TUJUAN PENDUKUNG KHILAFAH BUKAN DAKWAH TAPI MEREBUT KEKUASAAN I Kata Akhmad Sahal

Kemunculan film “Jejak Khilafah di Nusantara” yang merupakan salah satu bukti mutakhir betapa propaganda khilafah masih jalan terus di negeri ini. Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) memang secara resmi sudah dibubarkan pemerintahan Jokowi, tapi tanpa disertai sanksi dan ancaman hukuman terhadap mereka yang melanggar keputusan tersebut.

Sehingga ketika para mantan aktivis HTI atau simpatisannya  dengan leluasa memanfaatkan kanal-kanal publik  mengkampenyakan khilafah dan  mencap NKRI sebagai thoghut dan kafir, ketika ada sekelompok orang yang memakai bendera dan atribut-atribut pro khilafah, aparat penegak hukum seperti tak berdaya.

Padahal pelarangan terhadap HTI harusnya disertai dengan pelarangan terhadap propaganda khilafah. Kalau tidak,  propaganda semacam ini berjalan terus dan membesar, sampai tercapai tujuan utama mereka, yakni merebut kekuasan  demi tegaknya khilafah.

Lihatlah misalnya Felix Siauw. Di cuitannya baru-baru ini dia menyerang kalangan  penentang khilafah, dengan  secara implisit menganggapnya sebagai fanboy iblis. menyebut kalangan pendukung Pancasila sebagai para fanboy iblis yang merasa paling benar sendiri, sebagaimana iblis dulu menentang Adam sebagai khalifah. Sebelumnya, Felix juga pernah menyerukan muslim Indonesia agar membuang nasionalisme Indonesia, karena menurut Felix, nasionalisma tak dalilnya.

Sebenarnya  dengan ilmu keislaman level elementer saja mudah  meruntuhkan klaim-klaim Felix tersebut. Tapi bukan itu soalnya.

Yang mencemaskan, apa yang dilakukan Felix adalah bagian kecil dari propaganda menegakkan khilafah.  Seperti halnya film Jejak Khialfah. Film tersebut tujuannya mau menegaskan bahwa khilafah Umayyah, Abbasiyah dan Usmaniyah punya jejak di Nusantara, karena itu khilafahajib ditegakkan kembali. Tujuannya lagi-lagi untuk menegaskan bahwa khilafah punya akar historis di Indonesia. Lagi-lagi ini adalah pelintiran sejarah yang mengada-ada. Sebagaimana Felix memelintir kisah Adam untuk mendiskreditkan NKRI.

Kenapa propaganda itu tetap berlangsung, padahal HTI sudah dibubarkan? Kerana pendukung khilafah dengan cerdik mengatasnamakan kampanyenya sebagai dakwah dan pengajian. Kalau pemerintahan Jokowi melarangnya, langsung dicap sebagai anti dakwah dan anti pengajian.

Pendukung khilafah dengan cerdik memanfaatkan fasilitas demokrasi berupa kebebasan berekspresi, dengan dalih mereka hanyalah berwacana tentang khilafah.  Bukankah dalam demokrasi, ide ga boleh dikriminalisasi, termasuk ide-ide yang menentang demokrasi. Kalau gitu boleh dong berwacana tentang khilafah. Banyak orang terkecoh dan tersihir dengan aksi dan pawai kaum khilafah yang dari segi lahiriah tertib, bersih dari sampah, dan santun. Seakan gerakan khilafah adalah gerakan damai.

Tapi di situlah persisnya jebakan dan manuver pendukung  khilafah. Berlindung di balik baju dakwah dan kebebasan berekspresi untuk memuluskan kampanye dan propaganda khilafah.

Padahal kalau kita jeli, propaganda khilafah itu bukanlah dakwah. Bukalah semata-mata diskusi ide. Melainkan penggalangan dan pembentukan kekuatan. Meminjam istilah dari Bng Karno, Machtsvorming dan Machtsaanwending.  Ini bukan lagi hanya ide, tapi politik. Ini yang sejatinya watak dari propaganda pendukung khilafah.

Penggalangan kekuatan untuk apa?  Kita harus mengajukan pertanyaan ini: bagaimana pendukung khilafah hendak menegakkan khilafah di Indonesia?

Jelas mereka tidak  mau ikut pemilu, karena bagi mereka demokrasi adalah sistem yang haram,  karena mendasarkan diri pada kedaulatan rakyat, padahal kedaulatan itu mutlak milik Allah.  Parlemen juga ditolak oleh mereka karena melahirkan hukum-hukum buatan manusia, bukan hukum Allah.

