Oleh: Ade Armando
Pondok pesantren Shiddiqiyyah di Jombang, Jawa Timur rupanya memang sakti mandraguna. Mudah-mudahan Anda cukup familiar ya dengan nama Shiddiqiyyah ini. Nama pesantren ini menjadi terkenal karena kasus pencabulan selama belasan tahun terhadap para santriwati yang mondok di sana.
Tersangka pelaku adalah putra pemilik pesantren Moch Subchi Azal Tzani (42) alias Mas Bechi. Ayah Bechi, Kiai Haji Muchammad Muchtar Mu’Thi, atau sering disebut juga dengan Kiai Tar, adalah Kiai kharismatik di wilayah Jawa Timur.
Akibat kasus yang menimpa Bechi, Shiddiqiyyah dicabut izinnya oleh Kementerian Agama pada 7 Juli lalu. Namun pembekuan ini hanya berlaku tiga hari. Pada Senin, 11 Juli, tiba-tiba saja Menteri Agama ad interim Muhadjir Effendy menyatakan pembatalan pencabutan izin.
Ini dilakukan, kata Muhadjir, agar para santri mendapat kepastian tentang statusnya sebagai siswa dan bisa kembali belajar dengan tenang.
Pembatalan ini tentu mengejutkan. Kesannya kok pemerintah sedemikian kacau kerjanya sehingga sebuah kebijakan bisa dibatalkan setelah baru berlangsung tiga hari. Apalagi keputusan ini dikeluarkan menteri ad interim, saat Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas sedang berada di Saudi.
Tapi kalau kita melihat kembali proses hukum Bechi, mungkin kita bisa paham mengapa pemerintah nampak gamang bertindak tegas terhadap Shiddiqiyyah.
Pertama-tama kita harus menyadari Kyai Tar memang powerful. Banyak capres di Indonesia merasa wajib sowan kepadanya jika ingin menang di Jawa Timur. Itu yang menjelaskan mengapa proses hukum terhadap Bechi sangat panjang dan berlarut-larut.
Bechi tarcatat dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak 6 bulan yang lalu. Bechi bahkan diadukan ke polisi pada Oktober 2019, tiga tahun yang lalu. Namun selalu menolak untuk datang memenuhi panggilan polisi.
Bahkan ketika polisi datang untuk menjemput Bachi secara baik-baik, keluarga Bechi dan para pendukungnya melindungi sang tersangka predator mati-matian.
Baru setelah dua tahun lebih akhirnya Bechi resmi ditetapkan sebagai tersangka dan sidang pertama sudah dilakukan Januari lalu. Saat itu, masyarakat sekitar pesantren diundang untuk doa bersama.
Tapi dalam prakteknya, jemaah dikumpulkan bukan hanya untuk berdoa, namun juga untuk menjadi massa untuk menggeruduk Pengadilan Negeri Jombang. Untuk mencegah keributan di pengadilan, polisi ketika itu terpaksa sampai menutup jalan-jalan utama di Jombang.
Pada saat penangkapan Bechi pun pada 7 Juli, polisi juga menghadapi massa pesantren yang berusaha menghalangi penjemputan. Polisi sampai harus menurunkan tim gabungan dari Polda Jawa Timur dan Polres Jombang.
Proses penjemputan paksa Bechi berlangsung lebih dari 15 jam, sebelum akhirnya tersangka menyerahkan diri. Polisi bahkan sempat mengamankan 323 simpatisan Bechi yang berkumpul di pesantren Shiddiqiyyah.
Akhirnya ada lima santri yang ditetapkan sebagai tersangka dan harus ditahan. Yang ditahan adalah mereka yang dianggap sudah memenuhi unsur menghalang-halangi petugas.
Salah seorang misalnya ditahan karena dengan sengaja menabrak Satuan Polisi Lalu Lintas, serta merintangi polisi saat akan masuk ke Pesantren. Ada pula yang menyiram air panas kepada Kasat Reskrim. Yang lain secara sengaja merintangi kerja petugas kepolisian.
Perlawanan terhadap polisi bisa terjadi karena adanya provokasi bahwa upaya penangkapan Bechi adalah serangan terhadap Shiddiqqiyah bahkan serangan terhadap Islam.
Padahal kalau benar berita yang beredar, Bechi sebenarnya melakukan banyak hal yang bertentangan dengan ajaran Islam.
Korban perkosaan Bechi diduga jauh lebih banyak dari yang akhirnya diberitakan. Yang terungkap cuma sebagian. Korban lainnya memilih diam antara lain karena malu dan merasa aib semacam itu tak boleh diungkap, dan ada pula yang takut karena diteror.
