Oleh: Syafiq Hasyim.
Wahai mereka yang tidak suka NU, kalau membuat gerakan melawan NU mbok yang masuk akal. Ini kesan saya ketika membaca sebuah flyer soal pendirian organisasi baru yang diberi nama NU Khittah, yang isinya ternyata bukan tokoh-tokoh NU yang selama ini kita kenal. Bahkan sebagian besar mereka tidak memiliki latarbelakang NU.
Tapi mengapa mereka membuat deklarasi organisasi NU Khittah? Paham tidak mereka dengan nama organisasi yang mereka gunakan? Dan juga paham tidak mereka dengan istilah khittah? Mereka tahu tidak dengan hasil Muktamar Lampung 2021?
Saya kira mereka tidak paham! Niat mereka mendirikan organisasi NU Khittah memang bukan untuk NU, namun untuk kepentingan politik kelompok mereka sendiri. Mereka sengaja menggunakan nama NU untuk hasrat mereka yang tak terbendung untuk selalu menentang apapun kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Karena mereka sadar bahwa mereka ini kelompok kecil, maka mereka sengaja memakai NU sebagai image brand mereka. Dengan memakai NU, seolah-olah ada NU baru yang lebih baru, lebih khittah dan lain sebagainya dari NU yang sekarang ini ada.
Jelas mereka tidak paham bahwa zaman seperti sekarang masyarakat Nahdliyyin sulit untuk dikelabui dengan gerakan-gerakan model seperti ini. Warga NU sudah sangat paham karena kerja-kerja literasi NU yang sangat gencar, terutama di era sosial media. Kelompok NU Khittah ini terlalu underestimate akan tingkat literasi warga NU, terutama atas tokoh-tokoh dan pemimpin-pemimpin mereka, serta kyai-kyai mereka.
Di sana misalnya dicantumkan sosok Rizal Ramli. Tokoh ini benar pernah dekat dengan Gus Dur dan bahkan pernah menjadi Menko Ekuin pada zaman kepresidenan Gus Dur, namun dia sendiri bukanlah orang dari latar belakang NU. Gus Dur merekrutnya karena keahlian Ramli dalam hal ekonomi. Lalu, NU Khittah menjadikannya Dewan Pakar untuk menandakan bahwa organisasi mereka ini memang terdiri dari orang-orang NU.
Lalu di dalam kepengurusan mereka juga dicantumkan nama tokoh NU lain, bahkan cucu pendiri NU, Kyai Solachul Aam Wahib Wahab, cucu dari kyai Wahhab Chasbullah. Benar beliau berdarah NU, namun warga NU mengetahui tokoh-tokoh dan keturunan-keturunan para pendiri NU yang selama ini memang malang melintang dan aktif di dalam kepengurusan NU yang resmi.
Saya ingin mengatakan bahwa meskipun organisasi NU Khittah ini berusaha untuk menampilkan bahwa ini benar-benar NU, namun warga NU tetap awas pada hal-hal seperti ini. Mereka ini selalu melihat rekam jejak tokoh-tokoh mereka. Mereka warga NU mengenal dan mencintai tokoh-tokoh mereka sehingga ketika ada tokoh-tokoh yang bukan berasal dari NU, atau tidak dekat dengan NU, mereka cepat mendeteksi dengan kuat.
Para pendiri NU Khittah ini nampaknya hanya ingin mengulangi kegagalan-kegagalan dari gerakan-gerakan tanding yang pernah muncul di lingkungan NU. Masih ingat kan Abu Hassan yang didukung oleh rezim Suharto untuk menandingi NU pada masa itu? Gerakan Abu Hassan ini harus menerima kegagalan.
Lalu, pada zaman kepemimpinan Kyai Said Aqil Siradj, ada oposisi dalam NU yang dinamakan dengan NU Garis Lurus, gerakan ini juga tidak laku di pasaran warga NU. Bahkan ketika salah satu pimpinan mereka –NU Garis Lurus–mencalonkan diri di bursa Muktamar Jombang, 2015, dia gagal dan hanya mendapatkan 1 suara saja.
