ALI BAHARSYAH TAK BERAKHLAK PANTAS DITANGKAP!

Beberapa waktu lalu media sosial kita diramaikan soal penangkapan terhadap Ali Baharsyah atau Alimudin Baharsyah, seorang aktivis HTI, anak muda pemuja dan pendukung khilafah dari organisasi yang telah resmi dibubarkan Pemerintah.

Nampaknya apapun akan dia lakukan agar keinginannya terwujud, termasuk menyebarkan kebencian, kebohongan, utamanya adalah hinaan terhadap Kepala Negara. Akhlak dan adab beda pendapat menjadi hal yang penting. Kita semua dapat melihat di media sosialnya, bagaimana narasi kebencian dan provokasi itu terus-menerus dilakukan, terlebih terhadap Jokowi dan pendukungnya.

Video yang berdurasi 43 detik dan beredar viral 1 April 2020 lalu tentang dirinya saat itu, dengan “Tagar Go Block Dah” nyata telah menimbulkan kegaduhan dan keonaran di tengah masyarakat. Kegaduhan yang disebabkan karena hinaan dan caci-maki terhadap Kepala Negara dan keonaran yang disebabkan karena menyebarkan berita bohong, soal tuduhan pemberlakuan kebijakan darurat sipil. Padahal sebagaimana kita ketahui, Pemerintah dengan tegas mengambil opsi PSBB atau Pembatasan Sosial Berskala Besar.

Dasar hukum PSBB dijelaskan, dan sudah diatur dalam UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, diteken sendiri oleh Presiden Jokowi. Sedangkan Darurat sipil itu lewat Perppu Nomor 23 Tahun 1959 tentang Keadaan Bahaya yang diteken pada saat itu oleh Presiden Sukarno. Jelas ini berbeda.

Dalam peraturan masing-masing juga ditegaskan, PSBB selain keadaan darurat militer dan keadaan perang terjadi manakala alat-alat perlengkapan negara dikhawatirkan tidak dapat mengatasi kondisi keamanan atau ketertiban hukum di seluruh wilayah atau di sebagian wilayah negara. Kondisi itu terjadi apabila negara terancam pemberontakan, kerusuhan, bencana alam, perang, perkosaan wilayah, atau negara dalam keadaan bahaya dan banyak lagi perbedaan-perbedaan lainnya.

Penyampaian informasi yang tidak benar ini secara hukum dikualifikasikan sebagai bentuk menyebarkan berita bohong yang merupakan perbuatan hasutan dan dapat menimbulkan keresahan di tengah masyarakat, terlebih dalam situasi pandemic Covid-19 saat ini.

Sehingga perbuatan yang dilakukan oleh Ali Baharsyah itu ada hukumnya, dengan tegas dilarang dalam Pasal 207 KUHP, “Barang siapa dengan sengaja di muka umum dengan lisan atau tulisan menghina suatu penguasa atau badan umum yang ada di Indonesia diancam dengan pidana penjara paling lama 1 tahun 6 bulan penjara” dan Pasal 14 ayat 1 UU No.1 Tahun 1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana, “Barangsiapa dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, yang dapat sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya adalah 10 tahun”.

Kemudian ada Pasal 207 KUHP bisa jadi dianggap kontroversial, namun demikian biar pengadilan nanti yang membuktikan, meski ada kalangan memperdebatkan soal delik aduan atau bukan, tetapi setidaknya Pasal 14 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1946 dipastikan adalah bukan delik aduan, artinya dilaporkan atau tidak, polisi bisa menangkap pelakunya, karena telah menyebarkan fake news atau berita palsu soal tuduhan Indonesia berlaku Darurat Sipil.

Namun atas desakan banyak pihak atau netizen di media sosial, saya waktu mengambil inisiatif untuk resmi melaporkan Ali Baharsyah ke Bareskrim Polri pada 1 April 2020 lalu.

