WARGA JAKARTA TAMBAH MISKIN, ANIES FOYA-FOYA ANGGARAN

Oleh: Opini terkini

Jakarta kembali mendapat kabar buruk. Jumlah penduduk miskin di Ibu Kota bertambah 3.750 atau totalnya sekitar 4,69 persen dari jumlah penduduk Jakarta. Warga miskin di Jakarta sekarang ini sejumlah 502 ribu orang.

Tingkat ketimpangan di Jakarta juga naik jika dibandingkan tahun sebelumnya. Itu artinya, jurang antara si miskin dan si kaya menganga lebar. Ini masuk akal, karena si kaya memiliki tabungan, sementara si miskin tambah sengsara karena pandemi.

Memang, Covid 19 menjadi salah satu sebab utama dari bertambahnya penduduk miskin di Jakarta itu. Namun alasan ini belum tentu bisa diterima, ketika melihat jumlah penduduk miskin nasional justru menurun. Tingkat ketimpangan nasional trennya juga turun.

Hal itu menunjukkan, ada masalah dengan Jakarta. Penanganan kemiskinan di Jakarta tidak ditopang dengan anggaran Jakarta yang bergitu besar. Dengan kata lain, penanganan kemiskinan di Jakarta dilakukan dengan ala kadarnya.

Mestinya, saat pandemi pemerintah Jakarta fokus pada pengamanan kelompok miskin dan pemulihan ekonomi.

Ada apa dengan Jakarta?

Kondisi kemiskinan nasional memang belum membaik seperti masa sebelum pandemi. Tapi tren menunjukkan, jumlah penduduk miskin terus menurun. Itu artinya, program yang dilakukan pemerintah pusat bekerja dengan baik. Tingkat inflasi nasional jug aterjaga baik, meskipun memang ada sedikit kenaikan.

Namun kondisi itu tidak berlaku untuk Jakarta. Dengan APBD yang sangat besar, mestinya Anies Baswedan bisa berbuat banyak untuk mengentaskan kemiskinan di Jakarta. Anehnya, program kerja yang dibuat Anies justru menjauh dari tujuan itu. Anies menghamburkan uang untuk kegiatan yang tidak perlu seperti balapan Formula E.

Sebulan sebelumnya, Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia (SPRI) menggeruduk Balai Kota DKI Jakarta. Mereka menyampaikan protes terhadap Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang dianggap menghambur-hamburkan APBD bukan untuk kepentingan warga miskin Ibu Kota.

Rakyat berhak marah pada Anies. Karena memang tidak bekerja secara serius. Jakarta sebenarnya tidak bisa dibandingkan dengan daerah lain. APBD-nya sangat besar. Penduduknya lebih sedikit dari Jawa Tengah, Jawa Timur atau Jawa Barat.

Di daerah padat penduduk, dengan APBD yang lebih kecil, wajar jika tidak cukup kuat untuk membendung pertambahan penduduk miskin. Karena APBD mereka telah digunakan untuk menanggulangi pandemi. Misalnya Jawa Tengah yang memfokuskan APBD-nya untuk pemulihan ekonomi.

Berbeda dengan Jakarta, yang APBD-nya justru dihambur-hamburkan untuk program yang tidak jelas. Selain Formula E yang uangnya menguap tanpa guna, ada juga program Rumah DP 0% yang dimakan hantu. Belum lagi ongkos banjir dan macet yang bertambah, karena itu tidak ditangani dengan serius.

Anies harus dipaksa oleh pengadilan untuk mengeruk kali. Padahal itu pekerjaan yang harus dia lakukan empat tahun lalu.

Lebih hancur lagi ketika melihat program sumur resapan yang justru hanya bisa meresapkan anggaran. Jakarta tetap banjir. Sumurnya malah membuat banyak orang celaka.

Kabar buruk ini masih akan berlanjut di sisa jabatan Anies Baswedan yang masih ada beberapa bulan lagi. Sayangnya, di akhir masa jabatan yang tidak lama lagi itu, Anies malah melakukan akrobat politik demi pencapresan di tahun 2024. Misalnya mengganti nama jalan dan mau menyariatkan angkot.

Rencana tak masuk akal itu kemudian banyak mengalami perlawanan. Khusus untuk angkot syariah sudah dibatalkan, karena mendapat penolakan yang luas.

Anies memang tidak bisa lagi berbuat apa-apa untuk menyelamatkan Jakarta. Anggaran DKI Jakarta sudah dikuras untuk foya-foya. Kemiskinan di Jakarta akan terus meningkat sampai muncul anggaran berikutnya. Sementara banjir dan macet sudah pasti akan semakin menggila.

Yang sabar ya warga Jakarta…

Komentar