PESANTREN SHIDDIQIYAH DAN HOLYWINGS

Oleh: Denny Siregar

Akhirnya Presiden Jokowi meralat pernyataan Menteri Agama yang ingin mencabut izin Pesantren Shiddiqiyah, Jombang, yang kemarin sempat viral karena perlawanan mereka terhadap polisi waktu ingin menangkap putra Kyai yang jadi tersangka pencabulan. Lewat Menteri Agama ad interim Muhadjir Effendi, karena Gus Yaqut kebetulan sedang ibadah haji, Jokowi meminta pencabutan izin pesantren itu dibatalkan, karena khawatir dengan nasib para santri yang akan terombang ambing nasibnya. Saya setuju dengan keputusan itu. Yang tersangka sudah ditangkap, dan seharusnya para santri di dalam pesantren tidak harus bertanggung jawab karena kesalahan beberapa ustaz di sana yang memprovokasi mereka. Ada ribuan santri di sana yang akan jadi korban kalau izin pesantren dicabut. Mereka adalah pelajar yang sedang butuh ilmu dan seharusnya masa depan mereka tidak dikorbankan karena ulah bejat pimpinan pesantrennya.

Saya juga kurang setuju kalau lembaga Aksi Cepat Tanggap dibekukan Oleh pemerintah. Meski saya setuju jika izin ACT dibekukan Oleh Kemensos, tetapi bisa saja izin itu diterbitkan lagi oleh Kementerian Agama dan ACT menjadi salah satu lembaga amil zakat. Sebobrok-bobroknya Pimpinan ACT, tetapi di dalam ACT sendiri sudah banyak pegawai yang menggantungkan nasibnya pada lembaga itu. Kalau izin ACT hanya dibekukan dan tidak ada solusi buat lembaganya, maka bisa dipastikan akan tambah lagi pengangguran di Indonesia ini. Mendingan tangkap saja Pimpinan ACT yang dianggap bertanggung jawab selewengkan dana, dan turunkan gaji dan fasilitas Pimpinan ACT lainnya dan arahkan lembaga itu ke arah yang benar. Kalau cuma dibekukan, maka itu seperti menyelesaikan masalah dengan menimbulkan masalah lain.

Dan seharusnya juga perlakuan yang sama diberlakukan terhadap pelaku usaha dengan brand Holywings. Holywings dicabut izinnya di mana-mana hanya karena mereka terpleset menggunakan nama Muhammad dan Maria dalam ajang promosi alkohol mereka. Di kalangan masyarakat yang relijius ini, jangan pernah sekalipun menggunakan simbol-simbol kesucian agama sebagai bagian dari promosi karena akan memantik reaksi dan militansi para penganut keyakinan. Cara yang paling baik adalah penjarakan saja mereka yang bertanggung jawab, terutama di level pimpinan jangan kemudian menutup usahanya yang jadi periuk nasi banyak orang.

Di Holywings ada 3 ribu karyawan yang periuk nasinya bergantung pada mesin usaha itu. Kalau usahanya ditutup, maka ribuan karyawan itu akan berhenti kerja dengan terpaksa dan bertambah lagi pengangguran yang akan jadi beban pemerintah. Apalagi dalam situasi krisis global seperti ini, ketika harga kebutuhan pokok merangkak naik, orang akan butuh pendapatan untuk makan dirinya dan keluarganya. Kalau ribuan orang itu menganggur, maka mereka akan jadi beban dan mungkin saja akan menjadi masalah baru buat pemerintahan. Dengan adanya Holywings, maka ada lapangan pekerjaan baru yang bisa menggerakkan ekonomi terutama menghadapi situasi sulit seperti ini.

Pembekuan operasional Pesantren Shiddiqiyah, ACT dan Holywings, sebenarnya mirip dengan pepatah, “Kalau ingin membunuh seekor tikus, jangan bakar lumbung padinya.” Lumbung padi adalah tempat menyimpan bahan makanan. Dan jangan karena di sana ditemukan seekor tikus, tempat menyimpan makanan harus dibakar karena itu akan merugikan banyak orang. Sebelum membekukan izin operasional sebuah lembaga, sebuah unit usaha, pemerintah pusat maupun daerah, seharusnya mengkaji dulu dampak yang akan terjadi. Pembekuan izin operasional seharusnya dilakukan dengan sangat rasional, bukan emosional apalagi sekadar pencitraan demi memenuhi kepuasan publik. Banyak orang yang nasibnya diserahkan pada satu lembaga tempat mereka bekerja. Dan orang itu bisa saja menanggung biaya istri dan anak-anaknya yang juga butuh makan dan sekolah. Mereka akan jadi korban-korban demi memenuhi kepuasan publik belaka.

Semakin besar negeri ini, semakin kita harus dewasa menyikapi apa yang terjadi. Jangan karena nila setitik, rusak susu sebelanga. Karena kerusakan yang tidak diselesaikan sejak awal, akan merembet dan menghancurkan apa yang sudah dibangun dengan benar.

Saya seruput dulu kopinya. Markina, mari kita melihat suatu masalah dengan kacamata yang bijaksana.

Komentar