PENIPUAN ASURANSI, SINAR MAS DAN MANDULNYA OJK

Saya sangat khawatir dengan kondisi industri jasa asuransi Indonesia.

Pekan lalu saya baru saja ke Manado, dan di kota itu saya mendapat cerita tentang 13 orang korban penipuan atau fraud investasi asuransi.

Mereka kehilangan Rp 133 miliar rupiah.

Tapi yang menakutkan juga, penipuan itu menyangkut perusahaan asuransi besar, yakni Sinar Mas MSIG Life.

Sebagaimana namanya ini adalah bagian dari perusahaan raksasa Sinar Mas, walaupun 80% dari saham perusahaan asuransinya dikuasai perusahaan raksasa Jepang, Mitsui Sumitomo.

Lebih menakutkannya lagi, praktek penipuan ini seperti diabaikan begitu saja oleh Otoritas Jasa Keuangan, yang salah satu fungsi utamanya adalah mengawasi industri keuangan dan melindungi kepentingan konsumen.

Apa yang saya sampaikan di bawah ini adalah berdasarkan apa yang dikatakan salah seorang nasabah yang menjadi korban.

Saya percaya apa yang dia katakan, dan saya rasa ini perlu disampaikan kepada umum.

Demi kepentingan rakyat dan kepentingan pembangunan ekonomi nasional, bentuk penipuan semacam ini sama sekali tak boleh dibiarkan.

Saya langsung saja pada pokok cerita.

Ke 13 korban yang bercerita pada saya ini mulai menjadi nasabah asuransi Sinar Mas Power Save sejak 2012.

Sebagian dari mereka sudah berusia lanjut dan berharap menikmati ketenteraman hari tua dengan menggunakan dana asuransi tersebut.

Mereka menginvestasikan dana sebesar itu karena percaya pada nama besar Sinar Mas dan Mitsui Sumitomo.

Maklumlah Sinar Mas MSIG Life mengklaim memiliki 65 kantor pelayanan dan pemasaran dengan dukungan lebih dari 800 karyawan dan 8.200 tenaga pemasar, untuk melayani 1,2 juta nasabah individu.

Para korban membeli jasa asuransi tersebut melalui agen pemasaran Sinar Mas di Manado, Swita Glorite Supit.

Swita G Supit, juga mendapatkan begitu banyak penghargaan atas prestasinya sebagai Relationship Director.

Dia bahkan dinobatkan sebagai RD terbaik seIndonesia.

Sinar Mas juga menggunakan Hotman Paris Hutapea sebagai brand ambasador untuk mempromosikan perusahaan asuransi tersebut.

Di dalam video promosi, Hotman menjanjikan bahwa investasi di Sinar Mas sangat terjamin.

Dengan kata lain, image Sinar Mas di mata para nasabah bersinar sangat terang.

Tapi segenap bayangan indah itu sirna sejak 2020.

Pada tahun itu, semua polis 13 korban itu jatuh tempo.

Namun ternyata polis itu tak dapat dicairkan.

Ketika mereka mendatangi dan melakukan pengaduan ke Sinar Mas, jawaban yang diperoleh sangat mengejutkan.

Ternyata Sinar Mas menjawab, polis 13 korban tersebut tidak terdaftar di sistem informasi Sinar Mas.

Uang premi yang disetorkan itu dikirimkan ke rekening yang bukan milik konsumen.

Para korban mempertanyakan tanggung jawab perlindungan premi atau investasi asuransi mereka.

Itu tidak dijawab Sinar Mas.

Mereka menuduh bahwa itu semua adalah murni kesalahan Swita walaupun Swita sebenarnya adalah agen resmi Sinar Mas.

Jawaban Sinar Mas itu sebenarnya mengada-ada.

Dalam Pasal 28 ayat 7 UU no 40 tahun 2014, dikatakan bahwa Perusahaan Asuransi wajib bertanggung jawab atas pembayaran klaim yang timbul apabila Agen Asuransi telah menerima Premi atau Kontribusi, tetapi belum menyerahkannya kepada Perusahaan Asuransi tersebut.

Begitu juga ada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan pada 2023, yang dalam Pasal 29nya menyatakan, ”Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib bertanggung jawab atas kerugian Konsumen yang timbul akibat kesalahan dan/atau kelalaian, pengurus, pegawai Pelaku Usaha Jasa Keuangan dan/atau pihak ketiga yang bekerja untuk kepentingan Pelaku Usaha Jasa Keuangan.”

Jadi, kalau kita ikuti UU dan Peraturan itu, jelas Sinar Mas wajib bertanggung jawab atas apa yang dilakukan Swita.

Sinar Mas memang langsung melaporkan Swita ke polda Sulut.

