Oleh: Eko Kuntadhi
Sejak hampir 5 tahun lalu saya menunggu hadirnya tahun 2022. Rasanya itu lama banget. Sejak awal, sudah banyak kelucuan yang terjadi di Jakarta. Makanya saya menunggu tahun ini. Gak usah saya sebutkan kisah-kisah kelucuan itu.
Anda pasti sudah hapal, mulai dari Anggaran Lem Aibon, Ok-Oce yang gak jelas, jaring hitam yang nutupin kali, Rumah DP0% yang sekarang entah gimana kabarnya, Formula E, sampai sumur resapan yang ternyata lebih jago meresap anggaran ketimbang meresap air hujan.
Saya menanti tahun 2022 agar semua kelucuan, kedegilan dan keanehan di Jakarta ini segera berakhir dan kita bisa hidup normal kembali. Agar kita bisa menarik nafas lega. Seperti habis minum obat batuk gitu deh.
Begini. Gubernur Jakarta Anies Baswedan itu dilantik kira-kira tahun 2017. Nah, pada tahun ini 2022 masa jabatannya habis. Itulah saat-saat yang paling saya nantikan. Saya yakin penantian ini juga dialami oleh banyak warga Jakarta.
Pemerintah dan DPR sudah sepakat menggelar Pemilu serentak pada 2024. Pemilu Presiden dan Legislatif digelar pada Februari 2024. Sedangkan Pilkada digelar pada November 2024.
Para kepala daerah yang masa jabatannya habis sebelum waktu digelarnya Pemilu, pasti harus dicopot. Mereka digantikan dengan pejabat pelaksana. Nah, para pejabat pelaksana ini diangkat oleh Mendagri sampai Pemilu berikutnya memilih kepala daerah yang baru.
Di Indonesia ada sekitar 101 kepala daerah yang masa jabatan pimpinannya habis di 2022 ini, termasuk Jakarta. Dan ada 170 lagi habisnya pada 2023. Jadi total 271 daerah langsung digantikan oleh plt nanti.
Nah, tahun 2022 adalah masa di mana penduduk Jakarta bisa menarik nafas lega. Pertama, karena Anies Baswedan sudah selesai masa jabatannya. Kita ramai-ramai mengucapkan alhamdulillah…
Kedua, karena saat itu tidak ada Pilkada di Jakarta. Trauma pada Pilkada paling brutal di 2016 bisa dihapuskan dalam ingatan kita. Konflik yang hampir membawa perpecahan bangsa bis akita delete sebentar.
Aniesnya gak menjabat lagi sebagai gubernur dan Pilkada Jakarta diundur sampai 2024.
Tapi rupanya, warga Jakarta masih deg-degan, sama kayak saya. Angan-angan terlepas dari mimpi buruk pada 2022 ternyata belum bisa terhapus seluruhnya. Pasalnya, dalam beberapa kesempatan Wakil Gubernur Riza Patria meminta Presiden Jokowi untuk tidak mengangkat pejabat pelaksana di Jakarta. Jadi Riza mengusulkan agar gubernurnya tetap Anies dan wakilnya tetap Riza. Kalaupun masa jabatan dia sudah habis di 2022.
Saya sih, gak yakin, Jokowi menyetujui permintaan aneh dari Riza itu.
Pertama, kalau permintaan Riza disetujui lalu bagaimana dengan 200 daerah lainnya. Pasti mereka juga minta dong, masa cuma Jakarta yang diperpanjangan masa jabatannya. Sementara mereka enggak.
Itu pasti akan menimbulkan komplikasi politik serius di banyak daerah.
Kedua, waktu Anies menjabat sebagai Menteri Pendidikan saja kan dicopot karena gak bisa kerja. Masa sekarang masa jabatannya sudah selesai, eh malah diperpanjang. Kan ini logika yang gak nyambung? Memang kualifikasinya gak bisa kerja.
Apakah Presiden Jokowi tega membiarkan warga Jakarta sesak nafas lagi sampai 2024 nanti?
Mungkin karena isu itu juga, ide soal perpanjangan masa jabatan Presiden karena alasan pandemi saat ini tidak direspons oleh Jokowi. Presiden ngerti banget, usulan itu atau usulan-usulan seperti itu bakal digoreng jadi isu politik serius.
Kita emang tahu, ada geremeng-geremeng bahwa dengan alasan kondisi lagi pandemi masa jabatan Presiden bisa ditambah dua atau tiga tahun saja. Tapi saya rasa itu bukan isu yang menarik buat seorangJokowi.
Untuk sampai pada keputusan itu diperlukan amandemen UUD. Wong, UU yang mengatur soal masa jabatan kepala daerah saja konsisten dijalankan, ditunjuk Plt. Padahal statusnya hanya UU, bukan UUD.
Dengan kata lain, Pak Jokowi itu orang yang konsisten dengan aturan main. Dan penantian saya pada 2022 ini mudah-mudahan bisa terwujud. Sesak nafas bisa berkurang. Kayak lagi jalan-jalan pagi di Puncak.
Karena apa? Sesak nafas model begini gak akan sembuh cuma dengan minum obat atau menghirup inhaler. Sesak nafas warga Jakarta hanya bisa disembuhkan kalau Anies sudah tidak jadi Gubernur.
Sambil menunggu 2024, terserah nanti Anies mau ikut Pilkada Jakarta lagi atau mau jadi Capres, dari tahun 2022 dia bisa istirahat. Dia bisa menikmati sebagai warga Jakarta. Waktu kosongnya bisa digunakan untuk menghitung berapa banyak jumlah sumur resapan di Jakarta saat ini.
Perlu diinformasikan bahwa Pemilu serentak itu diputuskan jauh sebelum Anies duduk sebagai Gubernur DKI. Jadi masa jabatan gubernur DKI yang selesai 2022 dan diangkat Plt itu keputusannya sebelum Anies jadi gubernur. Diputuskan dalam pembahasan bersama DPR. Dan berlaku untuk seluruh Indonesia.
Nah, kalau ada orang yang ngomong, Jokowi sengaja mau mengganjal karier Anies dengan cara menggantinya dengan Plt, suruh mereka keramas dulu sebelum ngomong. Mungkin mereka belum keramas dari semalem.
Tentu dengan pergantian 200 lebih kepala daerah dengan pejabat pelaksana, ada orang yang mencurigai wewenang Mendagri. Soalnya di tangan Mendagri Tito Karnavian itu nanti ditentukan siapa pejabat pelaksana kepala daerah di berbagai wilayah. Ini tandanya ada 271 wilayah yang kepala daerahnya bergantung pada keputusan seorang Mendagri.
Apalagi kita kan mau masuk tahun politik.
Partai-partai pasti berkepentingan untuk memastikan orang yang menjabat sebagai Plt nanti tidak merugikan partainya.
Nah, di sinilah mungkin akan ada berbagai manuver. Pak Tito akan sangat disibuki untuk menentukan siapa yang akan ditunjuk menjadi Plt di sebuah daerah. Mau tidak mau, pak Titor harus tegar menahan gelombang kepentingan para partai itu. Dan kita alhamdulillah sih, beberapa waktu lalu presiden sudah menandatangani Kepres untuk posisi Wakil Menteri Dalam Negeri. Pak Tito nanti punya wakil, ia akan punya partner untuk berdiskusi proses dan mungkin menjadi krusial ini.
Tapi setidaknya pada saat yang menggembirakan kita, tahun ini, iya tahun ini, Anies sudah tidak menjadi gubernur Jakarta lagi. Dan tentu, kita bisa sama-sama mengucapkan alhamdu-lillah…