Kalau cara-cara demokratis dan konstitusiona diharamkan, lalu cara apa yang mereka gunakan? Revolusi melalui people power? Gak juga, karena dalam sejarah khilafah ga ada yang Namanya people power. Boro-boro people power.  People ga pernah punya power dalam sistem khilafah.

Lalu dengan cara apa?

Ketahuilah pemirsa. Ada satu doktrin inti Hizbut Tahrir seuruh dunia yang jarang diangkat dalam perbincangan public oleh pendukung khilafah, padahal itu doktrin sentral mereka: Thalabun nasr. Arti harfiahnya, upaya mencari pertolongan.

Itulah doktrin  tentang cara merebut kekuasan yang ada dengan menggantinya menjadi sistem khilafah.Dengan berbagai cara, termasuk melalui kudeta militer.

Orang-orang Hizbut Tahrir bisa saja ngeles dengan bilang bahwa thalabun nushrah itu aktivitas politik, bukan kudeta militer (al-inqilab al-‘askari).

Ngeles semacam ini gampang dibantah. Thalabun nusrah itu ya aktivitas politik dan militer sekaligus, dengan tujuan merebut kekuasan. Aktivitas politik dilakukan oleh penguru partai, para tutor politik, juru propagandanya. Tugasnya menkondisikan agar civil society menerima dan mendukung ide-ide khilafah. Inilah aktivitas yang kelihatan di publik, misalnya melaui partai.

Namun berbarengan dengan itu, ada aktivitas yang dilakukan dalam senyap, melalui sejumlah ahlistartegi dan elit khusus Hizbut tahrir yang bertujuan merekrut dan menjalin aliansi dengan pemegang kekuasaan dan kekuatan (ahlul quwwah), misalnya militer, kepolisian, pemilik modal dll.

Kalau pengkondisian di masyarakat dianggap siap, perwira militer dan kepolisian yang sudah terindoktrinasi dengan ideologi khilafah kemudian bergerak mengambil alih kekuasaan. Manakala yang terpapar khilafah di kalangan militer kuat dan mayoritas, maka peralihan kekuasan bisa berlangsung secara smooth tanpa pertumpahan darah.

Tapi dalam kenyataannya,  jarang pengambilan kekuasan berlangsung secara mulus. Dan kalo itu terjadi, ya pake kudeta. Kudeta adalah salah satu uslub (cara) yang dihalalkan pendukung khilafah.

Jadi, thalabun nushrah adalah kunci bagi tegaknya Khilafah.  Dan kudeta adalah salah satu caranya. Di Timur Tengah sudah puluhan kali sejak tahun 1960-an, Hizbut Tahrir mengeksekusi kudeta, namun gagal. Demikian juga di Asia Tengah dan Pakistan.

Di sinilah menjadi kelihatan kenapa propaganda khilafah bukan semata-mata adu wacana atau adu ide yang harus dilindungi atas nama demokrasi. Karena propaganda tersebut untuk meruntuhkan demokrasi.

Propaganda tersebut dilakukan untuk menyiapkan suasana yang kondusif bagi keberhasilan thalabun nushrah. Caranya bisa melalui pembinaan dan pengkaderan dalam sel-sel halaqah (circle mereka sendiri, atau melalui kampanye publik dalam bentuk seminar, tablig akbar, aksi turun ke jalan, dan sebagainya. Juga dengan cara membuat diskusi-diskusi daring maupun luring. Memviralkan narasi-narasi yang mendukung khilafah dan mendeskriditkan pemerintah.

Semua itu dilakukan pendukung khilafah demi penggalangan kekuatan untuk merebut kekuasan dan menegakkan khilafah.

Sebab, thalabun-nushrah yang berhasil mensyaratkan adanya suasana yang kondusif, yaitu terwujudnya opini umum berlandaskan kesadaran umum yang mendukung Syariah dan Khilafah. Tentu saja syariah dan khilafah versi pendukung khilafah.

Jadi, omong kosong kalau gerakan khilafah adalah gerakan dakwah, karena yang mereka lakukan adalah propaganda untuk merebut kekuasaan.

Omong kosong kalau gerakan khilafah adalah gerakan damai. Karena dalam doktrin mereka, pengambilan kekuasaan justru bukan degan cara-cara demokrasi, misal melalui pemilu. Tapi melalui dokrtin thalabun nasr, yang salah satu caranya adalah kudeta.

 

Komentar