KEBIADABAN DI SOLO HARUS DILAWAN! | Logika Ade Armando

Kaum Islamis Radikal kembali menunjukkan kebiadabannya di Solo, hari Sabtu lalu. Dan ini adalah peringatan yang harus kita sikapi secara sungguh-sungguh.

Selama mereka masih bergerak, jangan pernah bayangkan ada kedamaian dan ketenteraman di Indonesia. Aksi biadab itu dilakukan oleh massa yang disebut sebagai Kelompok Laskar.

Yang diserang adalah sebuah keluarga keturunan Arab, keluarga almarhum Habib Segaf Al-Jufri, yang sedang menyelenggarakan acara midodareni, atau acara doa sebelum pernikahan.

Ironis, yang diserang kali ini adalah keluarga Habib, sesama muslim. Hanya saja keluarga ini dianggap sebagai kaum yang layak dimusnahkan karena mereka dituduh adalah pemeluk Syiah.

Bagi kaum Islamis Radikal, Syiah adalah sama saja dengan kafir.

Dikabarkan, kelompok Laskar berjubah putih itu datang sejak sore, dan memaksa keluarga untuk membubarkan acara tersebut.

Bukan cuma itu, tiga anggota keluarga yang sedang lewat dengan naik motor dihentikan gerombolan pengecut dan biadab ini, untuk kemudian dikeroyok dan dipukuli. Kepala korban dipukul dengan batu dan perut mereka diinjak-injak.

Kelompok Laskar ini juga merusak tiga mobil undangan. Kabarnya mereka bahkan memukul Kapolresta Surakarta yang berusaha menghentikan kekerasan.

Ada beberapa penjelasan tentang alasan penyerangan. Ada versi yang bilang, kaum biadab ini menganggap acara midodareni tidak sesuai dengan Islam.

Versi lain bilang, mereka menuduh keluarga Segaf Al-Jufri mengadakan acara perayaan keagamaan Syiah, Idul Gadhir.

Apapun alasannya, yang jelas itu sudah cukup untuk membuat mereka merasa boleh melakukan aksi brutal.

Mereka bertakbir, meneriakkan nama Allah sembari mengancam membunuh peserta acara. Mereka mengatakan Syiah musuh Islam, dan darah orang Syiah halal.

Pihak kepolisian yang datang semula meminta keluarga untuk menghentikan kegiatan, namun ditolak. Karena itulah Laskar semakin kalap dan beringas.

Apa yang terjadi di Solo ini kembali menunjukkan tingkat kebiadaban yang bisa dilakukan oleh kaum Radikal Islamis.

Bagi mereka, kekerasan adalah hal lumrah. Bagi mereka menyiksa dan bahkan membunuh orang yang berbeda keyakinan tidak dilihat sebagai kejahatan. Mereka dibesarkan dengan bahasa kebencian.

Kali ini yang diserang adalah sesama muslim, yang karena Syiah maka dianggap ‘halal darahnya’.

Kalau saja aparat kepolisian tidak hadir melindungi keluarga korban, mungkin sebagian benar-benar sudah dihabisi nyawanya.

Kita sudah melihat perilaku biadab itu bisa dilakukan kaum Radikal Islamis itu, baik di dunia internasional maupun di dalam negeri.

Tindakan Laskar ini bukan kekecualian. Ini sudah berulangkali terjadi.

Karena itu kita tentu layak berharap Menteri Agama atau Majelis Ulama Indonesia tidak lagi bungkam menyikapi kasus-kasus seperti ini. Para pengecut biadab ini membawa nama Islam. Mereka menista Islam.

Kita tidak ingin Menteri Agama dan MUI kecut tak berdaya menyikapi ini semua.

Seperti saya sudah sampaikan di video sebelumnya, lembaga seperti MUI seolah cuma nampak sibuk kalau ada sesuatu yang terkait dengan cuan, dengan rupiah.

Kalau yang menyangkut aksi kekerasan atas nama Islam, para ulama di lembaga yang gendut itu cuma bisa diam seribu bahasa.

Paling-paling mereka mengeluarkan pernyataan normatif yang abstrak dan tidak berarti apa-apa.

Dalam aksi biadab preman berkedok Islam kali ini, kita tunggu saja pernyataan mereka. Saya duga sih, mereka akan cuek.

Atau kalaupun bersikap, paling cuma sekadar bilang umat Islam harus menahan diri karena Islam adalah agama damai, dan tidak mengajarkan kekerasan.

Pernyataan semacam itu menunjukkan ketidakberanian untuk bersikap. Mungkin mereka takut. Atau mungkin karena di dalam MUI sendiri memang ada orang-orang yang sebenarnya setuju dengan kebringasan semacam itu.

Mereka mungkin menganggap, menyerang Syiah, atau Ahmadiyah, atau Kristen adalah hal-hal yang yang bisa dipahami.

