ANAK KORUPTOR MENANG PILPRES

Oleh: Denny Siregar

Negara tetangga Filipina sekarang sedang fokus mencari Presiden baru. Sesudah era Duterte yang dikenal dengan ketegasannya mengirim para bandar narkoba ke neraka, tanggal 9 Mei ini Filipina sedang mencari calon Presiden baru.

Ada yang menarik dari Pilpres Filipina ini yang perlu kita cermati. Dari hasil survey disana, ternyata ada satu nama yang kemungkinan akan menjadi pemenang Pemilu. Dia adalah Bongbong Marcos. Kalian generasi 80an pasti ingat ketika disebut nama Marcos kan ?

Ya, Ferdinan Marcos. Mantan Presiden Filipina yang berkuasa selama 21 tahun. Ferdinan Marcos dikenal sebagai Presiden korup. Mirip dengan Soeharto. Dia bahkan membunuh lawan politiknya, Benigno Aquino seorang politisi yang namanya pada waktu itu menjadi harapan banyak orang Filipina untuk menggantikan Ferdinan Marcos. Pembunuhan Benigno Aquino, memicu demonstrasi besar di Filipina yang dipimpin oleh istri almarhum Benigno, yaitu Cory Aquino.

Ferdinan Marcos jatuh. Dan rakyat Filipina kemudian menyerbu istana Presiden. Di dalam istana, rakyat Filipina yang miskin menemukan kenyataan bahwa istri Ferdinan Marcos, yaitu Imelda Marcos, ternyata menyimpan harta berupa ribuan sepatu dan tas branded yang sangat mahal. Imelda Marcos memang dikenal sebagai sosialita dari hasil korupsinya, sedangkan banyak rakyat Filipina yang kelaparan.

Nah disini yang menarik. Sejarah tentang jatuhnya keluarga Marcos dari kursi Presiden itu mirip dengan jatuhnya Soeharto di tahun 1998. Sama-sama korup. Sama-sama dijatuhkan oleh rakyat. Tapi mengapa, anak Ferdinan Marcos yaitu Bongbong Marcos, malah mendapat banyak simpati dari rakyat Filipina dan menempati survey tertinggi?

Disinilah “jagonya” timses Bongbong Marcos bermain. Mereka membangun isu dan propaganda bahwa meski sudah berganti-ganti Presiden, rakyat Filipina masih banyak yang terpuruk dalam kemiskinan. Karena itu, Bongbong Marcos memainkan jargon yang mirip jargon Donal Trump dulu “Make America Great Again”. Slogan kampanye Bongbong Marcos adalah, “Bangkit kembali” mirip dengan jargon kampanye ayahnya dulu Ferdinan Marcos di tahun 1965 yaitu ‘Kami akan membuat bangsa ini hebat kembali”.

Jargon atau slogan ini dibangun massif lewat media sosial, terutama tiktok. Sasarannya adalah generasi Z atau lebih dikenal dengan nama Gen Z, yaitu mereka yang lahir di tahun 1995 sampe 2010. Mereka ini sering kita sebut dengan generasi tiktok, karena sering tampil di tiktok. Nah, Gen Z ini jelas tidak pernah merasakan bagaimana sulitnya hidup di era bapaknya Bongbong, yaitu Ferdinan Marcos. Wong mereka waktu itu belum lahir. Tapi sekarang, mereka adalah populasi pemilih paling tinggi di Filipina.

Timses Bongbong Marcos benar-benar “mencuci otak” generasi Z ini lewat tiktok. Mereka mengadakan konser untuk remaja, mereka bikin party dan banyak kuis lewat tiktok. Pokoknya tiktok benar-benar diserbu oleh timses Bongbong ini sehingga terbangun persepsi bahwa Bongbong adalah “Pemimpin muda yang membawa harapan untuk bangsa”.

Benar-benar kejadian tahun 1986, dimana rakyat Filipina menjatuhkan Marcos dari kursi Presiden, terlupakan. Sementara ini, survey terakhir di Filipina, Bongbong Marcos menempati posisi tertinggi dengan perolehan 58 persen suara rakyat Filipina, yang membuat dia jadi calon potensial untuk menjadi Presiden Filipina.

Apa yang bisa kita pelajari dari studi kasus Pilpres Filipina ini ? Banyak banget. Ingat gak peristiwa dimana ada Ketua BEM SI yang bilang di stasiun tv bahwa zaman Soeharto zaman yang sejahtera dan rakyat bebas berpendapat, padahal dia saja belum lahir di zaman itu ??

Ada upaya-upaya ingin melupakan sejarah pahit bangsa Indonesia, dengan berkuasanya Soeharto selama 32 tahun dimana demokrasi dibungkam dan rakyat dihajar dengan kepalsuan. Sasarannya adalah generasi Z di Indonesia yang juga merupakan pemilih terbesar di tahun 2024. Gen Z ini adalah anak2 yang sangat dekat dengan teknologi, jadi gerakan propaganda untuk menghilangkan jejak berdarah era Soeharto ini juga akan pake teknologi. Persis yang terjadi di Filipina sekarang.

Bukan itu saja. Ada juga upaya untuk menghilangkan jejak berdarah Pilgub DKI 2017 dimana terjadi polarisasi besar di bangsa ini, ketika politik identitas membawa agama dijadikan sebagai materi kampanye. Ada yang ingin “cuci tangan” dengan mencoba merangkul, membangun opini bahwa mereka yang dulu pelaku politik identitas adalah juga korban. Sasaran mereka, siapa lagi kalau bukan Gen Z yang gampang dicuci otak dengan konten-konten yang mereka suka.

Gerakan propaganda penghilangan jejak ini akan banyak dilakukan lewat tiktok, snapchat dan Instagram, persis seperti yang dilakukan oleh Bongbong Marcos. Tujuannya adalah kekuasaan. Sesudah berkuasa nantinya, topeng asli mereka akan kembali terbuka.

Pilpres di Filipina adalah pelajaran buat kita di Indonesia, sebagai persiapan menuju Pilpres 2024 nanti. Jaga anak-anak kita yang ada di generasi Z, berikan pengetahuan mereka tentang sejarah bangsa ini dan tunjukkan pada mereka muka-muka politikus busuk yang dulu keluarganya korup dan yang mengambil keuntungan dari politik ayat dan mayat demi kekuasaan sesaat. Jangan pernah pilih mereka atau negara ini akan rusak dan yang sudah susah payah dibangun akan hancur. Di Pilpres 2024 nanti, peran emak-emak akan sangat besar dalam mempengaruhi pilihan anaknya supaya jangan salah memilih calon pemimpin.

Negara ini akan hebat jika dipimpin oleh orang yang tepat. Dan orang yang tepat harus dikawal supaya apa yang sudah dibangun Jokowi selama ini, bisa diteruskan. Tongkat estafet harus jangan sampai hilang.

 

Komentar