Jokowi akhirnya buka suara. Dia geram namamya sering dicatut banyak orang. Termasuk koalisi partai yang mendukung pencapresan Prabowo. Koalisi itu terjadi atas kepentingan masing-masing partai, tapi mereka mencatut nama Jokowi.
Seolah-olah Jokowi berdiri di belakang dan memberikan perintah pada mereka. Padahal faktanya tidak demikian. Elit parpol itu sibuk mencatut nama Jokowi untuk melegitimasi sikap mereka. Untuk mengelabui masyarakat, seolah-olah mereka adalah orangnya Jokowi.
Partai-partai oportunis itu tidak pernah jadi orangnya Jokowi. Mereka merapat karena ingin menikmati kue kekuasaan.
Yang terakhir, adik Prabowo, Hashim juga membuat hoax perihal koalisi mereka terjadi atas izin Pak Lurah.
Istilah Pak Lurah adalah kode untuk menyebut Jokowi. Cara ini mirip dengan istilah mengecilkan nominal mata uang jutaan dengan ribuan. Istilah Pak Lurah untuk menyebut presiden, carik atau sekdes untuk menyebut Mensesneg.
Mungkin maksud Hashim, ingin jualan nama Jokowi seperti yang biasa dilakukan Prabowo. Tapi lama-lama Jokowi risih juga.
Jokowi juga berseloroh soal gambar dirinya ada di mana-mana dengan seorang capres. Ini kalau yang diajak ngomong orang Jawa pasti paham, Jokowi sedang menyentil dengan bahasa guyon.
Tapi sejatinya Jokowi serius dan keberatan dengan tindakan itu. Karena sejak dulu pun, Jokowi itu malu jika fotonya ada di banyak baliho. Jokowi lebih memilih turun langsung ke rakyat. Bukan memameri mereka dengan gambar dirinya.
Karena dengan datang ke rakyat itu, Jokowi ingin mendengar keluh-kesah mereka dan memberikan solusi. Itulah makna blusukan yang dipelopori oleh Jokowi.
Tapi Prabowo dan adiknya tidak paham bahasa Jokowi yang dianggap sebagai guyon untuk mencairkan suasana. Karena Prabowo dan Adiknya tidak dibesarkan dalam kultur Jawa.
Belakangan ulah Hashim itu dilaporkan Aliansi Mahasiswa Sultra Pendukung Jokowi ke polisi. Adik kandung Prabowo itu dilaporkan karena dianggap telah melakukan pembohongan publik dan mencemari nama baik Presiden Jokowi.
Laporan semacam itu wajar dilakukan. Karena dampak dari hoax yang dibuat Hashim itu membuat nama presiden tercemar. Presiden tidak boleh turut campur urusan partai. Sebab jika presiden berbuat itu, tandanya demokrasi tidak jalan. Trias politica macet. Karena kekuasaan berpusat di eksekutif.
Legislatif adalah penyeimbang eksekutif, menjadi pengawas dan pengingat. Kalau eksekutif berjalan di luar jalur, maka legislatif yang harus meluruskan.
Makanya narasi Hashim itu sangat berbahaya dan berpotensi menyebarkan hoax dan fitnah. Karena faktanya Jokowi tekah membantahnya. Tidak mungkin Jokowi bohong. Karena Jokowi bukan pribadi yang suka bohong.
Tapi apapun fakta sebenarnya, itu akan terlihat dalam persidangan. Aparat hukum harus punya nyali untuk memproses Hashim. Jangan takut hanya karena dia adiknya Menhan.
Pelajaran seperti itu penting, agar nanti tidak ada lagi politisi yang sibuk mencatut nama Jokowi.
Kelakuan Prabowo dan timnya memang memalukan. Mereka sibuk mencatut nama Jokowi, sampai-sampai yang punya nama gerah. Mestinya kalau Prabowo punya malu, berhentilah menjilat pada Jokowi. Tunjukkan prestasi dan visi yang ingin diwujudkan di Indonesia.
Tapi, itu juga tidak mungkin. Prabowo tidak pernah punya prestasi dalam pemerintahan. Sebagai Menhan, Prabowo membuat banyak masalah. Mulai food estate, sibuk impor alusista, lupa membangun kemandirian bangsa.
Jokowi sudah berulangkali menyinggung itu, tapi tidak dieksekusi dengan baik. Indonesia menjadi negara yang bergantung pada impor alat-alat pertahanan.
Itu baru kinerja sesuai arahan presiden saja gagal dilakukan. Belum lagi kalau mengurusi rakyat. Prabowo tidak punya pengalaman soal itu. Makanya dalam pidatonya dia tidak ingin memimpin rakyat, tapi ingin berkuasa atas rakyat.