Begitu juga Menteri Agama. Saya duga dia akan bermain ‘safe’. Tidak bicara apa-apa. Mungkin, seperti MUI, dia juga akan takut salah bicara. Padahal yang terjadi ini adalah ancaman ril bagi bangsa ini. Apalagi ini Solo.

Walau Pak Jokowi berasal dari kota ini, Solo itu juga dikenal sebagai salah satu pusat gerakan Islam radikal di Indonesia.

Salah satu tokoh dari Solo yang terkenal adalah Abu Bakar Ba’asyir yang kini masih mendekam di penjara karena keterlibatannya dalam aksi teror bom.

Ia memimpin pesantren Al Ngruki di Solo dan mendirikan kelompok Jemaah Islamiyah serta Majelis Mujahiddin Indonesia.

Sebagian pelaku teror Bom bali tahun 2012 juga berasal dari pesantren ini. Baasyir sendiri dikenal sebagai pendukung Osama bin Laden dan juga ISIS. Ada pula wong Solo bernama Bahrun Naim yang disebut-sebut sebagai kordinator ISIS untuk kawasan Asia tenggara.

Kelompok Naim dianggap sebagai gerakan paling terorganisir untuk melakukan aksi teror.

Pada Juli 2014, terbentuk pula Forum Pendukung ISIS di Solo, yang didirikan seorang dosen Universitas Islam, Amir Mahmud.

Tujuannya mengakomodasi pengembangan gerakan jihad di Indonesia. Sekitar dua ribu orang hadir di pertemuan pertama forum tersebut di sebuah masjid di Solo.

Ada pula organisasi pemuda yang sering beroperasi di Solo dan bertindak seperti polisi Syariah, dengan nama Tim Hisbah atau LUIS, yang melakukan razia terhadap kafe-kafe dan tempat hiburan malam.

Juni lalu juga seorang anggota Polres Karanganyar, Solo dibacok berkali-kali oleh pria yang diketahui merupakan mantan narapidana kasus terorisme.

Pelaku ditembak dan akhirnya tewas saat perjalanan ke rumah sakit. Di Solo, juga ada Dewan Syariah Kota Surakarta (DSKS).

DSKS mulai dikenal ketika ketuanya, Ustad Mu’inudillah menyatakan bahwa Pemilu 2019 adalah perang ideologi antara Pancasila dan Khilafah.

Dalam Pemilu 2019 itu, ia secara terang-terangan membela pasangan Prabowo-Sandiaga Uno. Mu’inudillah sendiri punya dua saudara yang terlibat dalam kasus terorisme, dan salah seorang di antaranya dikenal sebagai algojo ISIS yang tewas di Suriah.

Nama DSKS kembali mencuat ketika para laskarnya bentrok dengan pemuda Nahdlatul Ulama (NU) Desember 2019 lalu.

Dan baru beberapa hari yang lalu, DSKS menjadi ramai diberitakan karena mempersoalkan loga HUT RI ke 75 yang dikeluarkan Pemerintah Pusat.

Kata DSKS, logo tersebut mirip dengan salib, dan salib itu mengarah ke Kristen. Tentu saja itu mengada-ada. Tapi bagi DSKS, itu tentu saja juga tidak penting.

Bagi mereka yang penting adalah membangun narasi bahwa Indonesia dikuasai kaum kafir, dan itu harus dilawan.

Jadi, serangan terhadap keluarga Habib Segaf Al-Jufri ini jangan dilihat sebagai hal sepele yang berdiri sendiri.

Ini adalah bagian dari sebuah gerakan terorganisir untuk menghabisi siapapun yang dianggap berbeda dengan gerakan Islamis Radikal ini.

Ancaman itu bisa terentang dari soal salib di logo ulangtahun, soal midodareni, dan tentu saja soal kehadiran kaum kafir di Indonesia.

Solo memberikan contoh bahwa ketika gagasan-gagasan sempit semacam itu ditoleransi, dia bisa menjadi sebuah raksasa yang menghabisi lawan-lawannya. Karena itu pihak kepolisian harus bertindak tegas.

Menteri Agama harus mengeluarkan pernyataan keras yang menghujam. Dan yang sama pentingnya, MUI juga harus bersikap tegas.

Kalau MUI tinggal diam, orang akan menganggap MUI memang memaklumi atau membenarkan perilaku biadab itu.

Dan tentu saja, kita semua juga tidak boleh tinggal diam. Kita harus terus melawan dengan menyebarkan akal sehat.

Cara beragama sempit dan biadab yang mereka sebarkan harus dilawan dengan cara beragama yang melandaskan diri pada akal sehat.

Ayo terus gunakan akal sehat. Dengan akal sehat, negara ini akan selamat.

Komentar