Anies Baswedan mengakui dia bersama kawan-kawannya di pemerintahan membungkam kritik yang mereka terima.
Ucapan ini ia lontarkan dalam acara podcast bersama Imam Priyono dan Hendri Satrio seperti disiarkan di YouTube channel R66 Newlitics.
Dalam obrolan itu, Anies sebenarnya berusaha membangun kesan bahwa kritik buat dia adalah hal yang normal.
Menurutnya, dalam berpolitik, pasti ada pihak yang tidak sependapat. Dia mengaku tidak panik ketika hal itu terjadi.
Kalau ada kritik, katanya, itu adalah hal normal yang tidak perlu dieliminasi.
Justru kalau ada kritik, harus dijawab satu per satu.
Anies lalu menceritakan pengalamannya ketika menjabat Gubernur DKI Jakarta.
Namun kemudian dia mengeluarkan pernyataan mengejutkan, kata dia begini nih: “Nah, kita kadang-kadang kalau di pemerintahan, matiin tuh kritiknya tuh, tolong dong ditelepon jangan kritik lagi nih.”
Coba Anda perhatikan kalimatnya.
Dia menggunakan kata ‘kita di pemerintahan…’
Artinya dia bicara tentang dirinya dan orang-orang lain yang menjadi bagian dari pemerintahan.
Jadi jelas yang dia maksud adalah dia di pemerintahan DKI kadang berusaha mematikan kritik dengan cara menelepon si pengeritik dan meminta si pengeritik untuk tidak melanjutkan kritiknya.
Menarik kan?
Namun pernyataan ini menjadi bola liar.
Masalahnya, banyak pihak membaca bahwa yang menjadi sasaran tembak Anies adalah pemerintahan Jokowi.
Jadi seolah yang dianggap tidak tahan kritik adalah pemerintah Jokowi.
Respons terhadap Jokowi ini datang dari berbagai penjuru.
Salah satunya dari Ketua DPP Partai Golkar Ace Hasan Syadzily.
Dia minta Anies agar tidak asal bicara.
Menurutnya Indonesia menjunjung tinggi semangat demokrasi.
Politikus PDIP, Masinton Pasaribu, juga membantah pemerintah Indonesia terkadang mematikan kritik.
Menurutnya, Presiden Jokowi dan pemerintahan saat ini justru sangat terbuka terhadap kritik.
Ketua DPP PKB Daniel Johan, juga menyatakan Presiden terbuka terhadap kritik.
Ketua DPP PPP Achmad Baidowi menyebut, selama ini Jokowi selalu santai menghadapi kritik.
Dia bahkan meminta Anies menjelaskan di bagian mana pemerintah anti-kritik. Dia meminta Anies agar tidak playing victim.
Yang berkomentar sebaliknya adalah Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera.
Dia ngotot menyatakan Anies punya dasar saat mengatakan pemerintah ‘mematikan’ kritik.
Dia bahkan membawa-bawa KUHP baru yang dianggap sebagai bagian dari alat membungkam kritik masyarakat tersebut.
Kasus ini menarik karena sebenarnya kalimat Anies tidak diarahkan kepada pemerintahan Jokowi.
Dia jelas menggunakan kata ‘kita di pemerintahan’…
Tapi apakah saya yang terlalu naïf?
Maksud saya, apakah tidak mungkin sebenarnya Anies kepeleset lidah, slip of the tongue.
Sebenarnya, bisa juga sih.
Tapi memang agak memalukan kalau orang sekaliber Anies menggunakan diksi yang salah.
Dia kan selama ini justru terkenal karena kecakapannya menata kata-kata.
Jadi kalau sekarang dia melakukan kesalahan kata seelementer itu, itu jelas memalukan.
Atau mungkin karma?
Tapi kalau sekarang saya ubah sikap saya, dengan memaklumi kesalahan itu dan menganggap bahwa yang dimaksud dengan ‘kita di pemerintahan’ adalah ‘pemerintahan Jokowi’, maka ada beberapa komentar dari saya.
Kalau itu serangan dia, saya setuju dengan komentar para wakil partai yang sudah saya kutip tadi.
