INDONESIA AMAN, JAUH DARI KEBANGKRUTAN

Oleh: Ade Armando

Para Jokowi haters sedang punya bahan baru untuk menembaki sang Presiden. Seperti biasa, serangannya mengada-ada.

Yang diangkat kali ini adalah Sri Lanka. Mereka bilang, Indonesia di bawah Jokowi sedang bergerak menuju Sri Lanka. Indonesia adalah Sri Lanka berikutnya, kata mereka.

Apa yang sebetulnya terjadi di Sri Lanka?

Negara ini sedang dalam kondisi krisis. Presiden Gitabaya Rajapaksa sudah digulingkan.

Pada 9 Juli, ribuan warga Sri Lanka menyerbu masuk dan mendududki ke kediaman Presiden Rajapaksa. Tapi mereka tak bisa menemui Rajapaksa yang melarikan diri ke Maladewa.

Di pengasingan, Rajapaksa menunjuk Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe sebagai pemimpin sementara. Rakyat Sri Lanka mengamuk di tengah derita yang mereka alami.

Di sana terjadi kelangkaan makanan, obat-obatan, pelayanan kesehatan, dan bahan bakar. Pelayanan transportasi umum terhenti. Pemadaman listrik berulangkali terjadi. PHK di mana-mana. Harga kebutuhan pokok terus menaik. Rakyat jatuh miskin.

Para pembenci Jokowi di Indonesia memimpikan hal serupa terjadi juga di sini. Syahganda Nainggolan menyatakan sangat mungkin Jokowi bernasib sama dengan Rajapaksa.

Dengan analisis yang seperti biasa dangkal, Syahganda menganggap rakyat Indonesia saat ini dililit masalah ekonomi.

Hal ini bisa berkembang dan memicu kemarahan rakyat pada pemerintah. Kaum miskin kalangan bawah sangat merasakan sekali kenaikan harga-harga kebutuhan pokok yang semakin meroket, katanya.

Begitu juga Rizal Ramli. Dia bilang semangat ugal-ugalan di bidang pembangunan infrastruktur Indonesia sama saja dengan Sri Lanka.

Di Indonesia, pembangunan dilakukan asal-asalan, tanpa perencanaan yang matang, tanpa analisis terhadap kemampuan bayar, katanya. Itu semua, kata Rizal, akan menjadi tumpukan masalah yang dapat menggulingkan Jokowi.

Ridwan Saidi kurang lebih bicara serupa. Dia juga meramalkan Jokowi akan mengalami nasib serupa dengan Rajapaksa. Sri Lanka, menurutnya, bangkrut karena terjebak dalam lilitan uang ke Cina. Itu juga mungkin terjadi di Indonesia.

Menurut saya, semua pernyataan itu ngawur. Tak ada tanda-tanda Indonesia mengalami masalah ekonomi yang mungkin membangkrutkan Indonesia.

Sri Lanka dan Indonesia berada pada posisi yang sama sekali berbeda. Coba saja kita bandingkan indikator ekonomi kedua negara.

Rasio utang Sri Lanka terhadap Produk Domestik Bruto mereka adalah 104%. Sementara Indonesia cuma 39%. Rasio tersebut penting untuk melihat seberapa besar kemampuan sebuah negara bayar utang.

PDB itu adalah semacam perhitungan kasar mengenai uang yang dimiliki sebuah negara dari produksi barang, komoditi dan jasa.

Jadi angka rasio Sri Lanka menunjukkan jumlah utang mereka sudah melampaui uang yang mereka miliki. Sementara di Indonesia jumlah utang kita tidak sampai 40%.

Seperti berulang kali dikatakan, berutang itu tidak bermasalah kalau kita sanggup bayar. Jadi uang utang itu kita gunakan membangun berbagai infrastruktur yang nantinya akan menghasilkan keuntungan ekonomi.

Uang itu pada gilirannya akan dapat digunakan untuk membayar utang, dan seterusnya. Kemampuan Indonesia itu yang tidak dimiliki Sri Lanka.

