojevich, “Health care is not a privilege. It’s a right. It’s a right as fundamental as civil rights. It’s a right as fundamental as giving every child a chance to get a public education”.

“Pelayanan kesehatan bukanlah suatu keistimewaan. Itu sebuah hak. Ia adalah hak yang sama mendasarnya dengan hak sipil. Ia adalah hak yang sama mendasarnya dengan memberikan kesempatan kepada setiap anak untuk mendapatkan Pendidikan”.

Komentar