Swita sekarang sudah mendekam di penjara karena divonis 4 tahun 6 bulan atas pemalsuan hukum.

Tapi Sinar Mas menolak mengembalikan hak para korban yang mencapai Rp 113 miliar.

Pada September 2020, para korban mengadu ke OJK Indonesia.

Sampai sekarang, hampir 3 tahun kemudian, kasus itu masih dalam proses penyelidikan oleh Direktorat Pelayanan Konsumen OJK.

Pimpinan Sinar Mas Manado, Mario Vitores, juga telah dinonaktifkan karena dianggap terlibat dalam fraud ini.

Tapi, Sinar Mas seperti lepas tangan.

Karena merasa diabaikan, para korban pun melaporkan Sinar Mas ke Polda Sulawesi Utara pada 3 November dan 25 November 2020.

Laporan tersebut sekarang sudah berada pada tahap penyidikan sejak Oktober 2021.

Sinar Mas dikenakan dugaan tindak pidana asuransi dan dugaan tindak pidana pencucian uang.

Pada 22 Desember 2022 telah dilaksanakan Gelar Perkara Khusus di Bareskrim.

Namun hingga saat ini, penyidik belum menetapkan satu pun tersangka.

Hingga saat ini juga belum dilakukan pemblokiran rekening-rekening milik Swita G Supit yang digunakan untuk melakukan dugaan tindak pidana pencucian uang tersebut.

Para korban juga bercerita bahwa dalam penelusuran mereka, sejak 2013 sebenarnya telah terjadi berulangkali penipuan asuransi di berbagai kota seperti Batam, Semarang, Purbalingga, Malang, Bima yang dilakukan oleh Agen dari Sinar Mas.

Dan di semua kasus itu, Sinar Mas kabarnya selalu melempar semua tanggung jawab pada agen.

Sinar Mas sendiri tidak pernah meningkatkan fungsi pengawasan agar hal yang sama tidak terulang kembali.

Ada pertanyaan besar mengapa perusahaan Sinar Mas membiarkan hal semacam ini terjadi.

Apakah direksi Sinar Mas mendapat keuntungan dari penipuan ini?

Atau memang lalai saja, yang menunjukkan buruknya pertangungjawaban perusahaan.

Apakah bisa perusahaan lepas tangan dan menyatakan apa yang terjadi adalah sekadar permainan segelintir oknum dan tak bertanggungjawab atas uang di atas 100 miliar rupiah yang sudah dibayarkan nasabah.

Menurut nasabah, Sinar Mas memang sudah mengundang para korban untuk bertemu dua kali.

Tapi Sinar Mas mengajukan tawaran yang sangat menghina akal sehat.

Mereka menawarkan jumlah penyelesaian yang hanya sekitar Rp 9,6 Miliar rupiah.

Ini kan tidak masuk akal.

Total kerugian nasabah mencapai lebih dari seratus miliar rupiah, dan Sinar Mas hanya bersedia membayar Rp 9,6 miliar.

Lebih absurd lagi, dari 13 orang korban, hanya tujuh orang yang akan menerima pembayaran.

Enam orang tidak.

Lebih jauh lagi, agar ke 7 orang itu bisa menerima pembayaran itu , ke 6 orang yang tidak menerima apa-apa harus ikut menandatangani persetujuan penyelesaian sengketa.

Kalau cerita ini sepenuhnya benar, ini sungguh menakutkan.

Hukum seolah dapat begitu saja dilanggar, sementara korban tidak dapat melakukan apa-apa.

Para korban mengaku bahwa OJK pun tak menunjukkan tanda-tanda akan menegakkan peraturan, menjalankan fungsinya dan membela korban.

Ini memprihatinkan karena OJK adalah lembaga independen yang memiliki tugas dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan dan penyidikan.

OJK dibentuk sebagai lembaga pengawas industri jasa keuangan dan melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.

Tapi dalam kasus Manado ini, OJK abai dengan kewajibannya.

OJK hanya memberikan janji-janji indah tanpa bukti.

Pada September 2022, mereka mengatakan tinggal memeriksa aliran dana.

Tapi sampai bulan Juni 2023 ini, tak ada perkembangan terdengar.

Korban bahkan sudah dua kali menyurati Mitsui Sumitomo Jepang untuk menceritakan kasus penipuan ini dan meminta pertanggungjawaban mereka sebagai pemilik Asuransi Sinar Mas, tapi tidak ditanggapi.

Seperti saya katakan, apa yang terjadi di Manado ini sungguh menakutkan.

Sinar Mas sama sekali tak berhak untuk membiarkan korban menderita.

Mereka harus bertanggungjawab.

Begitu juga OJK.

Mereka sudah dibayar mahal, dan karena itu mereka harus sungguh-sungguh menjalankan kewajibannya.

Komentar