Oleh: Eko Kuntadhi
Ada isu paling menggelikan sekaligus memuakkan yang sekarang lagi dimainkan oleh gerombolan pengasong agama. Ini berkenaan dengan perpindahan ibukota dari Jakarta menuju Kalimantan Timur. Nama ibukota baru kita adalah Nusantara.
DPR sudah mengetuk palu, UU Ibukota baru sah berlaku. Semua fraksi di DPR sepakat dan setuju. Dan seperti biasa kecuali satu fraksi, PKS yang menolak. Tapi kalau PKS menentang, itu tandanya keputusan tersebut sudah benar.
Dalam bahasa agama, perpindahan ibukota baru itu kayak hijrah. Berpindah dari sesaknya Jakarta ke tempat yang lebih baik di Kalimantan Timur. Minadzulumati ila nur…
Tapi PKS tetap gak setuju. Hidayat Nur Wahid malah teriak-teriak minta referendum. Lho, kalau harus digelar referendum, buat apa ente duduk di DPR Yat, membahas UU?
Begini, Yat ya. DPR adalah lembaga perwakilan rakyat. Ketika Pemilu, rakyat memutuskan untuk menempatkan wakilnya di Gedung dewan tersebut. Ente tuh Yat dan fraksi PKS salah satu yang dipilih rakyat.
Kita sih ikhlas ente digaji sama negara. Dapat fasilitas negara. Makan duit negara. Kalau seluruh fraksi di DPR dalam pembahasan UU sudah setuju Ibukota baru dan cuma PKS doang yang menentang, ente gak usah nyari-nyari alasan buat mengacau. Pakai teriak-teriak referendum segala. Kan proses demokrasinya sudah jalan di DPR.
Itu norak, Yat!
Soal PKS gak setuju, kami maklum. Itu emang cirinya PKS, selalu menolak hal baik dan bermanfaat buat rakyat. Jangankan UU perpindahan ibukota wong UU TPKS yang mau melindungi para perempuan Indonesia dari para predator se*sual saja PKS juga menentang.
Ada lagi kedegilan yang terjadi di luar DPR. Yang meneriakkannya ya, gerombolan-gerombolan yang sama.
Misalnya Eddy Mulyadi. Mantan Caleg PKS ini bikin hoax yang gak kira-kira. Katanya pemerintah Jokowi sengaja membangun ibukota baru, karena nanti di sana akan diisi oleh warga negara China.
Capres bermodal Google Form, Rizal Ramli juga narasinya sama. Nanti ibukota baru akan diisi oleh WNA-WNA dari China.
Menurut mereka karena lokasi ibukota baru kan masih sepi, trus siapa yang mau pindah ke sana? Gak mungkin orang-orang Jakarta mau pindah ke sana. Siapa yang nyuruh orang Jakarta pindah? Kan memang gak begitu cara berpikirnya. Dengan cara pikir cekak itulah mereka mengambil kesimpulan dan membohongi publik Indonesia dengan narasi-narasi noraknya itu.
Begini ya. Ibukota baru itu nanti akan ada 180 ribu ASN yang akan pindah dari Jakarta ke sana. Kenapa mereka pindah? Ya karena kantornya pindah. 180 ribu ASN itu, kalau pindah bareng-bareng keluarganya, itu setidaknya dikalikan empat, sekitar 750 ribu orang. Banyak itu lho.
Kalau ada 750 ribu orang ngumpul di sebuah kota. Pasti mereka butuh pasar, butuh rumah sakit, butuh bank, sekolah, restoran, sopir, salon, penjahit, toko kelontong, dan berbagai kebutuhan lainnya. Semua itu kan butuh orang, butuh karyawan.
Otomatis dengan sendirinya kota itu akan terisi. Karena ada pasar yang terbuka. Ada kesempatan ekonomi yang terbuka. Jadi ngapain juga mendatangkan WNA dari China segala.
Apakah Eddy Mulyadi dan Rizal Ramli gak tahu logika yang paling sederhana ini? Enggak. Mereka tahu. Tapi mereka juga tahu omongan mereka memang ditujukan buat orang-orang tolol jemaahnya yang mudah dikibuli. Mereka berkepentingan untuk menaikkan lagi isu sentiment rasial anti-China. Itu tujuannya.
Ada lagi yang lebih menyebalkan. Alfian Tanjung penceramah gila PKI ini malah membuat analisa paling ngawur seangkasa raya. Katanya bahwa ide perpindahan ibukota itu adalah ide PKI.
Apakah penceramah ini gak tahu PKI sudah almarhum sejak lama dari bumi Indonesia? Dia pasti tahu. PKI sudah gak ada, sudah tidak ada lagi bau-baunya, Alfian pasti tahu. Tapi, sama seperti Eddy Mulyadi atau Rizal Ramli, Alfian Tanjung si penceramah ini juga tahu omongannya untuk dikonsumsi oleh manusia-manusia tolol yang lebih percaya pada tahyul ketimbang kenyataan.
Alfian cuma pengin ngomong pada jamaahnya, yang otaknya tidak berkembang.
Pernah gak, kita pikirkan, kenapa orang-orang jenis ini selalu hobi menggunakan narasi anti-China dan PKI. Dikit-dikit China, dikit-dikit PKI.
Isu PKI dan anti-China adalah cara untuk membangun sentiment atau kebencian rasial dan kebencian agama di Indonesia. Kita harus ingat, konflik paling parah jika didasari pada kebencian rasial dan agama.
Jadi, itulah target gerombolan ini sesungguhnya. Menciptakan konflik horizontal.
Kenapa mereka suka konflik horizontal terjadi di Indonesia? Karena hanya dengan konfliklah mereka bisa menari dalam genderang kekuasaan. Hanya dimulai dengan genangan darahlah mereka bisa duduk di puncak kekuasaan.
Kalau prosesnya berlangsung normal-normal saja, maksud saya proses politik berlangsung normal-normal saja, mereka gak akan bisa berkuasa di Indonesia. Paling banter bisa mengisi sedikit kursi di DPR. Itupun hasil menjual agama dengan cara yang paling menjijikkan.
Jadi kita paham. Soal ibukota baru ini mereka teriak-teriak lagi soal China dan PKI. Ya, karena bahan jualannya hanya itu. Tidak ada lagi yang bisa dibanggakan, kecuali kebenciannya pada kemajuan Indonesia. Itu yang terpenting. Mereka selalu menghambat kita ketika kita hendak bergerak maju. Karena kalau kita bergerak maju, mereka atau ideologinya atau gerombolan-gerombolan jenis ini pasti akan gak punya pasar di Indonesia, pasar mereka cuma orang-orang tolol. Orang-orang cerdas pasti akan menertawakan apa yang mereka bicarakan.