TIKUS-TIKUS DI BPN

Oleh: Denny Siregar

Salah satu mafia yang menggila belakangan ini selain mafia migas yang sudah diberantas dan mafia pangan yang sedsng digarap adalah mafia tanah. Mafia tanah ini sudah menjadi penyakit lama di tubuh negara, dan entah kenapa sulit sekali diberantas. Lha bagaimana mau diberantas, wong pelakunya saja banyak orang-orang dalam di tubuh Badan Pertanahan Nasional.

BPN yang seharusnya menjadi alat negara untuk membantu pengurusan tanah milik rakyat, sejak lama sudah menjadi sarang tikus. Begitu banyak kasus tanah yang kemudian berpindah nama, tapi tidak pernah diselesaikan oleh alat negara. Dan biasanya dalam kasus pengalihan nama atas sertifikat seseorang, itu melibatkan seorang pejabat BPN, juga seorang notaris, dan ada juga yang namanya “pendana” yang berperan membiayai semua proses itu dengan menyediakan dana di depan.

Contohlah kasus Nirina Zubir, aktris film yang sertifikat almarhum Ibunya dipindah nama ke nama pengasuh Ibunya. Awalnya almarhum Ibu Nirina Zubir sempat berpesan untuk mengurus aset-aset yang dia miliki, yang diurus prosesnya oleh pengasuh yang dia percayai. Dan karena proses itu gak selesai-selesai, sampai akhirnya Ibunya meninggal, keluarga Nirina Zubir kemudian sepakat menanyakan itu ke pengasuh Ibunya. Dan ternyata, kenyataan yang mereka terima, mereka baru tahu bahwa seluruh sertifikat tanah yang dikabarkan bernilai sampai Rp17 miliar itu sudah balik nama ke nama pengasuhnya. Dan sesudah Nirina Zubir akhirnya melaporkan ke polisi, baru terungkap bahwa ternyata untuk mengganti identitas di dalam sertifikat tanah itu, ada kongkalikong antara notaris dan pengasuhnya yang sudah dijadikan tersangka sekarang. Ternyata memang dibikin drama dalam proses pengalihan nama itu, sehingga seolah-olah si pengasuh mendapat mandat untuk menjadikan sertifikat itu dengan namanya.

Banyaknya laporan tentang kasus-kasus seperti Nirina Zubir ini yang membuat Jokowi gerah, dan mengganti Menteri ATR/BPN dari Sofyan Djalil ke mantan Panglima TNI Hadi Tjahjanto. Hadi Tjahjanto memang tidak punya pengalaman dalam masalah tanah ini, tapi dia punya pengalaman dalam membangun strategi untuk menyelesaikan masalah-masalah yang rumit. Hadi Tjahjanto kemudian membentuk Satuan Tugas Gabungan dari Kepolisian, Kejaksaan dan Kementerian. Dan dalam beberapa bulan Satgas bekerja, terungkaplah bahwa banyak pejabat BPN yang terlibat dalam kasus-kasus tanah.

Ada 6 pejabat dari BPN yang menjadi tersangka dari kasus-kasus tanah yang terjadi Hanya di area Polda Metro Jaya saja. Bahkan seorang Kepala BPN kota Palembang ditangkap polisi baru saja, atas kasus lama waktu dia menjabat sebagai Kepala BPN di Bekasi. Dan ini kasus tahun 2016, di saat si Pejabat bersama rekan-rekannya akhirnya memalsukan banyak sertifikat tanah dengan mengakali prosedur di BPN. Ngeri, kan?

Sesudah terungkap jaringan mafia tanah di Bekasi ini, Polda Metro Jaya kemudian menyasar ke kantor tanah BPN Jakarta Selatan. Sesudah menggeledah kantor BPN itu, polisi menemukan bahwa ternyata mafia-mafia di dalam sana ada yang memanfaatkan program Jokowi yang diluncurkan yang dikhususkan untuk masyarakat yang punya tanah tapi belum disertifikatkan. Tanah yang belum bersertifikat yang didaftarkan oleh para pemilik tanah ini, bukannya diurus, tapi malah disimpan oleh mafia-mafia BPN untuk kemudian pelan-pelan diakuisisi oleh rekan-rekan mereka. Gila, memang. Mereka memainkan kebijakan untuk kepentingan pribadi mereka.

Dan saya juga heran, sebenarnya masalah tanah ini sudah ada sejak zaman Soeharto berkuasa. Tapi entah kenapa, gonta-ganti menteri, mafia tanahnya tidak pernah habis. Mereka sudah beranak pinak di dalam, bahkan hasil didikan mereka sudah menjadi pejabat-pejabat yang berkuasa di BPN. Tanah itu memang seksi untuk dimainkan, karena harganya naik terus sesuai perkembangan ekonomi suatu daerah. Banyak mafia yang kaya raya di sana meninggalkan penderitaan orang miskin yang tidak punya uang untuk membayar pengacara supaya membela mereka.

Dan gebrakan Pak Hadi Tjahjanto bolehlah diapresiasi. Tetapi seperti biasa, ketika baru menjabat, seorang menteri biasanya menunjukkan prestasi. Dan sesudah beberapa lama, biasanya kendor lagi. Tikus-tikus di BPN biasanya juga tiarap sementara, baru ketika kucing sudah tidur karena kenyang, tikus pun kembali beraksi.

Inilah yang membuat banyak rakyat, meskipun terjadi banyak penangkapan, masih belum percaya terhadap rencana bersih-bersih dalemannya BPN ini. Kantor BPN sudah terlanjur tidak dipercaya, karena sudah begitu banyaknya tikus di sana. Butuh waktu untuk memulihkan kepercayaan itu, karena kepercayaan itu mahal harganya. Yah, semoga gebrakan Pak Hadi Tjahjanto omo bukan jadi gebrakan masuk angin, dikerok dikit anginnya keluar, tapi gak berapa lama mules lagi.

Tapi untuk penangkapan 6 pejabat di kantor Badan Pertanahan Nasional ini, kita harus kasih apresiasi dengan seruput sebotol kopi.

 

Komentar