Ali Baharsyah ditangkap terinformasi bersama dengan tiga rekannya, kemudian berdasarkan hasil pemeriksaan dan keterangan dari Kombes Pol. Himawan Bayu Aji Kasubdit II Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, saat itu di media Ali Baharsyah juga dijerat dengan Pasal 28 ayat 2 ITE tentang Hatespeech dan UU No. 40 Tahun 2008 tentang pasal-pasal penghapusan diskriminasi ras dan etnis.

Kemudian yang paling mengagetkan jeratan soal Undang-Undang Pornografi, di mana hasil penelusuran polisi didapati bahwa Ali menyimpan koleksi video porno itu.

Polisi juga menerangkan bahwa pihaknya telah mengawasi Ali Baharsyah sejak tahun 2018 karena aktivitasnya di media sosial yang kerap menyebarkan video berkaitan ujaran kebencian dan hoaks. Sebelumnya, pada 2019 Ali juga ternyata pernah diadukan ke Polda Jawa Barat oleh seseorang atas penghinaan terhadap Ketua PBNU KH. Said Agil Siraj.

Pertanyaannya sekarang adalah apakah yang dilakukan polisi terhadap Ali Baharsyah itu adalah merupakan kriminalisasi? Apakah yang disampaikan dalam video itu adalah kritik dan kebebasan berpendapat?

Jadi bukan kriminalisasi, karena ada perbuatannya dan hukum yang kemudian melarang, kalo tidak ada seolah-olah diada-adakan, apalagi semua pihak pada akhirnya diberikan kesempatan di pengadilan untuk menggunakan haknya, termasuk hak penuntutan dan membela diri secara terbuka untuk umum di altar persidangan.

Bahwa menyebarkan berita bohong dan menghina di ruang publik juga bukan kritik atau kebebasan berpendapat, justru perbuatan Ali Baharsyah menciderai kebebasan berpendapat itu sendiri. Kadang soal hukum jangan juga dengerin komentar dari politisi, ada kepentingan kelompok, di mana fitnah sekarang bisa jadi kritik, caci-maki kemudian disulap menjadi kebebasan berpendapat, bahkan bencana alam saja bisa menjadi azab, dan sebagainya.

Katanya Gozali, orang yang paling bahaya itu adalah orang bodoh yang sok tahu. Dia tidak tahu kalau dia tidak tahu, sehingga dia merasa tahu padahal sebenarnya dia tidak tahu. Karena dia berfatwa dalam ketidaktahuannya, memfonis, menilai, dan menjatuhkan orang lain dalam ketidaktahuannya. Dan hari ini banyak yang seperti itu, termasuk yang dilakukan oleh Ali Baharsyah.

Seperti saya pernah bilang, apa bisa anda menjayakan dan memenangkan Islam dengan perilaku yang tidak islami? Atau meneguhkan keyakinanmu dengan cara mencaci dan merendahkan orang lain?

Jangan percaya sama orang yang bicara syari’i-syar’i tapi akhlaknya rendah, karena untuk menjalankan syareat orang itu sebenarnya butuh akhlak. Barangsiapa yang tidak punya akhlak berarti dia tidak bersyariat, tidak beriman, tidak bertauhid. Kalo ada orang ngaku-ngaku syar’i, tapi akhlaknya rendah maka dia adalah seorang menipu.

Tidak mungkin syariat itu dijalankan dengan akhlak yang jelek, kalo dipaksa begitu syariatnya pasti batal, gak ada nilainya. Kalo dia sholat hanya dapat capek, pas puasa cuma dapat lapar dan haus. Silakan kalo mau amar ma’ruf nahi mungkar, tapi kalo jalannya tanpa akhlak, ya bertentangan dengan syariat. Dan kalo bertentangan dengan syariat berarti kehilangan keimanan, berarti kehilangan juga tauhidnya. Level apapun ekspresi pendidikan didasarkan pada akhlak, termasuk dalam syareat dan mencari ilmu. Tetaplah menjadi manusia di mana profesi dan perilaku hidupmu akhlaklah yang utama.

Salam Jejak Digital, kita lawan berita bohong, kebencian yang merusak kedamaian kita, dan jangan pernah lelah merawat Indonesia.

 

 

 

Komentar