Oleh: Ade Armando
Menjelang berakhirnya masa kepemimpinan Anies Baswedan, kecurangan demi kecurangan yang dia lakukan terbongkar.
Kini yang bicara adalah Ketua DPRD DKI, Prasetyo Edi Marsudi. Di hadapan penyelidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Edy menyatakan ada banyak kejanggalan dalam penyelenggaraan Formula E, sejak awal.
Salah satunya, DKI sudah mengeluarkan uang 180 miliar rupiah untuk commitment fee pertama balap Formula E, sebelum pembicaraan soal anggaran rampung di DPRD.
Itu curang. Pemerintah sebagai eksekutif tidak bisa membelanjakan uang seenak-enaknya. Pemerintah harus membuat perencanaan program beserta perencanaan anggarannya dulu untuk kemudian dibicarakan dengan DPR atau DPRD.
Di situlah prinsip check and balance berlaku. Baru setelah DPRD setuju, anggaran bisa diberlakukan dan uang bisa dikeluarkan. Anies ternyata mengabaikan begitu saja prinsip-prinsip itu.
Menggunakan istilah Edy, Anies sudah ijon kepada Bank DKI pinjaman Rp180 miliar, sebelum anggaran menjadi Perda. Lucunya, DPRD tidak diberitahu soal pengajuan kredit tersebut.
Hal ini baru terungkap setelah foto salinan surat kuasa yang diterbitkan Anies untuk mengajukan kredit pinjaman kepada Bank DKI viral di media sosial. Menurut Edy, itu cuma terkait commitment fee pertama yang dikeluarkan Pemprov DKI.
Belum yang lain-lain. Melalui akun Instagramnya, Edy menyatakan ia membawa satu bundel dokumen ke KPK yang ia harapkan dapat membantu KPK dalam melakukan penyelidikan Formula E.
Cerita Ketua DPRD ini memang kembali menguatkan kecurigaan kita tentang potensi korupsi dalam penyelenggaraan Formula E.
Dan ini menjelaskan pula mengapa Anies tidak pernah mau memberi penjelasan secara terbuka kepada publik, kepada wartawan, dan bahkan kepada wakil rakyat mengenai pelaksanaan ajang balap mobil internasional ini.
Semua serba ditutupi, semua serba misterius.
Dan karena semua disamarkan, publik hanya disuguhi kejutan demi kejutan tentang betapa kacaunya rencana penyelenggaraan acara yang dijadwalkan kurang dari empat bulan lagi ini.
Kabar terakhir adalah soal tender pembuatan sirkuit Formula E.
Setelah sempat dinyatakan gagal di akhir Januari, tiba-tiba saja di awal Februari dinyatakan bahwa pihak yang memenangkan tender adalah PT Jaya Konstruksi Manggala Pratama.
Ini sangat mengherankan karena jarak waktu antara keputusan tender gagal dengan penentuan PT Jaya Konstruksi sebagai pemenang tender ulang terlalu singkat.
Hampir pasti tidak ada tender ulang yang objektif dan mengikuti prosedur seharusnya. Ini lagi-lagi adalah juga kecurangan yang tidak boleh terjadi. Keputusan bahwa pemenang tender adalah PT Jaya Konstruksi hampir pasti sudah ditentukan sebelumnya.
Dan ini mungkin sekali terjadi bukan saja untuk bisa bagi-bagi duit di antara kawan-kawan terdekat, namun juga agar pengucuran duit anggaran bisa lebih mudah.
Masalahnya, DPRD DKI sudah menyatakan bahwa pembiayaan pembuatan sirkuit tidak bisa dilakukan dengan menggunakan uang negara, termasuk uang dari bank negara.
Harus melalui sponsor.
Masalahnya, sepanjang yang diketahui, sampai sekarang belum ada sponsor yang bersedia menginvestasikan uangnya. Karena itu sangat mungkin yang akhirnya digunakan tetaplah uang dari kas negara.
Tapi bagaimana caranya?
Dalam kaitan itu, terdengar sebuah kabar baru. Ada informasi bahwa PT pembangunan Jaya, yang adalah induk perusahaan PT Jaya Konstruksi baru beberapa bulan yang lalu meminjam uang dari Bank DKI sebesar Rp1 triliun.
Alasannya adalah untuk membiayai makanan hewan dan gaji pegawai di Ancol. Jadi sangat mungkin uang yang akan digunakan untuk membangun sirkuit berasal dari pinjaman PT Pembangunan Jaya itu.
Diharapkan tentu saja begitu acara ini berlangsung dan uang mengalir masuk, dana itu akan dikembalikan kepada PT Pembangunan Jaya yang akan mengembalikannya kepada Bank DKI.
Prosesnya bagaimana, wallahualam bissawab. Tapi ini memang menjadi ciri khas Anies. Penuh akal-akalan.
Soal commitment fee ini juga bisa berbuntut panjang, termasuk nantinya akan membebani pemerintahan baru DKI pasca Anies. Anies nampaknya telah membuat kesalahan fatal yang membebani rakyat Jakarta.
Pemprov DKI kabarnya sudah menandatangani kontrak untuk menyelenggarakan acara Formula E selama lima tahun berurut-turut, dari 2020-2024, dan Pemrov DKI sudah menyetujui untuk membayar Commitment Fee untuk penyelenggaraan selama lima tahun itu.
Celakanya, commitment fee itu tidak dapat begitu saja dibatalkan. Bisa jadi yang 2020 dan 2021 dibatalkan karena adanya keadaan mendesak.
Tapi masih ada tiga kali kewajiban lagi yang masih harus dibayarkan, sebesar kurang lebih Rp1,5 triliun.
Dan ini semua terungkap gara-gara bocornya sebuah surat yang dikeluarkan Dinas Pemuda dan Olahraga DKI kepada Anies. Surat ini ditulis pada 15 Agustus 2019, alias dua setengah tahun yang lalu.
Dalam surat itu dikatakan, Anies dan Pemprov WAJIB – saya ulang ya: WAJIB – membayar commitment fee penyelenggaraan ajang balap Formula E sampai 2024. Perincian bayaran per tahunnya tertera secara jelas.
Yang menarik dari isi surat itu, termuat keterangan bahwa pembayaran commitment fee selama lima tahun itu harus dilakukan oleh Anies dalam masa jabatannya. Jadi walaupun arena balap itu dijadwalkan sampai 2024, sementara Anies sudah harus turun pada 2022, Pemprov DKI tetap harus melunasi commitment fee sampai 2024.
Kalau Anies tidak mau membayarnya, Pemprov berpotensi untuk digugat di arbitrase internasional di Singapura. Saat ini KPK masih terus menyelidiki bukti-bukti dan penjelasan saksi-saksi tentang Formula E.
Kita tidak tahu apa lagi yang akan terungkap. Kita hanya bisa berharap kebenaran menemukan jalannya. Dan Anies harus bertanggung jawab.