PDB Sri Lanka sendiri hanya 80 miliar dollar. Sementara Indonesia 1000 miliar dollar. Cadangan devisa Sri Lanka hanya 50 juta dollar. Indonesia 135 miliar dollar. Neraca

Perdagangan Sri Lanka juga defisit minus 729 juta dollar. Sementara Indonesia surplus, 4.54 miliar dollar. Ekspor Sri Lanka hanya 969 juta dollar. Sementara Indonesia mencapai 231 miliar dollar.

Jadi tak ada tanda-tanda Indonesia mengalami kebangkrutan. Bloomberg misalnya membuat ramalan tentang kemungkinan resesi negar-negara di dunia. Mereka memprediksikan kemungkinan Sri Lanka Resesi mencapai 85%.

Negara-negara Asia Timur seperti Korea Selatan, Jepang, Cina di kisaran 20-25%. Malaysia 13%. Vietnam, Thailand, Filipina di kisaran 10%. Sementara Indonesia hanya 3%.

Jadi ini bukan soal saya pro Jokowi atau anti Jokowi. Tapi semua data itu sudah cukup terang benderang menunjukkan betapa kita harus memandang Indonesia dengan optimistis.

Sayangnya orang-orang seperti Syahganda, atau Rizal, atau Ridwan nampak sembarangan bicara. Mereka tak menggunakan data. Mereka membenci Jokowi dan kemudian tiba-tiba saja terjadi kebangkrutan Sri Lanka. Maka keduanya pun dihubung-hubungkan seolah terjadi persamaan.

Kisah Sri Lanka memang contoh khas mismanejemen sebuah negeri. Salah satu penyebab kebangkrutan Sri Lanka adalah pada soal utang luar negeri. Seperti tadi dikatakan, utang Sri Lanka memang melampaui PDB mereka.

Dan yang lebih buruknya lagi, pembangunan infrastuktur Sri Lanka berlangsung seperti tanpa arah. Mereka misalnya membangun bandar udara yang berlokasi jauh dari mana-mana. Mereka juga membangun Pelabuhan di wilayah perairan yang justru tidak strategis.

Meskipun sadar bahwa kekayaan negaranya terbatas, pemerintah Sri Lanka terus memperbanyak utang. Sejak tiga tahun yang lalu, ADB sudah memperingatkan Sri Lanka bahwa jumlah utang mereka jauh melampaui apa produk dan jasa yang mereka hasilkan.

Tapi pemerintah Sri Lanka seperti tutup mata terhadap peringatan itu. Persoalan utang ini ditambah dengan rangkaian salah langkah lainnya. Untuk memenangkan hati rakyat dan terutama kaum elit, Rajapaksa justru melakukan pemotongan pajak besar-besaran.

Akibatnya pemasukan negara merosot. Dia juga melarang impor pupuk kimia. Dia berargumen itu berbahaya untuk kesehatan. Tapi ini justru mempersulit produksi para petani. Produksi beras turun sampai 50%.

Yang juga harus disebut adalah Covid-19. Akibat Corona, turisme Sri Lanka drop. Wisatawan asing berhenti berkunjung. Dari 2,3 juta wisatawan pada 2018. Menjadi 0,13 juta pada 2020.

Pemasukan dari turisme turun dari 7.5 juta dollar pada 2019. Menjadi 2,8 juta dollar pada 2021. Padahal turisme adalah salah satu kekuatan ekonominya yang mencapai 13% dari GDP. Keengganan turis juga dipengaruhi oleh aksi teror berpanji agama

Karena buruknya kondisi ekonomi dalam negeri, para investor meninggalkan Sri Lanka. Dunia internasional pun berhenti memberi bantuan pada Sri Lanka. Lengkap sudah penderitaan Sri Lanka.

Para pengamat ekonomi sudah memprediksi adanya negara-negara lain yang berpotensi mengalami krisis seperti Sri Lanka. Namun tak ada satupun yang menyebut Indonesia.

Jadi berhentilah bermimpi bahwa Indonesia juga akan bangkrut seperti Sri Lanka. Indonesia sangat baik-baik saja.

Komentar