Oleh: Opini Terkini
Belum lama ini terjadi kehebohan di media sosial tentang disinformasi yang menyebutkan bahwa presiden Jokowi tidak tahu tentang proses RUU Sisdiknas yang beredar luas.
Kemudian terjadi ejekan dan cemoohan kepada Presiden Jokowi di media sosial.
Informasi yang keliru itu bersumber dari pers realese Aliansi Penyelenggara Pendidikan Indonesia (APPI). Mereka diterima audiensi dengan Presiden Joko Widodo pada hari Senin kemarin. Dalam rilisnya, mereka menggiring pemahaman bahwa seolah olah RUU Sisdiknas sudah berjalan tanpa sepengetahuan Presiden Jokowi.
Padahal, sebagaimana dijelaskan oleh Mensesneg Pratikno, RUU Sisdiknas memang masih dalam tahap perumusan oleh Kemendikbudristek dan belum waktunya sampai pada Presiden Jokowi.
Kepala Badan Standar, Kurikulum dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbud Ristek, Anindito Aditomo menjelaskan menurut UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan ada lima tahapan dalam proses pembuatan regulasi, yaitu:
Tahap perencanaan, Tahap penyusunan, Tahap pembahasan, Tahap pengesahan, Tahap pengundangan.
Saat ini, kata dia, RUU Sisdiknas masih tahap perencanaan.
“Kemendikbud Ristek selalu memastikan proses koordinasi dengan berbagai pihak dilakukan sesuai dengan aturan dalam UU Nomor 12 Tahun 2011,” ucap Anindito dalam keterangannya, Senin (30/5/2022).
Namun informasi yang keliru itu terlanjur disebarkan oleh banyak media dan diamplifikasi oleh banyak akun medsos. Akhirnya muncullah serangan yang mengarah ke Presiden Jokowi yang dianggap kurang tanggap dan tidak menguasai dan memahami persoalan di kementerian.
Kejadian ini sungguh sangat disayangkan, padahal mestinya hal itu bisa dicegah jika APPI bersikap bijak dan tidak menyebarkan disinformasi pada masyarakat.
RUU Sisdiknas memang sudah lama digoreng dan menuai polemik. Tujuannya tentu saja untuk mendiskreditkan sosok Mendikbudristek Nadiem Makariem. Orang-orang tidak bertanggung jawab itu sengaja mengail di air keruh agar nama Nadiem tercoreng dan dianggap Menteri yang tidak bisa bekerja.
Penggoerangan isu semacam itu biasanya diiringi oleh desakan untuk melakukan reshuffle. Motifnya adalah politik. Padahal jika ditelusuri, dasar dari isu seperti itu adalah hoax atau disinformasi.
Bukan saat ini aja. Sebelumnya diembuskan isu bahwa ada dugaan penghapusan dana bantuan operasional sekolah (BOS). Jelas jelas ini informasi palsu. Kemendikbudristek memastikan tidak ada rencana untuk menghapus BOS. Bahkan menambah dan langsung tepat sasaran.
Soal RUU Sisdiknas sebelumnya juga ada isu menghapus frasa madrasah. Sampai sampai Mendikburistek dan Menteri Agama secara bersama-sama memberikan sanggahan atas isu tersebut. Dan banyak lagi.
Nah APPI ini kembali menyebabkan munculnya disinfomasi di media. Tindakan seperti itu tentu tidak terpuji. Mestinya sebagai asosiasi penyelenggara pendidikan, APPI harus memberikan teladan yang baik bagi masyarakat.
Pada pemberitaan yang beredar APPI menyatakan kepada media bahwa mereka terkejut ketika mengetahui presiden tahu ada proses perubahan UU Sisdiknas. Pernyataan ini sebenarnya memang tidak keliru redaksinya, tapi menciptakan fraud dalam pemahaman publik.
Doni Koesoema A. selaku Dewan Pengarah APPI bahkan menyatakan Presiden akan memanggil Mendikbudristek untuk meminta penjelasan dalam hal itu.
Sekali lagi pernyataan seperti itu seolah ingin menggiring opini bahwa Nadiem sebagai Mendikbudristek bersalah dan akan segera menerima teguran dari presiden.
Disinformasi yang disebarkan Doni itu mirip api dalam sekam. Seolah tidak terjadi kejanggalan dari luar, faktanya nyala panas sedang bekerja di kedalaman.
Begitu banyak hoax yang beredar di media sosial. Bahkan media massa sekarang ini juga banyak yang tidak melakukan standar cover both sides. Kalaupun itu dilakukan, setelah berita pertama beredar.
Mestinya sesuai etika jurnalistik, cover both sides adalah kewajiban. Media massa sebagai rujukan masyarakat harus menyajikan berita yang benar-benar fakta obyektif, bukan pernyataan sepihak.
Kita semua orang harus hati hati dengan disinformasi dan berita hoax yang bergentayangan. Jangan sampai Indonesia dianggap sebagai negara dengan informasi penuh sampah. Mari satukan langkah dan tetap waspada. Ayo bersama-sama kita jaga Indonesia.