RACHEL VENNYA MESTI DIHUKUM

Oleh: Dara Nasution

Soal penanganan COVID-19, Indonesia saat ini lagi punya banyak kabar baik. Pertama, kasus COVID-19 yang semakin turun kurvanya, saat ini kasus harian kita di bawah 1.000 kasus. Lalu, pencapaian vaksinasi kita yang per hari ini juga sudah mencapai 170 juta dosis. Namun, kabar baik itu tercoreng dengan berita salah satu selebgram bernama Rachel Vennya yang kabur dari kewajiban karantina setelah pulang dari Amerika Serikat.

Ada yang bilang, Rachel sempat dikarantina tiga hari di Wisma Atlet lalu kabur dibantu seorang anggota TNI berinisial FS. Tapi, belakangan Rachel membantah dan bilang bahwa ia sama sekali tidak pernah karantina di Wisma Atlet.

Tapi, emang dasar netizen Indonesia punya bakat jadi detektif, netizen menemukan foto yang diduga Rachel dengan pacarnya sedang karantina di Wisma Atlet. Saat dikonfirmasi ke Satgas COVID, mereka bilang sedang melakukan investigasi tentang kasus ini. Kita tunggu sajalah hasil investigasinya.

Tapi saya adalah salah satu orang yang kesal banget ketika mendengar kasus ini. Karena, sama seperti Rachel, saya juga wajib menjalani karantina di hotel sepulang dari studi saya di Inggris pada bulan Juli lalu. Tapi saya heran kenapa Rachel bisa karantina di Wisma Atlet?

Berdasarkan Keputusan Kepala Satgas COVID-19 NoMOR 12/2021 tanggal 15 September 2021, yang berhak mendapat fasilitas repatriasi karantina di RSDC Wisma Pademangan adalah:

1) Para pekerja Migran Indonesia (PMI) yang kembali ke Indonesia dan menetap minimal 14 hari di Indonesia,
2) Pelajar/Mahasiswa Indonesia setelah mengikuti pendidikan atau melaksanakan tugas belajar dari Luar Negeri dan,
3) Pegawai Pemerintah RI yang kembali ke Indonesia setelah melaksanakan perjalanan dinas dari Luar Negeri.

Dari peraturan itu, Rachel bukan termasuk dalam kategori orang yang boleh menikmati fasilitas karantina gratis. Ia bukan pekerja migran, bukan pelajar, dan bukan pegawai pemerintah RI. Dengan followers Instagram sebanyak 6.7 juta dan tarif endorse Rp25 juta per foto di feeds, saya yakin Rachel sangat mampu membayar biaya karantina di hotel paling mahal di Indonesia sekalipun.

Mahasiswa Indonesia yang baru pulang, seperti saya, berhak untuk mendapatkan fasilitas karantina gratis di Wisma Atlet. Namun, pada waktu itu, di bulan Juli, kasus COVID-19 di Indonesia sedang tinggi-tingginya sehingga saya merasa, lebih baik slot karantina saya di Wisma Atlet dialokasikan untuk orang yang lebih membutuhkan. Maka, saya akhirnya karantina di sebuah hotel di Jakarta dengan membayar biaya sendiri.

Kalau ditanya, gimana rasanya karantina di hotel? Wah, saya patut apreasiasi Kemenparekraf yang sudah menetapkan SOP yang ketat sekali untuk karantina WNI dari luar negeri. Dari bandara, saya dijemput oleh pihak hotel, lalu ketika sampai di hotel saya bahkan harus check-in dari pintu khusus yang berbeda dari lobi utama karena bisa saja saya membawa virus COVID-19 dari pesawat. Setelah sampai, saya langsung dites PCR, lalu diantar ke kamar hotel.

