Anda tentu tahu BPJS Kesehatan.
Anda mungkin sekali adalah pembayar iuran atau bahkan sudah pernah memperoleh manfaat dari BPJS Kesehatan.
Bagi saya, BPJS adalah salah satu kebijakan yang menunjukkan solidaritas kita sebagai bangsa.
Kita sebagai rakyat sama-sama urunan setiap bulan, dan uang yang terkumpul digunakan untuk membiayai pelayanan kesehatan mereka yang membutuhkan.
Ini adalah kebijakan yang top banget BGT.
Saya berulangkali mendapat cerita dari mereka yang tertolong BPJS.
Salah seorang kerabat saya misalnya terkena kanker.
Proses pengobatannya memakan waktu lama.
Kalau dia harus bayar sendiri, mungkin dia harus mengeluarkan dana di atas Rp 100 juta-an lah.
Namun berkat bantuan BPJS, dia praktis tidak mengeluarkan dana berarti.
Saya yakin ada banyak sekali warga yang memiliki pengalaman serupa.
Jadi BPJS Kesehatan bisa diharapkan untuk memenuhi amanah UU dasar 45 bahwa setiap warga negara berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
Namun ada satu persoalan.
Selama ini semua warga harus bayar iuran BPJS.
Sekarang ada sebuah usulan terobosan baru, yakni BPJS gratis.
Saya pertama kali mendengarnya di sebuah talkshow media.
Yang mengajukan adalah Dede Uki Prayudi, salah seorang juru bicara Partai Solidaritas Indonesia (PSI).
Dalam talkshow itu, Dede menyatakan PSI ingin menggolkan usulan kebijakan BPJS gratis.
Kalau mungkin di level undang-undang.
Saya kemudian mengundang seorang pengamat dan aktivis jaminan sosial, Indra Budi Sumantoro.
Saya mewawancarainya di acara Seruput Kopi Cokro TV.
Menurutnya, ide PSI ini sangat mungkin dijalankan.
Di dunia sudah ada empat negara yang menerapkannya: Inggris, Swedia, Malaysia, dan Brazil.
Jadi kalau sekarang hendak diterapkan di Indonesia, itu sangat mungkin dilakukan.
Sekarang saya menyampaikannya kembali kepada Anda, dengan harapan Anda pun tertarik mendukungnya.
Saya mulai dengan skema BPJS yang berlaku sekarang.
Warga di Indonesia membayar iuran BPJS setiap bulan.
Tapi khusus untuk kalangan miskin dan tidak mampu, iurannya ditanggung pemerintah.
Jumlah iuran paling rendah di BPJS adalah Rp 42 ribu.
Bagi yang tidak mampu itu mereka harus mendaftar sebagai PENERIMA BANTUAN IURAN (PBI).
Kalau Anda masuk dalam kategori PBI, Anda tidak perlu bayar apa-apa.
Kemudian ada pekerja formal yang disebut sebagai pekerja penerima upah (PPU).
Ini adalah mereka yang bekerja dan menerima gaji rutin sebagai ASN, TNI, POLRI ataupun pekerja swasta.
Besaran iurannya adalah 5% dari upah, dengan rincian 4% dibayarkan oleh pemberi kerja dan 1% oleh pekerja.
Terakhir adalah mereka yang bekerja di sektor informal yang tidak punya penghasilan resmi yang tetap.
Termasuk di dalamnya: pedagang kaki lima, buruh harian, free lancer, pengemudi angkutan umum, pengrajin, bahkan content creator, dan sebagainya.
Untuk jenis kepesertaan ini, ada tiga nilai iuran sesuai dengan yang dikehendaki.
Kelas 1 sebesar Rp 150.000 per orang per bulan.
Kelas 2 sebesar Rp 100.000 per org per bulan.
Dan kelas 3 sebesar Rp 42.000 per org per bulan.
Semua warga harus membayar iuran BPJS ini, terlepas dari akan digunakan atau tidak.
Cukup sederhana dan masuk di akal kan?
Selama semua berjalan normal, memang nampaknya tidak ada masalah.
Masalahnya kondisi ekonomi masyarakat itu kan nggak stabil.
Kita ambil contoh pandemi atau misalnya kemungkinan resesi tahun depan, walau yang terakhir ini mudah-mudahan ga terjadi ya.
Hal-hal semacam itu bisa tiba-tiba saja mempengaruhi secara serius kesejahteraan individu ataupun perusahaan.
Seorang pekerja informal misalnya bisa saja tiba-tiba kehilangan order.
Akibatnya bila sebelumnya dia bisa rajin membayar iuran BPJS, tapi begitu krisis ekonomi terjadi dia harus terpaksa menghemat, dan salah satu penghematan yang dia lakukan adalah dengan tidak membayar iuran BPJSnya.