Lalu ketika ada spekulasi bahwa NU akan dipimpin oleh tokoh-tokoh yang selama ini tidak dekat dengan NU, katakanlah Rizieq Shihab dan juga Abdus Somad, karena persoalan gerakan 212 di mana posisi NU menentang mereka, ternyata dua orang ini tak satupun disebut di dalam pemilihan Ketua Umum PBNU di Muktamar Lampung beberapa waktu yang lalu.
Organisasi Khittah NU ini memang benar-benar nekad. Jika mereka memahami sejarah gerakan tanding yang selalu gagal, mereka harusnya tidak repot-repot membuat organisasi seperti ini.
Mereka tahu tidak bahwa hasil keputusan Muktamar Lampung itu salah satu hal yang pokok adalah NU tidak akan terlibat dalam politik praktis. NU dijanjikan oleh Kyai Yahya Staquf tidak akan mencalonkan presiden dan wakil presiden pada Pemilu mendatang. Jika mungkin mereka para pengusung organisasi NU Khittah ini sudah tahu, pasti mereka bersikap pura-pura tidak tahu.
Mengapa? Karena syahwat politik mereka terlalu kuat untuk diberikan pengetahuan yang sebenar-benarnya terjadi. Mengapa untuk menentang IKN saja mereka harus susah-susah mengelabui kaum Nahliyyin dengan mendirikan organisasi baru? Pasti nalar sehat tidak bisa digunakan untuk menjawab motif apa di balik mereka mendirikan NU Khittah.
Kebesaran NU terjaga sampai sekarang itu bukan saja karena organisasi ini didirikan oleh tokoh-tokoh yang ikhlas, namun juga karena organisasi ini terus mengembangkan dirinya. Organisasi ini selalu belajar dari masa lalu soal kegagalan-kegagalan dan juga soal keberhasilan-keberhasilan yang harus dikembangkan oleh organisasi ini untuk keperluan masa depan.
NU besar dan saya kira terbesar karena organisasi ini merawat warganya, para kyai di kampung adalah penjaga mereka, nahdliyin, dalam 24 jam sehari. Organisasi NU Khittah tidak mengerti detail-detail seperti ini sehingga dengan mendirikan organisasi yang mencatut nama NU mereka anggap akan meraih keberhasilan.
Jika saya boleh berkomentar, organisasi NU Khittah ini sedang merambah jalan absurditas. Mengapa? Pada akhirnya organisasi NU Khittah ini tidak akan mendapatkan apa yang mereka inginkan untuk memecah belah NU yang resmi. Mereka mungkin sudah memperkirakan kegagalan mereka, tapi mereka tetap saja melakukannya. Itulah absurditas yang saya maksud.
Kalau mereka memang sekumpulan orang-orang yang memang tidak setuju dengan program-program pemerintah seperti soal IKN, kenapa mereka tidak membuat dan membangun organisasi mereka sendiri tanpa mencatut nama NU untuk melontarkan ketidaksetujuan mereka pada program pemerintah. Dengan tindakan mereka ini, jelas PBNU sebagai organisasi besar, akan dirugikan oleh tindakan mereka.
Jika mereka, organisasi NU Khittah ini memang tidak setuju dengan kepengurusan resmi NU, baik yang dulu maupun yang sekarang, seharusnya mereka bertanding di forum resmi organisasi. Tapi mereka tidak melakukan hal itu karena mereka tahu bahwa mereka tidak akan menang dan mampu meraih kepercayaan dari forum Muktamar yang lima tahun sekali dilakukan oleh NU.
Sebagai catatan, organisasi NU Khittah ini mencerminkan adanya upaya terus-menerus bagi pihak di luar NU untuk menggerogoti organisasi Islam terbesar di Indonesia ini. Alasan pihak luar ini bermacam-macam, namun sejarah memberikan pelajaran kepada kita semua bahwa mereka akan sulit berhasil. Saya berharap dari pihak dalam NU sendiri menjadikan gerakan-gerakan tanding dari luar ini untuk memperkuat konsolidasi internal organisasi. Hanya keadaan solid di dalamlah yang bisa mengalahkan ancaman-ancaman dari luar yang terus dan senantiasa ada.