Hijrah di Kalangan Artis Adalah Gerakan Terorganisir

Kali ini saya akan membahas gerakan hijrah di kalangan artis.

Jadi spesifik di kalangan artis.

Saya merasa ini adalah gejala serius yang bisa mempengaruhi persatuan kita sebagai bangsa Indonesia.

Gelombang hijrah ini terutama terjadi di kalangan muda kota.

Ini terlihat di kalangan mahasiswa, sosialita, sampai pengusaha.

Mereka adalah orang-orang yang merasa harus pindah dari kehidupan lama yang dianggap masih penuh dengan dosa, ke tataran hidup baru yang lebih Islami.

Indikator kehidupan Islami itu adalah hidup dengan melandaskan diri pada ajaran Al-Quran, Sunnah, serta mengikuti teladan kehidupan Nabi Muhammad dan para Sahabat 14 abad yang lalu.

Karena itu mereka akan hidup dengan cara eksklusif dan membangun jarak dengan kaum non-hijrah, apalagi dengan kaum non-muslim

Saya akan fokus pada hijrah di kalangan artis.

Umumnya para artis yang berhijrah adalah mereka yang mulai memudar popularitasnya.

Sebagai contoh Arie Untung dan Fenita, lantas ada juga Shireen Sungkar dan Teuku Wisnu, ada Zaskia Sungkar dan Irwansyah, ada Alyssa Soebandono dan Dude Herlino, Primus Yustisio dan Jihan Fahira, dan lain-lain.

Saya tidak ingin mengatakan bahwa mereka berhijrah karena mereka sudah kehilangan ‘job’.

Saya rasa penjelasannya tidak sesederhana itu.

Mungkin pelarian mereka ke agama, ada kaitannya dengan kekecewaan karena menurunnya popularitas.

Tapi ini mungkin juga terkait dengan perenungan yang mereka jalani saat mereka mulai punya waktu ketika tawaran pekerjaan mulai berkurang.

Kesadaran akan arti agama memang lazim dilakukan oleh mereka yang menyempatkan diri untuk merenung, untuk berpikir.

Ketika seorang artis disibukkan dengan panggilan manggung, dengan tampil, beracting, bikin rekaman, bikin iklan, bisa dikatakan dia tidak akan punya banyak waktu untuk meninjau ulang kehidupannya.

Ini sebetulnya juga terjadi pada misalnya para pejabat, para petinggi, tokoh publik, para akademisi yang menempati rating tinggi di dunia kariernya.

Mereka memang tidak sempat merenung.

Tapi begitu mereka pensiun, lazim sekali mereka mereka akan mengalami panggilan semacam hijrah.

Jadi yang terjadi pada para artis ini tidaklah mengherankan.

Apalagi kalau dalam kariernya, mereka bergelimang uang.

Gaya hidup mereka pun serba glamour, serba permisif.

Jadi bukan saja soal tidak punya waktu karena kesibukan, tapi juga soal kekayaan dan gaya hidup yang membuat orang mudah terlena.

Begitu tawaran-tawaran ini berkurang, karena satu dan lain hal, dimulailah proses berpikir dan merenung tadi.

Pada saat itu orang mulai berpikir reflektif.

Berusaha melihat pengalaman hidupnya dan mempertanyakan mana yang salah dan mana yang benar.

Kalau kondisi si artis betul-betul ambruk, ini bisa membawa dirinya ke tahap depresi dan frustrasi.

Ini yang sering kita dengar terkait nasib artis-artis dunia yang misalnya akhirnya terjerat dengan obat bius dan bahkan bunuh diri.

Menurunnya popularitas bisa berdampak sangat serius bagi para artis.

Bayangkan dari tadi yang semula beraktivitas penuh, rezeki berlimpah, dielu-elukan, jadi pusat perhatian, dapat privilege… tiba-tiba saja memudar semua.

Itu bisa menjadi cobaan yang luar biasa.

Karena itulah, agama menjadi sebuah jalan keluar.

Tapi dalam kasus fenomena hijrah di Indonesia, ada pihak-pihak yang memediasi.

Ada pihak-pihak yang mengarahkan para artis ini ke sebuah tafsir agama tertentu.

Dan itu adalah paham salafi.

Salafi adalah paham keagamaan yang mengatakan umat Islam saat ini harus menjalani hidup dengan meniru teladan umat Islam terdahulu.

Karena itu salah satu cirinya: pria berjenggot dan bercelana cingkrang, perempuan berjilbab lengkap.

Para artis memperoleh pemahaman itu bukan karena mereka mencari sendiri.

Ada semacam agen-agen yang mendekati artis-artis yang menunjukkan gejala-gejala kebimbangan hidup semacam ini.

Para artis ini kemudian akan diajak untuk mulai hadir di acara-acara yang dipimpin ustad-ustad salafi tertentu.

Ini misalnya terlihat dalam kasus Daniel Mananta.

Daniel memang bukan Muslim, tapi dia bahkan salah satu target yang sangat potential untuk didekati.

Daniel belakangan memang terlihat sebagai seorang artis yang sedang dalam proses pencarian agama.

Dari apa yang saya baca di media, Daniel didekati dan diajak ikut dalam pengajian-pengajian salafi yang memang dihadiri sejumlah artis terkemuka.

Daniel bahkan mendapat kesempatan untuk ikut dengan dakwah yang dilakukan Ustad Abdul Somad.

Saya juga pernah mendengar cerita lain.

Saya pernah mengobrol dengan seorang mualaf, orang yang pindah agama ke agama Islam.

Dia bercerita bahwa begitu dia menyatakan hendak masuk Islam, dia didatangi oleh orang-orang yang menyambut niatnya itu.

Tapi lebih dari itu, orang yang mendekati dia itu bahkan menawarkan uang dalam jumlah besar kalau dia mau menjadi semacam duta untuk paham salafi yang hendak dikembangkan.

Bahkan kenalan saya itu, dia seorang terkenal, bilang bahwa kelompok ini juga mendanai hidup para artis hijrah.

Jadi para artis hijrah ini dibuat nyaman hidupnya, dan tak perlu lagi berpikir panjang tentang bagaimana mencari uang, selama mereka mau bergabung dengan gerakan hijrah ini.

Para artis itu bahkan memperoleh pinjaman rumah dan kendaraan yang membuat mereka nampak hidup dalam kemewahan.

Kenalan saya itu sampai mengajak saya menghitung dan membandingkan berapa penghasilan para artis hijrah yang lazimnya sudah sepi order dengan gaya hidup mereka yang wah.

Menurut dia, itu dilakukan agar masyarakat percaya bahwa jalan hijrah itu tidak akan membuat seseorang kehilangan kekayaan.

Dan perekrutan artis-artis hijrah ini dilakukan secara berantai.

Jadi artis A mendekati artis B yang pada gilirannya diminta untuk mencari artis-artis lainnya.

Mereka jadinya akan membentuk sebuah kelompok eksklusif para artis hijrah.

Mereka akan ikut dalam pengajian yang terbatas dengan dibimbing para ustad tertentu.

Namun ini tidak dilakukan sebatas di kalangan artis.

Gerakan ini juga menyasar kalangan sosialita, kalangan elit, mereka yang datang dari latar belakang ekonomi menengah ke atas.

Yang mereka janjikan adalah janji penyelamatan.

Mereka akan merasa bahwa hidup mereka berlimpah rezeki di dunia, dan akan memperoleh jaminan kebahagiaan di surga, kalau mereka mau berhijrah.

Dan mereka bisa berhijrah kalau mereka bersedia bergabung.

Lebih jauh lagi, para artis hijrah ini harus terus mempromosikan betapa bahagianya menjadi artis hijrah.

Mereka harus tampil di media sosial, harus secara kontinyu bercerita tentang kehijrahan, dan tampil di berbagai acara untuk menarik lebih banyak pengikut gerakan hijrah.

Masalahnya, seperti saya katakan, para artis ini tidak benar-benar mempelajari secara mendalam ajaran agama.

Mereka cenderung menjadi penerima pasif begitu saja ajaran-ajaran agama yang ditanamkan para ustadz mereka.

Mereka tidak dibiasakan berpikiran kritis.

Mereka tidak dibiasakan bertanya dan mempertanyakan ajaran agama yang diberikan, betapapun itu terasa tidak masuk akal.

Dan di sinilah bahaya mengancam.

Mereka yang mengorganisir gerakan hijrah ini memiliki tujuan.

Mereka ingin menjadikan Indonesia sebagai negara Islam.

Mereka pada dasarnya ingin agar masyarakat tidak lagi mempercayai Pancasila dan UUD 45 sebagai dasar negara dan hukum tertinggi yang harus ditaati.

Mereka ingin memasarkan ide Negara Islam dengan menggunakan para selebritis tersebut.

Karena itu, saya tidak nyaman dengan perkembangan hijrah di kalangan artis ini.

Tentu adalah hak mereka untuk melakukannya.

Tapi kita semua harus menyikapinya dengan hati-hati.

Ayo gunakan akal sehat.

Karena hanya dengan akal sehat, negara ini akan selamat.

Komentar