Apalagi ini menyangkut putra seorang Kyai yang dianggap harus dihormati. Dikabarkan, Bechi sudah terkenal playboy dari dulu. Dia mengajak para santriwati yang cantik untuk menjadi pacarnya. Sudah banyak gadis yang dipacarinya. Diduga banyak dari pacarnya itu juga ditiduri.
Bechi sendiri selain memang ganteng, tapi juga pintar main musik. Banyak santriwati yang kagum dengannya, dan bersedia didekati karena menganggap pria ini adalah anak pemilik pesantren. Bahkan diduga, peristiwa kekerasan seksual ini sebenarnya sudah berlangsung selama 20 tahun lebih.
Ini dilakukan sejak Bechi belum menikah. Kehidupan Bechi pun dikabarkan sama sekali tak mencerminkan ahlak Islami. Dia sangat suka foya-foya. Beberapa surat tanah milik jamaah diduga digadaikan,
Hotel dan pabrik milik keluarga dijual. Saham di pabrik rokok linting Sampoerna di Jombang sebagian besar dilepaskan. Bechi sendiri adalah putra dari istri kedua Kyai Tar, sebut saja namanya Sutri (tapi bukan nama sebenarnya).
Sementara istri pertama Kyai Tar, kita sebut saja Eny (juga bukan nama sebenarnya). Kepredatoran Subchi ini baru terungkap setelah ada santriwati melapor ke seorang anak Eny, bahwa dia diperkosa Bechi.
Kyai Tar marah pada Bechi. Bechi lantas mengadu ke Sutri. Karena Sutri juga ditegur, Sutri tidak terima. Dia mulai memfitnah Enny. Jemaah pun mulai terpecah.
Cerita yang beredar mirip dengan seri sinetron yang berlangsung bermusim-musim. Jadi, ceritanya, ada Tim Enny dan Tim Sutri. Tim Sutri all out membela Bechi. Mereka yang mengungkapkan kejahatan Bechi akan diteror Tim Sutri.
Yang dilakukan adalah pembunuhan karakter, bahkan pembunuhan ekonomi. Tim Sutri membunuh rezeki orang-orang yang dianggap menyerang Bechi. Mereka yang berani bicara akan mengalami persekusi, baik melalui media sosial maupun dalam kehidupan sehari-hari.
Sejumlah dirusak periuk nasinya. Sejumlah difitnah, bahkan sampai ada yang cerai. Ada korban yang diserbu, dipukuli, bahkan handphone yang isinya barang bukti dirampas.
Kabarnya, Kiai Tar semula memang marah. Namun karena merasa reputasinya terancam, ditambah provokasi orang-orang di sekelilingnya, sang Kiai akhirnya memilih untuk melindungi Bechi.
Ada pula cerita-cerita yang lebih menakutkan. Saat konflik keluarga makin memuncak, dikabarkan, Enny mengalami serangkaian percobaan pembunuhan. Tentu saja tidak ada yang tahu persis siapa dalang percobaan pembunuhan itu.
Ketika akhirnya kasus Bechi naik ke pengadilan, kelompok pembela Bechi terus berusaha mempengaruhi proses hukum.
Konteks itu semua penting untuk memahami sikap Kementerian Agama yang nampak labil itu. Kementerian Agama sendiri memang menyebut dua hal yang menyebabkan surat izin Pondok Pesantren dicabut,
Pertama, dugaan kekerasan seksual Bechi. Kedua adalah adanya upaya untuk menghalangi penangkapan Bechi oleh pimpinan dan komunitas pesantren.
Namun, nampaknya, Shiddiqiyyah akhirnya memang terlalu sakti. Pencabutan izin itu hanya berlaku tiga hari. Kini, Pondok Pesantren Shiddiqiyyah bisa kembali beroperasi.
Kita harapkan saja, proses hukum Bechi bisa berlangsung aman tanpa intervensi. Kalau benar Bechi melakukan kejahatan kelamin itu selama belasan atau bahkan dua puluh tahun, dia harus bertanggung jawab.
Begitu juga orang-orang yang diketahui menghalangi proses hukum sehingga Bechi bisa bertahun-tahun leluasa melakukan kejahatannya tanpa terjangkau oleh tangan hukum.
Mereka juga harus bertanggungjawab secara hukum. Mudah-mudahan kebenaran akan menemukan jalannya. Kita lihat saja perkembangannya.