Oleh: Eko Kuntadhi
Sampai sekarang, lokasi balap Tamiya Formula E di Jakarta belum diputuskan di mana. Awalnya mau digelar di Monas, tapi kemudian batal.
Anehnya yang protes dan membatalkan lokasi balapan di Monas, bukan Jemaah 212, karena tempat dibadah mereka mau dijadikan ajang balap. Juga bukan karena pohon di mana biasanya Jemaah-jemaah 212 itu pipis saat demo di Monas, waktu itu ditebangin sama Anies.
Yang tidak setuju Monas dijadikan arena balap adalah para Menteri. Mereka tergabung dalam Komisi Pengarah Pembangunan Kawasan Medan Merdeka, yang diketuai oleh Mensesneg. Hasil rapat komisi inilah yang kemudian melarang Anies merusak cagar budaya di Monas.
Padahal sebelum rapat itu pohon-pohon di Monas sudah ditebangi tanpa kulonuwun oleh Anies Baswedan. Menteri-menteri tersinggung, ini gubernur yang agak kurang ajar deh kayaknya!
Monas gagal jadi lokasi Formula E. Sementara waktu makin mepet. Masa jabatan Anies akan berakhir kira-kira Oktober 2022 nanti. Padahal untuk proyek Formula E, Gubernur Jakarta atau Pemda DKI sudah menggelontorkan duit sampai triliunan buat ajang gaya-gayaan kayak gini.
Jadi itungannya, agar selamat gak diutak-atik tentang program yang aneh ini, mau gak mau balapan harus dilaksanakan di Jakarta, setidaknya Juni 2022 saat Anies masih menjabat sebagai gubernur Jakarta. Dan mungkin saja dia akan kebagian naikin bendera kotak-kotak kayak papan catur untuk memulai balapan.
Nah, karena kondisi atau lokasi di mana Formula E akan digelar belum diputuskan. Kemarin datang utusan dari Formula E ke Jakarta untuk mengecek lokasi. Ada lima lokasi yang katanya bakal jadi alternatif, yaitu SCBD di Sudirman, Kawasan Pantai Indah Kapuk, JI Expo di Kemayoran, Stadion Jakarta di Tanjung Priok dan di Kawasan Ancol.
Sialnya, setelah mereka cek sana-sini bareng sama Ketua IMI Bambang Soesatyo malah kemudian hasilnya dilempar ke Pak Jokowi. Bambang Soesatyo sebagai Ketua IMI yang juga Ketua MPR Indonesia meminta Pak Jokowi untuk memutuskan lokasi mana yang cocok untuk Formula E.
Nama Jokowi kayak sengaja dicatut agar balapan Tamiya ini bisa digelar di Jakarta.
Keliatannya simple. Jokowi atau Presiden hanya diminta untuk memutuskan soal lokasi saja. Tapi di mata saya gak sesimpel itu, Fernando!
Iya benar, mereka seperti hanya meminta Jokowi memutuskan soal lokasi balap. Tapi permintaan tersebut dampaknya bisa lebih dari itu. Seolah-olah mereka yang selama ini merancang Formula E untuk jadi ajang balapan di Jakarta ingin menyeret Presiden dalam carut-marut proyek yang makin hari makin gak jelas.
Kita tahu masalah yang membelit Formula E bukan hanya soal lokasinya yang sampai saat ini kita gak tahu di mana tepatnya. KPK sudah mulai menyelidiki ada bau-bau korupsi di proyek ini. Fraksi PSI dan PDIP juga pernah mengajukan hak interpelasi untuk meminta keterangan kepada Gubernur. Tetapi Gubernur tidak memberi keterangan.
Sebenarnya masyarakat juga gak kurang-kurang memprotes proyek mubazir ini.
Anies sendiri pernah dimintai keterangan oleh KPK atas kasus ini. Waktu itu dia mengutus Bambang Widjojanto datang ke Kuningan untuk mewakili dirinya. Nah, mantan Ketua KPK yang kini mengabdi di Pemda DKI sebagai TGUPP ini pasang badan buat proyek buang-buang anggaran ini.
Dulu dia teriak-teriak korupsi, sekarang pasang badan buat Anies Baswedan.
