Innalilahi wa inna ilaihi roji’un…
Saya Muannas Alaidid mengucapkan turut berduka cita mendalam atas berpulangnya ibunda Pak Jokowi, Pada Hari Rabu Tanggal 25 Maret 2020 lalu. Almarhumah Ibu Hj. Sujiatmi Notomihardjo adalah seorang ibu yang hebat, karena melahirkan anak yang hebat. Seorang ibulah yang menjadikan anak-anaknya memiliki karakter kuat dan berkepribadian teguh.
Kedekatan dengan sang ibu, yang bagi Presiden Jokowi adalah segalanya, tentu ini menjadi pukulan yang berat. Tahun ini adalah tahun duka cita baginya.
Tapi saya percaya Pak Jokowi adalah pribadi yang tangguh. Saya tetap yakin, dengan dukungan solidaritas masyarakat selama ini, apapun problem bangsa akan dapat kita lalui bersama.
Seperti yang pernah beliau katakan, “Kita ini adalah bangsa besar, kita ini adalah bangsa petarung!”
Hanya sayangnya, dalam situasi seperti ini masyarakat kita masih ada yang kehilangan empati. Mereka terus mencela di tengah kabar duka. Lihatlah beberapa tanggapan negatif muncul, ketika ibunda pemimpin tertinggi negara meninggal. Orang-orang itu seperti kehilangan rasa kemanusiaannya.
Sebut saja misalnya ada akun Twitter atas nama @RullyMania saat itu menyebut, “Ibu yg mana? Ibu beneran apa yg KW?”
Atau misalnya akun FB Jensen Satria yang sampai hati menulis, “Selamat ya atas matinya mak jokowi kami rakyat terutama umat islam, sangat bahagia dan bersuka ria, semoga anak dan jokowi cepet nyusul keneraka ya, amin. Yg gak suka ria itu hanya cina komunis dan kafir PKI.”
Begitu juga dengan tangkapan gambar di sebuah grup WA, yang diduga nomor milik Ibu Betty, dia menulis, “Perempuan ini akhirnya mati juga”.
Bagi saya, kalau ada orang mengaku beragama, ngaku Islam, tapi dia menyebarkan fitnah dan kebencian, berarti mereka syahadatnya bohongan. Mereka tidak masuk dalam Islam dengan sebenar-benarnya.
Penghinaan, celaan terhadap keluarga Pak Jokowi juga bukan hal baru sebetulnya, dalam catatan Cyber Indonesia ada sekitar 50-an kasus di berbagai tempat. Para pelakunya sebagian besar ketika ditangkap beralasan macam-macam. