Assalamualaikum waarahmatullahi wa barakatuh
Salam sejahtera untuk kita semua
Om swastiastu namo budhaya
Salam kebajikan
Teman-teman, Indikator Politik Indonesia, salah satu perusahaan penelitian yang cukup prominen di negeri ini, baru saja mengeluarkan hasil survei mereka yang dilaksanakan 1 – 6 Desember 2022 lalu.
Diumumkan kemarin pada 4 Januari 2023, hasil survei yang berjudul “Kinerja Presiden, Elektabilitas Calon Presiden dan Partai Menjelang 2024” ini memiliki temuan-temuan menarik.
Sekadar info saja kepada teman-teman, saya memiliki latar belakang demografi yang cukup kental dengan unsur kuantitatif, jadi tentu saja setiap lihat hasil survei, saya lakukan pengecekan terhadap kredibilitas hasil penelitian, misalnya berapa jumlah sampel, metodologi sampling yang dipakai, lalu validasi sample, dan lain-lain.
Menurut saya, Indikator Politik Indonesia adalah salah satu “pen-survei” yang kredibel yang ada di negeri ini, bersama, misalnya, SMRC dan Populi Center.
Kembali kepada temuan survei yang berjudul “Kinerja Presiden, Elektabilitas Calon Presiden dan Partai Menjelang 2024”, yuk, kita lihat beberapa temuan menariknya.
Pertama, Publik semakin puas kinerja Jokowi. Teman-teman, tingkat kepuasan publik atau approval rate terhadap Presiden RI pada akhir tahun ini tercatat tinggi, yaitu 71.3%. Setidaknya 7 dari 10 orang Indonesia menyatakan puas atau sangat puas ketika ditanya tentang kepuasan mereka terhadap kinerja Presiden Jokowi.
Menariknya, kalau kita bagi lagi secara demografis, kepuasan terhadap kinerja presiden Jokowi ada di hampir setiap kelompok demografi dan wilayah, kecuali kelompok etnis Minang. Kenapa ini? Saya juga secara etnis Minang, tapi saya puas dengan kinerja Pak Jokowi.
Bayangin aja, kita berhasil melewati himpitan antara menekan jumlah penularan COVID dengan membatasi pergerakan atau mobilitas masyarakat serta kerumunan, dan menjaga kondusifitas ekonomi.
Selama Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat atau PPKM sedang berlangsung, Indonesia tetap berhasil menjaga baik-baik pertumbuhan ekonomi, menekan angka kemiskinan juga tingkat pengangguran terbuka.
BPS mencatat, angka kemiskinan berhasil ditekan dari 10,19% pada September 2021 menjadi 9,54% pada Maret 2022. Angka ini sudah mendekati level sebelum Covid, yaitu 9,22% pada September 2019.(Insert)
Pengangguran juga demikian, dari 7,07% atau 9,77 juta orang pengangguran pada Agustus 2020 menjadi 5,86% atau 8,42 juta orang pengangguran pada Agustus 2022.
Kembali kepada sebaran dan karakteristik mereka yang puas terhadap kinerja pak Jokowi, kepuasan lebih tinggi juga terdapat pada kelompok laki-laki, etnis Jawa dan etnis lainnya, pendidikan dan pendapatan yang cenderung tinggi, kalangan pelajar, pegawai dan wiraswasta, orang-orang perkotaan, terutama wilayah DKI, Jateng DIY, Jatim dan Indonesia bagian timur.
Kedua, Ganjar kokoh dan semakin kokoh. Bakal calon Presiden pak Ganjar Pranowo lagi dan lagi menduduki peringkat teratas ketika kita bicara keterpilihan atau elektabilitas.
Dalam skema pilihan semi terbuka simulasi 34 nama, Ganjar menduduki peringkat teratas dengan 29,5%. Dengan skema pilihan semi terbuka simulasi 19 nama, Ganjar juga menduduki peringkat teratas dengan 30,7%. Dengan skema pilihan semi terbuka simulasi 10 nama, Ganjar lagi-lagi menduduki peringkat teratas dengan 31,5%.
Sebetulnya berbagai skema simulasi semi-terbuka hingga mengerucut ke 7 nama menunjukkan pola yang sama: Pertama, semakin sedikit nama, semakin tinggi elektabilitas Ganjar. Wajarlah, karena suaranya semakin tidak terbagi ke nama yang lain. Nah, yang kedua ini yang penting. Berapapun nama yang disimulasikan dalam skema, tetap tiga teratas selalu dihuni oleh: Ganjar Pranowo, Anies Baswedan dan Prabowo Subianto.
