WOW! ADA TERORIS LAGI DI MUI

Oleh: Eko Kuntadhi

Ada berita baru yang bikin kita bergidik. Densus 88, sebuah datasemen anti-terror milik Polri baru saja menangkap dua orang di Bengkulu. Mereka adalah tersangka yang terlibat kasus terorisme.

Ya, wajar. Kalau orang ditangkap sama Densus 88, kejahatan yang disangkakan pasti soal teroris. Bukan karena maling ayam atau pencabulan.

Kalau soal pencabulan yang nangkap paling Hansip.

Nah, yang menyedihkan kedua orang di Bengkulu ini ternyata adalah pengurus aktif di Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bengkulu. Kedua orang ini berinisial RH dan CA. Sebetulnya ada satu lagi, yaitu M, yang ditangkap bersama keduanya. Tapi M ini bukan pengurus MUI.

Kedua orang yang ditangkap tadi itu duduk di komisi fatwa MUI Bengkulu. Selain pengurus MUI, mereka juga dikenal sebagai orang yang aktif menjadi pendakwah. RH sendiri berprofesi sebagai dosen di sebuah perguruan tinggi. Dan satu lagi ternyata dia adalah pengurus aktif Partai Ummat.

Partai besutan Amien Rais ini ternyata menyimpan potensi kader yang luar biasa, contohnya RH ini. dia terafiliasi dengan gerombolan pengasong agama yang menjadikan kekerasan sebagai jalan perjuangannya. Ngeri banget kan.

Ditangkapnya dua pengurus MUI Bengkulu menandakan bahwa organisasi seperti MUI perlu introspeksi. Kasus ini menambah panjang daftar pengurus MUI yang tersangkut isu terorisme.

Masih ingat kan, beberapa waktu lalu pengurus MUI Pusat juga ditangkap karena teroris, namanya Zein An-Najjah dia terlibat dalam jaringan Jamaah Islamiyah. Selain Zain, ditangkap juga Farid Okbah. Dan Farid Okbah ini adalah pengurus MUI di Bekasi. Bayangin?

Kalau kita perhatikan sekarang ini Densus bukan hanya menyasar aktor-aktor lapangan saja. Atau para penganten yang akan disiapkan sebagai algojo dengan segala tingkah polahnya untuk membuat kekacauan. Iya sih, mereka memang terus diburu.

Tapi coba perhatikan deh, tangkapan Densus mulai naik pada aktor di atasnya. Misalnya menyasar sumber-sumber pendanaan. Kita ingat ada Syam Organizer, ada Yayasan Abdurahman Bin Auf. Ada juga perusahaan yang bergerak dalam bidang logistik, perkebunan, dan berbagai kegiatan lainnya. Yang sebagian dananya disalurkan buat gerakan-gerakan terorisme

Saat ini Densus mulai meningkat lagi. Membersihkan otak dari biang kerok segala kekacauan yang selama ini menghantui kita.

Saya beranggapan, orang-orang yang bercokol di MUI yang ditangkapi Densus itu kategorinya sebagai otak. Mereka tokoh intelektual di balik organisasi teror. Fungsinya bukan sebagai pelaku teror, tetapi mereka menjadi motivator. Menjadi ideolog hingga mendorong orang untuk bertindak brutal atas nama agama.

Yang mengerikan, mereka juga pendakwah. Sering ceramah di mimbar-mimbar agama, sering menjadikan mimbar-mimbar masjid untuk mendistribusi ideologi mereka. Selama ini kita tahu orang kayak Zein Annajah, RH, CA, Farid Okbah bebas menyebarkan pemahamannya di masjid-masjid, di pengajian-pengajian. Coba bayangkan berapa banyak pikiran umat yang rusak akibat provokasi mereka, atau akibat ulah mereka. Atas nama agama orang diprovokasi untuk bertindak brutal.

Jaringan Jamaah Islamiyah sebagai salah satu induk semang terorisme di Indonesia memang kayak mengubah strategi. Beberapa waktu lalu ia mengubah cara perjuangannya. Saat ini mereka mulai menyusupkan orang-orangnya untuk duduk di lembaga-lembaga resmi. Yang paling gampang apa? Ya menyusup ke MUI.

Terbongkarnya persembunyian mereka di MUI ini atau di Partai Ummat adalah hasil endusan Densus 88 yang makin tajam. Semua jaringan dibongkar sampai ke akar-akarnya. Tokohnya digelandang langsung untuk diintrogasi, untuk mempertanggungjawabkan kegiatannya yang berbahaya bagi bangsa ini.