Begitu juga dengan perusahaan yang menanggung iuran BPJS para pekerjanya.
Gara-gara krisis, bisa saja salah satu penghematan yang dilakukan adalah dengan menunggak kewajiban iuran BPJS para karyawan.
Masalahnya begitu terjadi tunggakan, dan bisa berarti tunggakan ini berbulan-bulan, orang tersebut tidak bisa memperoleh layanan kesehatan dengan BPJS.
Keanggotaannya baru bisa dihidupkan lagi kalau dia sudah membayar tunggakan.
Demikian juga dengan PBI tadi.
Taroklah ada seseorang yang semula berpenghasilan lumayan sebagai pekerja informal dan rajin membayar iuran BPJSnya.
Begitu ekonominya drop, dia sebenarnya berhak menjadi Penerima Bantuan Iuran alias PBI itu.
Tapi kalau dia punya tunggakan, dia harus membayar dulu tunggakannya, baru bisa menjadi Penerima Bantuan Iuran.
Jadi iuran BPJS ini, walau terasa relative rendah, tidaklah sederhana.
Begitu juga dengan pekerja informal tadi.
Kalau dia punya istri dan dua anak yang tidak bekerja, pengeluaran dia untuk iuran BPJS tidak bisa dibilang rendah.
Misalnya saja yang terendah kan Rp 42 ribu.
Si kepala keluarga itu harus mengalokasikan hampir Rp 170 ribu per bulan untuk iuran BPJS setiap bulan untuk istri dan dua anaknya.
Kalau dia hanya berpenghasilan Rp 2 juta per bulan, pengeluaran Rp 170 ribu itu tidak bisa dianggap receh.
Apalagi kalau kemudian dia menunggak.
Karena kondisi itu, gagasan BPJS gratis ini luar biasa.
Dan menurut PSI, itu sangat mungkin dilakukan dengan skema alternatif pembiayaan BPJS, yakni dengan cara tax financed.
Pola yang sekarang berlaku adalah dengan skema contributory, alias iuran.
Yang diusulkan PSI, pembiayaan datang dari tambahan pajak yang dikenakan pada semua warga saat berbelanja.
Misalnya saja Pajak Pertambahan Nilai atau PPN dan Pajak Pertambahan Nilai Barang Mewah (PPNBM).
Selama ini kan setiap kali kita belanja atau makan di restoran, kan di struck pembayaran kita bisa baca PPNnya kan.
Misalnya saja PPNnya 10%.
Dalam skema baru ini, PPN dinaikkan saja menjadi 11% dan satu persen itulah yang langsung disalurkan untuk membiayai jaminan kesehatan.
PSI bahkan punya hitung-hitungan tentang kelayakan skema itu.
Dalam hitung-hitungan mereka, menurut BPS, rata-rata pengeluaran untuk kesehatan masyarakat Indonesia selama satu bulan adalah Rp 34 ribu.
Artinya, dalam setahun, seluruh warga mengeluarkan uang senilai Rp 110 triliun untuk biaya kesehatan.
Jadi kalau BPJS digratiskan, negara harus punya Rp 100 Triliun rupiah untuk mengkompensasinya.
Direktorat Pajak Kementerian Keuangan RI pernah membuat simulasi tentang berapa tambahan dana yang bisa diperoleh negara kalau PPN dinaikkan 1% saja, dengan menggunakan data perbandingan 2021 dan 2022.
Ternyata, menurut simulasi itu, akan ada tambahan dana sekitar Rp 160 Triliun akibat kenaikan PPN 1% tersebut.
Jadi sangat mungkin tercukupi.
Kalau sistem tax finance ini dijalankan, tidak ada lagi warga yang tidak bisa berobat karena tidak bayar atau menunggak.
Saat ini diperkirakan ada 25% warga yang menunggak bayar BPJS.
Nanti, itu tidak lagi relevan.
Uang pun akan mengalir dengan cepat, karena langsung dipotong setiap ada transaksi.
Memang nantinya hanya ada satu tipe pelayanan yang berlaku untuk semua pengguna BPJS.
Kalau sekarang kan masih ada setidaknya tiga level pelayanan sesuai dengan jumkah iuran yang dibayar.
Semakin tinggi bayarannya, semakin tinggi kenyamanan pelayanannya.
Dengan sistem yang baru ini, semua rakyat akan sama rasa sama rata.
Mereka yang kaya dan butuh pelayanan yang lebih nyaman tentu saja bisa memilih tidak menggunakan BPJS.
Buat saya, ini semua masuk di akal.
Kita dukung ya upaya PSI menggolkan sekama BPJS gratis ini.
Yuk gunakan akal sehat
Karena hanya dengan akal sehat, negara ini akan selamat.