Oleh: Eko Kuntadhi
Alhamndulillah, Pemda DKI kebagian dividen dari PT Delta Djakarta sebesar Rp52 miliar. Pada tahun ini dividen itu diserahkan oleh PT Delta Djakarta kepada Pemda DKI.
Padahal kabarnya di tengah pandemi saat ini, penjualan bir lagi melorot. Orang jarang yang mau minum bir. Karena ngumpul-ngumpul takut tertular pandemi. Dan kita tahu, bir adalah produk utama dari perusahaan PT Delta Djakarta yang sahamnya dimiliki oleh Pemda DKI itu. Tapi, meski begitu, duit dari penjualan bir toh masih bisa dinikmati oleh Anies dan kawan-kawannya.
Kita tentu tidak masalah jika pemerintah memiliki saham di perusahaan yang profit. Ketika uang masyarakat ditempatkan untuk saham-saham yang memang bisa menghasilkan keuntungan. Toh, duitnya nanti juga masuk dalam pencatatan pendapatan di Pemda DKI. Bukan masuk ke dalam kantong pribadi.
Tapi masalahnya, sejak dulu, mulai dari kampanye yang lalu, Anies dan gengnya memang sering sibuk melemparkan isu kepemilikan saham Pemda DKI pada perusahaan minuman keras tersebut. Seolah-olah kalau DKI itu punya keuntungan dari minuman keras, maka seluruh karyawan Pemda DKI itu ikut kecipratan dosa. Seluruh masyarakat Jakarta ikut kecipratan dosa.
Nah isu ini dulu dijadikan untuk menohok Ahok, yang kebetulan duduk sebagai gubernur dan menjadi lawannya Anies pada saat itu. Ahok dianggap sebagai Gubernur yang menyokong minuman keras di Jakarta.
Makanya dalam salah satu janji kampanye Anies-Sandi pada saat itu, mereka berkoar-koar akan menjual seluruh saham milik Pemda DKI di PT Delta Djakarta. Maksudnya apa? Maksudnya katanya, agar tidak ada lagi uang dari penjualan bir dinikmati oleh gubernur dan jajarannya. Dinikmati oleh karyawan Pemda DKI, atau dinikmati oleh masyarakat Jakarta.
Kita ingat dong, waktu itu senator Fahira Idris sebagai pendukung Anies nomor satu, seringkali sesumbar bahwa jagoannya ini nih pasti akan melaksanakan janji kampanyenya, menjual seluruh saham PT Delta Djakarta. Dan melepas, bukan lagi Pemda DKI tidak lagi memiliki saham di perusahaan bir. Tapi ingat, sampai 2021 sepertinya janji Anies hanya tinggal janji. Ia toh, tidak begitu serius juga memenuhinya.
Sebagai catatan ya, Pemda DKI memiliki 23,34% saham di PT Delta Djakarta. Lalu jumlah itu bertambah dengan penggabungan saham milik BPI PM sebesar 2,91%. Artinya saat ini total saham Pemda DKI di perusahaan PT Delta Djakarta sampai 26%, hampir sepertiganya.
Dan untuk mewujudkan janji kampanye seperti yang digembar-gemborkan pada kampanye lalu, seperti yang digembar-gemborkan oleh Fahira Idris, sampai sekarang janji itu gak juga terealisasi. Dan ujungnya, tahun ini, Rp52 miliar dividen dari PT Delta Djakarta masuk ke kantong Pemda DKI.
Kayaknya ya, waktu itu Anies sedang jadi sales yang kerjaannya bawa brosur, ia cuma manis saat memprospek customer. Tapi begitu duit customer sudah masuk, terus pura-pura bego.
Entahlah, apa benar hanya pura-pura doang, kita gak tahu?
Bukan hanya soal saham bir saja yang menjadi janji kampanye Anies yang meleset. Coba ingat-ingat janji kampanye apa saja yang sudah terwujud di Jakarta sekarang?
