PSI Still Going Strong Walau Ditinggal Sejumlah Kadernya

Mungkin Anda sudah mendengar bahwa ada banyak politisi muda keluar dari Partai Solidaritas Indonesia.

Ada nama-nama seperti Sunny Tanuwidjaja, Michael Sianipar, Tsamara Amany, Surya Tjandra, dan sejumlah lainnya yang memang secara terbuka menyatakan mundur dari PSI.

Ini kabar buruk bagi demokrasi Indonesia.

Tapi tidak berarti PSI akan layu

Saya adalah pendukung PSI sejak mereka mendukung Ahok tahun 2016-2017.

Saya memilih PSI dalam Pemilu 2019.

Dan sampai sekarang saya masih percaya PSI adalah partai politik yang bisa diharapkan atau disyaratkan untuk mengubah sistem politik Indonesia yang buruk.

Pertanyaannya: mengapa terjadi migrasi dari PSI?

Ada sejumlah jawaban yang saya peroleh.

Penyebabnya bukan cuma satu.

Ada yang keluar dengan alasan yang sangat personal, misalnya memilih mengikuti permintaan pasangan hidup.

Ada yang keluar karena masuk dalam kegiatan usaha yang mensyaratkannya untuk tidak berpolitik.

Ada yang keluar karena menganggap berjuang melalui PSI terlalu berat, dan memilih bergabung dengan partai lain yang lebih besar yang lebih membuka jalan yang mudah untuk berkarier dalam politik.

Dan ada pula yang pindah ke kubu seberang karena alasan cuan dan kedudukan.

Memang sejak lama banyak parpol lain yang mengincar anak-anak muda PSI yang pintar, energik, dan bisa menarik suara rakyat.

Mereka tak segan-segan menggelontorkan dana untuk membajak anak-anak PSI

Sebagian kader muda PSI itu bahkan menyeberang ke kubu Anies, untuk alasan yang tadi saya sebut.

Ini semua bisa terjadi karena para kader yang pintar dan brilian di PSI ini memang anak-anak muda yang masih punya perjalanan karier panjang.

Ini seperti anak-anak muda Gen Milenial dan gen Z lainnya, yang bisa pindah-pindah perusahaan dalam waktu tidak lama.

Karena itu ketika mereka sekarang melihat ada peluang lain yang lebih menjanjikan, mereka buru-buru pindah kapal.

Kalau begitu, masihkah kita bisa berharap pada PSI?

Yang saya syukuri, keluarnya orang-orang dari PSI sama sekali bukan karena PSI kehilangan idealisme.

PSI tetap idealis, dan justru karena idealisme itulah, para kader yang tidak sabar itu pindah ke partai dan pekerjaan lain.

Bersikap idealis di tengah sistem yang hipokrit memang tidak mudah.

Dan itulah yang dijalani PSI.

Dalam pandangan saya, apa yang terjadi pada PIS ini adalah sebuah seleksi alam.

Pada akhirnya, yang akan bertahan di PIS hanyalah mereka yang mereka yang pintar, jujur, berintegritas, tapi juga tegar dan tidak mudah patah menghadapi cobaan.

Kalau seorang anak muda pintar ingin buru-buru sukses mencapai posisi politik yang tinggi, dia memang sebaiknya tidak berada di PSI.

Membangun Indonesia adalah pekerjaan berat yang membutuhkan orang-orang yang bersedia kerja keras, sabar, konsisten, tekun, dan menatap ke depan.

Tidak ada jalan pintas untuk menyelamatkan Indonesia.

Contoh PSI adalah contoh yang sangat pas.

PSI adalah upaya membangun Indonesia tidak melalui kata-kata melainkan melalui bekerja.

Untuk menyelamatkan Indonesia, negara ini butuh parlemen yang berkualitas.

PSI bercita-cita masuk ke parlemen untuk membangun DPR yang berkualitas.

Ingat ya DPR punya tiga fungsi utama: menetapkan anggaran, legislasi alias menetapkan UU, dan mengawasi pemerintah.

Kalau bisa masuk DPR, PSI juga bisa mengajukan siapa calon Presiden, Kepala Daerah, sampai anggota lembaga-lembaga negara seperti KPK, KPU dan Komisi-Komisi lainnya.

Masalahnya untuk bisa masuk ke DPR, parpol harus memperoleh suara yang memenuhi batas ambang parlemen yaitu sekitar 4% suara.

Hasil survey yang ada menunjukkan suara dukungan PSI saat ini masih jauh dari angka 4%.

Karena itu bisa saja ada kesan bahwa perjuangan PSI hanya akan sia-sia.

Tapi sikap skeptis itu cuma bisa datang dari kesempitan wawasan.

PSI tidak harus berjuang hanya lewat DPR Pusat, melainkan bisa melalui DPRD dulu.