Kalau Anies menuduh pemerintah Jokowi anti-kritik, dia seharusnya bisa menunjukkan contoh.
Presiden Jokowi adalah seorang kepala pemerintahan yang cuek dengan maki-makian, cacian, cercaan.
Apalagi pada sekadar kritik.
Contoh paling gampang adalah bagaimana dia membiarkan media massa membuat beragam karikatur dengan cara yang jelas-jelas mempermalukan dia.
Kasus yang terkenal adalah ketika majalah Tempo membuat cover yang menampilkan dirinya sebagai pinokio si pembohong.
Dia diam saja.
Ketika BEM UI menyebut Jokowi sebagai king of lip service, dia tidak nampak marah.
Dia, istrinya, putra putranya dihina macam-macam, dan tak sekalipun Jokowi menghajar, misalnya dengan menggunakan UU ITE.
Pemerintah justru berusaha agar UU ITE yang mengandung banyak pasal karet yang bisa digunakan untuk membungkam kebebasan berekspresi, direvisi dan digunakan hanya dalam kondisi-kondisi yang mendesak untuk kepentingan publik.
Bahkan dalam revisi KUHP, pemerintah mengubah redaksi pasal yang mengancam kebebasan berekspresi sehingga tidak bisa dimanfaatkan secara semana-mena untuk mematikan kritik.
Jadi, di mana letak anti-kritik yang dimaksud Anies?
Satu hal lagi yang saya ingin saya komentari adalah image yang ingin dibangun Anies dalam wawancara itu.
Anies jelas membangun kesan bahwa pemerintahannya selalu tanggap terhadap kritik.
Dia menggambarkan bahwa kalau pemerintah merespons kritik yang datang dari luar dan itu dilakukan secara terus-menerus secara terbuka, yang akan menarik manfaat adalah publik.
Dalam istilah Anies, komunikasi saling jawab antara pemerintah dan pengeritik adalah sebuah public education yang baik bagi masyarakat.
Karena itu katanya, dia tidak anti-kritik.
Sayangnya menurut saya, Anies kembali ke kebiasaan lamanya: berbohong.
Ada banyak sekali pertanyaan yang tak terjawab oleh Anies selama ini.
Salah satunya soal Formula E.
Anies tak pernah menyampaikan secara terbuka kepada publik penjelasan tentang untung-rugi penyelenggaraan acara itu atau tentang misalnya commitment fee atau tentang pembiayaannya.
PSI sampai harus berusaha mengajukan interpelasi agar Anies bisa memberikan penjelasan secara terbuka.
Dan gagal.
Begitu juga soal rumah DP 0%?
Soal Oke Oce?
Dan banyak lainnya.
Apakah pernah terjadi komunikasi antara pemerintah dan rakyat mengenai masalah-masalah itu.
Sama sekali tidak ada.
Jadi kembali ke soal keterbukaan ini, dia berbohong.
Terakhir, memang ada satu pertanyaan yang mengganjal saya.
Kalau memang begitu banyaknya masalah dengan Anies, kenapa ada banyak media besar yang mendiamkannya, tidak membesarkannya?
Dalam hal ini, saya curiga apa yang dikatakan Anies memang sebenarnya dilakukan olehnya.
Saya mendengar informasi, bahwa pemerintahan Anies memang rajin mengucurkan dana ke media.
Tujuannya cuma satu: membuat media bungkam tentang keburukan Anies.
Informasi semacam ini memang sulit dibuktikan karena semua pihak yang terlibat memilih tutup mulut.
Tapi kalau ini benar, maka apa yang dikatakan Anies mungkin sekali memang terjadi.
Jadi kalau ada berita buruk tentang Anies di sebuah media, sangat mungkin tim Anies akan menelepon dan meminta agar berita itu diturunkan.
Imbalannya? Ya cuan.
Pembicaraan mengenai Anies memang tidak ada habisnya.
Hanya saja, saat kita memahami kata-katanya, akal sehat kita harus terus digunakan.
Ayo gunakan akal sehat.
Karena hanya kalau kita gunakan akal sehat, negara ini akan selamat.