Rumah DP 0%, misalnya, sekarang justru program itu amburadul. Dulu mereka, Anies dan timnya menargetkan akan membangun 200 ribu unit rumah DP 0% dalam bentuk rumah susun. Eh, sekarang menjelang akhir masa jabatannya, target itu direvisi, hanya mau membangun 10 ribu saja. Dan sialnya, 10 ribu juga belum kesampaian.
Dari 200 ribu, direvisi ke 10 ribu dan belum kesampaian.
Bahkan, untuk proyek rumah DP 0% ini, pengadaan tanahnya bermasalah. Beberapa orang petinggi di BUMD milik Pemda DKI sudah jadi tersangka KPK. Menurut hitungan KPK telah terjadi transaksi sebesar Rp1,8 triliun di sana. Dan transaksinya gak jelas.
Jadi program DP rumah 0%, memang benar-benar nyaris nol hasilnya.
Ada lagi program OK-Oce. Inget dong, dulu Ok-Oce kayak mantera dukun yang di mana-mana selalu disembar-semburkan. Apalagi pada saat kampanye. Di sini OK, di sana Oce gitu lho. Coba lihat sekarang, apa hasilnya? Oce, enggak. Apalagi Ok.
Iya, sih. Yang bawa ide itu adalah Sandiaga Uno, sebagai Wagub pada saat itu. Tetapi tetap saja, itu kan disampaikan oleh pasangan Anies-Sandi kalau mereka terpilih mereka harus melaksanakan janji kampanyenya. Siapapun yang bawa tetap jadi satu. Masa mentang-mentang wakilnya mundur, lalu janji kampanye begitu saja dilupakan, keleleran dan gak jelas.
Inget gak, masih ada gak sih OK-Oce sekarang? Kayaknya udah gak ada deh.
Ada lagi program kepengurusan soal kali-kali di Jakarta. Ahok dulu membereskan kali di Jakarta dengan cara melakukan normalisasi. Normalisasi itu maksudnya kali-kali itu dibeton pinggiran kanan-kirinya, dikeruk kedalamannya, dikasih jalan, jalur inspeksi di kanan-kirinya agar lebih aman.
Anies datang, menolak normalisasi. Dia mengajukan konsep naturalisasi. Ngapain dibeton, itu gak natural. Biarkan saja tetep jadi natural. Tentu saja sambil menyindir-nyindir langkah Ahok ketika dia melakukan normalisasi di Jakarta.
Ahok sudah memberesi sekitar 16 kilometer dari 31 kilometer kali-kali di Jakarta. Tapi seperti biasanya, Anies ya cuma ngomong doang. Bertahun-tahun ditunggu, tidak semeter pun kali di Jakarta yang disentuh dengan program naturalisasi. Ini kan cuma manis di bibir, gak ada. Dan ujung-ujungnya khayalan Anies memang gak bisa diwujudkan di Jakarta. Cuma mengkhayal doang, wujudnya pahit.
Kini di hampir akhir masa jabatannya, sadar bahwa itu cuma mimpi basah, sadar itu cuma khayalan, mereka mau kembali lagi mengurus kali Jakarta dengan cara normalisasi. Cara seperti yang dilakukan Ahok, karena sudah terbukti memang cara itu paling efektif. Ini kan kayak orang menjilat ludahnya sendiri. Tapi memang nasi sudah menjadi bubur, tahun 2022 masa jabatan Gubernur Anies habis.
Lalu janji apalagi yang mau ditawarkan kepada warga DKI nantinya? Kalau dia ikut pemilihan berikutnya?
Dulu sih masih ada janji lain: pemilih Anies dijanjikan masuk surga. Karena kalau memilih pemimpin yang non-muslim itu katanya ancamannya neraka. Nah, janji ini yang susah membuktikannya. Sebab orang yang sudah meninggal, ketika di-WA isinya cuma centang satu, gak ada jawaban. Ini memang susah membuktikannya.