Di masing-masing daerah, parpol bisa berperan besar.

Contoh paling baik adalah Jakarta.

Kehadiran 8 orang wakil PSI di Jakarta, sudah mengguncang DPRD Jakarta.

Sekarang perannya memang terbatas, tapi kalau itu terus diperbesar dan direplikasi di provinsi-provinsi lain, perbaikan Indonesia akan terwujud dari bawah.

Partai politik bisa dilihat sebagai LSM besar.

Visi misi parpol bisa parallel dengan visi misi LSM: berjuang untuk kepentingan rakyat.

Hanya saja dibandingkan LSM, parpol didanai negara, didanai rakyat.

Memang negara tidak langsung membiayai kegiatan parpol.

Tapi negara membiayai kegiatan anggota parpol yang menjadi wakil rakyat.

Dari sana parpol bisa membiayai dirinya.

Belum lagi kalau parpol tersebut bisa menarik perhatian masyarakat untuk terus mendanai kegiatan parpol, misalnya melalui crowd funding.

Memang dengan pendanaan seperti ini, para anggota parpol jangan berpikir menjadi kaya raya melalui parpol atau dengan menjadi anggota DPR.

Tapi jangan salah, gaji anggota DPR dan DPRD tetap jauh lebih tinggi dibandingkan masyarakat umumnya.

Dan berbeda dengan LSM, parpol tidak perlu sibuk memutar otak setiap tahun bagaimana mencari anggaran

Jadi kalaupun tidak masuk DPR, sebuah parpol idealis seperti PSI tetap bisa berbuat banyak bagi rakyat.

Mereka yang keluar dari PSI memang bisa nampak seperti bukan pejuang sejati.

Sebagian mengaku keluar dari PSI karena ingin menyalurkan idealismenya melalui parpol lain.

Pertanyaannya, adakah partai lain yang memberi ruang idealisme seluas PSI.

Atau bahkan tidak perlu sama luasnya, setengah luasnya deh.

Sebatas pengetahuan saya, tidak ada.

Sistem kepartaian kita ini sudah sedemikian buruk, sehingga mereka yang menjadi bagian sistem hanya bisa survive kalau ikut mendukung sistem yang buruk itu.

Anda lihat saja kasus DPRD DKI Jakarta.

Ingat ketika PSI berusaha mengajukan interpelasi agar Anies mempertanggungjawabkan Formula E di depan DPRD?

Hanya PDIP lah yang setuju dengan gagasan interpelasi.

Itu pun saya duga, saya ulang saya duga, karena PDIP tidak ingin sampai terlihat kalah populer dari PSI.

Tapi fraksi-fraksi lainnya memilih untuk menolak.

DPR itu memerlukan pendobrak.

Dan itu hanya bisa dilakukan oleh kumpulan orang yang berpikir dengan semangat ‘nothing to lose’.

Yang tidak merasa berisiko untuk berbicara berbeda.

Kita tidak bisa berharap itu dilakukan partai-partai tua.

Mereka sudah terlalu lama hidup berkubang dalam lumpur yang melenakan.

Bahkan kalaulah ada anak-anak muda yang bergabung dalam parpol tua itu, kemudaan mereka dengan segera lenyap.

Itu memudar karena anak muda yang mungkin idealis itu langsung bertabrakan dengan orang-orang tua yang punya kepentingan-kepentingan yang akan terancam kalau langkah idealis anak-anak baru itu diikuti.

Misalnya saja, dalam tradisi DPR, mereka biasa menerima uang reses, uang aspirasi, uang perjalanan dinas yang jumlahnya membengkak tanpa ada kaitannya dengan kepentingan rakyat.

Anak-anak muda yang bergabung dengan parpol tua pada awalnya merasa perlu berkompromi untuk menerima uang semacam itu sebagai bagian dari upaya mereka beradaptasi di fraksi mereka dan keseluruhan anggota DPR.

Lama-lama langkah penuh kompromi itu dipertahankan menjadi kebiasaan.

Lama-lama kebiasaan itu akan terinternalisasi dalam diri mereka.

Pada akhirnya, mereka akan terus menjalankannya tanpa merasa bersalah dan berupaya agar praktek itu terus bertahan karena mereka sudah menikmati keuntungan yang diperoleh dari uang-uang semacam itu.

Yang bisa mengakhiri tradisi semacam itu adalah anak-anak muda yang berada dalam lingkungan yang mendukungnya untuk berjuang dengan idealisme.

Buat saya, yang bisa diharapkan hanyalah PSI.

Saya berharap keluarnya para kader dari PSI tidak akan mematikan semangat PSI.

Kita butuh PSI .

Ayo gunakan akal sehat.

Karena hanya dengan akal sehat, negara ini akan selamat.

Komentar