Selama masa karantina, saya gak boleh ke mana-mana dan gak boleh ketemu siapa-siapa, lift di satu lantai itu dimatikan, jadi benar-benar terisolasi. Saya juga gak bisa pesan gofood dan mesti makan makanan hotel. Setiap pukul 2 siang setiap hari, ada perawat yang datang mengecek suhu tubuh saya, untuk berjaga-jaga bila saya menunjukkan gejala COVID-19. Satu hari sebelum masa karantina berakhir, saya kembali dites PCR dan baru boleh pulang setelah hasil tesnya negatif. Jadi, kalau hari ini kita melihat kurva kasus COVID-19 di Indonesia melandai, salah satu kuncinya adalah pengendalian kasus dari luar negeri yang begitu ketat, seperti yang saya alami.

Jadi, saya gak habis pikir ketika Rachel Vennya kabur karantina, memangnya dia gak sadar bahwa ia berisiko menularkan COVID-19 ke sekitarnya. Ada yang juga yang bilang, lho kan sudah di-PCR sebelum naik pesawat dan sudah vaksin, ngapain mesti karantina lagi?

Pertama, vaksin memang bisa mencegah orang bergejala berat atau meninggal ketika terkena COVID, tapi orang yang sudah divaksin tetap bisa menjadi carrier atau pembawa virus dan menularkannya ke orang lain, yang mungkin lebih rentan terkena COVID-19, misalnya ke lansia dan anak-anak yang belum divaksin. Kedua, meski dites negatif sebelum terbang, orang tetap bisa ketularan di bandara atau di dalam pesawat. Bisa jadi ketika kamu mendarat, virusnya masih di tahap inkubasi jadi belum terdeteksi. Itulah gunanya karantina dengan tes PCR dua kali supaya kita betul-betul aman sebelum dilepas kembali beraktivitas bersama masyarakat.

Dalam video klarifikasinya, Rachel mengaku bahwa alasannya kabur karantina karena ia ingin cepat-cepat ketemu sama dua orang anaknya yang masih kecil. Kangen banget katanya. Oh my God, same bestie. Saya juga kangen banget sama orang tua saya habis setahun gak ketemu karena kuliah di luar negeri. Atlet-atlet Indonesia yang baru bertanding di Olimpiade di Tokyo, Jepang, juga pasti kangen banget sama keluarganya, tapi mereka tetap karantina tuh. Semua atlet bulutangkis yang baru menang Thomas Cup di Denmark juga kangen sama keluarganya, tapi bakal karantina juga sih ketika tiba di Indonesia.

Jadi ini bukan soal kangen-kangenan. Ini soal gimana kita mengambil peran, mengorbankan kenyamanan kita sendiri, supaya tidak membahayakan hidup orang lain.

Karena Rachel Vennya sudah melanggar aturan karantina wajib, maka ia mesti menerima hukuman. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan pada Pasal 93 menyebutkan bahwa ia bisa dipidana penjara paling lama satu tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100 juta. Denda Rp100 juta sih bisa kebayar pakai 4 kali foto endorse ya, sis.

Tapi, Rachel mesti dihukum supaya adil untuk masyarakat yang sudah susah-susah karantina, maupun untuk masyarakat yang selama hampir dua tahun ini menahan diri untuk tidak bepergian dan menjalankan prokes yang ketat. Kalau Rachel tidak dihukum, ini akan jadi preseden buruk bagi kita semua. Bulan depan rencananya saya mesti kembali ke Inggris untuk wisuda, nah kalau Rachel bisa kabur dan gak dihukum, saya juga bakal mikir-mikir dong mau karantina lagi? Bayangkan kalau ada seratus orang yang merasa seperti ini, bisa-bisa kasus COVID-19 di Indonesia kembali mengganas seperti beberapa bulan lalu.

Jadi, saya mohon kepada kepolisian untuk mengusut tuntas kasus ini dan memberikan hukuman yang setimpal. Buat penonton Cokro TV, setuju gak kalo Rachel Vennya dihukum karena kesalahannya?

Oh ya, satu lagi. Tolong nanti Rachel Vennya jangan dijadikan Duta Karantina ya Pak, Bu. Kita yang muda-muda ini agak eneg soalnya dengan duta-dutaan.

 

Komentar