Ketika yang disimulasikan hanya tiga nama, maka pak Ganjar Pranowo semakin digdaya, yakni 35,8%, disusul oleh pak Anies dengan 28,3% dan pak Prabowo dengan 26,7%.
Semakin menarik, karena kalau kita lihat trennya, elektabilitas pak Ganjar ini alami peningkatan dalam setahun terakhir dari 31,6% pada Desember 2021 jadi 35,8% pada Desember 2022. Demikian juga elektabilitas pak Anies, dari 24,4% pada Desember 2021 menjadi 28,3 pada Desember 2022. Sementara elektabilitas pak Prabowo semakin turun di periode yang sama, dari 36,6% menjadi 26,7%. Pak Ganjar naik, pak Anies naik, sementara pak Prabowo turun.
Saya menduga ada dua yang jadi penyebabnya: Pertama, (seperti yang akan dibahas di poin berikut), elektabilitas pak Ganjar berkorelasi positif dengan tingkat kepuasan publik terhadap pak Jokowi. Kombinasi tingginya kepuasan publik terhadap pak Jokowi, dan bahwa pak Ganjar identik dengan calon pemimpin nasional yang memiliki satu visi dengan pak Jokowi, menjadikan elektabilitas pak Ganjar naik.
Sementara, pak Anies menggerogoti elektabilitas pak Prabowo. Mereka yang dulu memilih pak Prabowo kini mulai memilih pak Anies. Hmmm, alarm nih buat pak Prabowo.
Ketiga, elektabilitas Ganjar berkorelasi positif terhadap kepuasan kinerja Jokowi. Direktur Eksekutif Indikator, Burhanuddin Muhtadi, Ph.D mengatakan elektabilitas Ganjar Pranowo berkorelasi dengan tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja Presiden Jokowi.
Saat publik tidak puas dengan Jokowi, kata dia, elektabilitas Ganjar juga menurun dan demikian juga sebaliknya. Elektabilitas Ganjar Pranowo dengan kepuasan terhadap kinerja Jokowi disebut memiliki angka korelasi yang cukup tinggi, yaitu 0,374.
Jadi, ketika kepuasan publik terhadap kinerja Presiden Jokowi turun, elektabilitas pak Ganjar ikut turun. Misalnya, pada periode September ke November 2022, kepuasan publik terhadap Jokowi menurun dari 70,5 persen menjadi 66,2 persen dan ini membuat elektabilitas Ganjar juga turun dari 35,1 persen ke angka 33,9 persen.
Itulah kenapa Pendukung Anies beramai-ramai melakukan dua hal terkait ini: pertama, mereka secara massif dan terstruktur terus-terusan menyerang Jokowi. Gak tanggung-tanggung, fitnah recehan aja bisa diseriusin sama kelompok mereka, seperti isu ujazah palsu. Mereka tahu, dengan tingginya approval rate kepada Presiden Jokowi, Anies yang sudah kadung diframe oleh gengnya sendiri sebagai antitesa dari Presiden Jokowi pada akhirnya terpaksa menjatuhkan Presiden Jokowi juga. Sementara Ganjar identik dengan keberlanjutan dari kerja-kerja baik Presiden Jokowi.
Kedua, pengamat-pengamat yang saya duga pendukung Anies juga terus-terusan membangun opini agar Jokowi tak berikan blessing kepada bakal calon manapun. Misalnya, seorang pengamat yang sebetulnya saya juga kenal, mas Hendri Satrio yang saya duga, sekali lagi saya duga adalah pendukung terselubung Anies Baswedan terus-terusan bernarasi agar pak Jokowi tak menunjukkan endorsement-nya kepada siapapun.
Saya pikir mas Hendri berlebihan. Yang gak boleh itu menggunakan aparat dan otoritasnya untuk memenangkan salah satu kandidat. Ini kan cuma sekadar endorsement. Memang pak Jokowi dicintai raakyatnya, maka wajar rakyat ingin tahu siapa yang didukung pak Jokowi. Kalau misalnya pak Jokowi endorse pak Anies, saya yakin mas Hendri akan puja-puji endrorsement itu.
Akhir kata, hasil survei adalah produk sains, maka harus disikapi secara saintifik juga. Mengkritik ataupun mendukung produk survei jangan karena hasilnya sesuai atau gak sesuai dengan subyektifitas politik kita. Mengkritik atau mendukung produk survei, memang seharusnya dengan pendekatan saintifik pula. Lihat metodologinya, tepat atau tidak. Kalau memang Ganjar unggul dan semakin unggul menurut berbagai survei kredibel, mau dikata apa?
Wassalamualaikum warahmatullahi wa barakatuh