Ini kayak persidangan Munarman. Ingat dong hari ini sedang digelar persidangan Munarman dan berlangsung tanya-jawab tentang posisi Munarman dalam gerakan radikalisme yang melibatkan anggota FPI. Munarman memang bukan orang yang melakukan aksi lapangan. Dia bukan orang yang meledakkan diri di depan gereja.

Tapi fakta-fakta persidangan makin menjelaskan Munarman sangat berperan menjadikan seseorang sebagai teroris. Bahkan dialognya dengan saksi itu menyebutkan bahwa gara-gara Munarman akhirnya adiknya saksi kemudian mati konyol atau mati sia-sia.

Munarman membaiat kader-kader FPI di Makasar, di Sumut, di Jakarta untuk bersumpah setia kepada gerombolan serigala ISIS. Jadi ini menunjukan peran Munarman sebagai tukang kompor, sebagai ideolog yang menjadi inspirasi atau menjadi motivasi orang untuk bertindak brutal.

Fakta persidangan itu juga memuat keterangan bahwa aksi-aksi teror di lapangan yang melibatkan gerombolan FPI juga diinspirasi oleh ceramah-ceramah Rizieq. Jadi boleh dibilang, kelakuan barbar jaringan FPI juga bagian dari tanggung jawab Munarman dan tanggung jawab Rizieq.

Termasuk aksi melawan polisi di KM 50 yang akhirnya menyebabkan 6 orang laskar FPI atau pengawal Rizieq mati konyol.

Jadi sekarang ya, dengan penangkapan pengurus MUI sekaligus pengurus Partai Ummat di Bengkulu oleh Densus 88, agak aneh komentarnya Mustofa Nahra tentang penangkapan pengurus MUI sekaligus pengurus Partai Ummat di Bengkulu. Komentar Mustafa Nahra ini tentu saja membela temannya, karena tadi, ini kader partai Ummat. Mustafa malah menyalahkan Densus.

Kita sih tidak heran dengan statemennya Mustafa. Dulu juga ketika ada Zain Annajah ditangkap, Mustofa paling gencar membelanya. Bahkan Mustofa termasuk orang yang paling gencar menyerang Densus 88. Ngomonglah bahwa selama ini reputasi Densus buruk. Padahal gak pernah ada tuh teroris yang berhasil keluar dari sangkaan. Kenapa? Karena bukti-buktinya jelas. Bukti-bukti sebelum penangkapan itu sudah dikumpulkan dengan matang.

Artinya Mustofa mau membela rekannya yang jelas-jelas tersangkut jaringan terorisme. Dan kalau kita lihat ada terorisme di darat, ada yang nyari dana, ada yang otak terorisme, tapi juga ada yang membela di media sosial dengan statement-statementnya. Jangan-jangan Mustafa… ya kita gak tahulah.

Kasus ini semestinya membuka mata para pengurus MUI di seluruh bangsa ini, di seluruh Nusantara. Agar mereka mau berbenah diri. Jika mereka gak mau dianggap organisasinya sarang radikal, sarang teroris, mereka harus bersih-bersih. Kalau perlu lakukan audit ideologi untuk semua pengurus MUI. Agar dideteksi sejak dini.

Para pengurus yang sering berkomentar di publik dengan nada yang cenderung ke arah sana, ini penting dicurigai. Kalau memungkinkan dibersihkan sejak awal. Atau ditelisik jaringannya. Jangan sampai lho, kita-kita nih sebagai umat melihat MUI akhirnya sebagai tempat mangkal para radikal.

Dan amat sangat tidak fair jika organisasi yang didanai oleh rakyat, yang dibiayai oleh APBN, APBD, dari pajak rakyat, justru isinya orang-orang yang bakal membuat kesengsaraan pada masyarakat. Itu namanya benalu! Dia makan dari pohon inangnya yang bernama Indonesia, tujuannya mau membunuh pohon inang tersebut.

Jika MUI atau Partai Ummat tidak mau berbenah diri, jangan heran jika masyarakat mencurigai lembaga itu, jangan heran jika orang berpikir, kok banyak ya pengurus-pengurus MUI, di Pusat, di Bekasi, di Bengkulu yang ternyata musuhnya Densus 88. Yang ternyata para pengasong agama penganjur kekerasan. Ini yang bahaya. Saya pikir, audit ideologi untuk membuktikan bahwa MUI masih singkatan dari Majelis Ulama Indonesia, bukan Majelis Ulama ISIS. Ini yang mengerikan.

Komentar