Menyerahkan keputusan lokasi balap ke tangan seorang Jokowi, di mata saya ini seperti meminta Presiden membersihkan piring kotor sehabis pesta yang sudah dinikmati oleh banyak orang.
Gampang dibaca, langkah ini lebih banyak motif polkadotnya ketimbang sekadar keputusan lokasi balapannya di mana. Anies ingin menjadikan Jokowi sebagai tameng untuk meredam berbagai protes masyarakat karena memang Formula E banyak kejanggalan. Banyak yang aneh dan kayak blepotan gak karu-karuan, Anies dengan meminta Pak Jokowi untuk memutuskan lokasi seperti ingin bersembunyi di ketiak Presiden. Agar gak diprotes oleh publik.
Kalau kita lihat, sebetulnya Formula E ini bukan cuma ulah seorang gubernur sendiri. Kalau kita amati atau baca-baca berita, bau-bau Jusuf Kalla itu lumayan kuat di proyek ini. Sebut saja dalam proyek ini kita dengar ada nama Sadikin Aksa family dekatnya JK. Ada juga bekas juru bicara JK saat jadi Wapres, Husein Abdullah yang ditugaskan menghandle urusan komunikasi proyek ini.
Ada juga terlibat Francis Wanandi, kemenakannya Sofyan Wanandi. Dan kita tahu Sofyan Wanandi adalah teman dekat JK dan staf ahli JK saat JK ngantor di istana negara pada periode yang lalu.
Artinya di belakang proyek ini kok kayak ada kekuatan politik lain yang mau menikmati gemah ripah loh jinawi APBD Jakarta. Saya memandang dan rasa-rasanya emang kayak gitu.
Lantas apa, tiba-tiba urusannya Bambang Soesatyo sebagai Ketua Ikatan Motor Indonesia menyorong-nyorong bola ke Jokowi sekarang?
Gini, sebelum dijabat oleh Bambang Soesatyo, Ketua IMI itu adalah Sadikin Aksa. Bahkan sampai sekarang, Sadikin juga masih aktif di IMI. Lewat IMI inilah proyek balap Tamiya itu digagas.
Bamsoet sendiri adalah orang Golkar yang dikenal lumayan dekat dengan JK.
Jadi keliatannya ini bukan sekadar proyek balap-balapan, seperti yang sering digembar-gemborkan untuk menarik wisatawan. Formula E ini, di mata saya tidak lebih dari proyek bancakan APBD.
Atau sebagai kompensasi Anies kepada para bohir atas dukungan politiknya selama ini.
Maka jangan kaget juga jika Direktur Jakpro Dwi Wahyu Daryoto, gak kuat menahan beban melaksanakan proyek yang carut-marut ini. Ia gak mau jadi orang yang tangannya blepotan getah nangka, sementara yang menikmati nangkanya adalah para cukong politik itu.
Mungkin Dwi Wahyu memilih mengundurkan diri ketimbang dikorbankan jadi kambing hitam. Karena dia lebih mulia dari kambing. Jakpro sendiri adalah BUMD DKI yang secara teknis menangani gelaran Formula E.
Sekarang sekali lagi, bola dilempar ke tangan Presiden oleh Bambang Soesatyo. Dan seolah-olah Presiden pengin diseret-seret mengurus proyek Formula E. Lalu banyak orang, terutama para pendukung Anies Baswedan tepuk tangan, tuh bahwa sebetulnya Formula E adalah proyek Jokowi.
Halo!? Kok proyek Jokowi?
Istana sendiri sudah keluar statemen bahwa semua hal tentang Formula E, itu menjadi tanggung jawab Pemda DKI.
Jangan menarik-narik Presiden. Jokowi sih ngerti, dia tak mau dijadikan tameng oleh seorang Anies Baswedan atas proyek yang blepotan ini.
Kalau aja mereka masih maksa juga meminta Presiden memutuskan di mana lokasi Formula E, saya punya usul nih, gimana kalau lokasi balap Formula E digelar di lantai dasar sebuah mall. Dekat mandi bola begitu. Sebelahan sama Timezone.
Track balapannya kan tinggal dirangkai. Saya pikir anak-anak kecil akan sedang menontonnya…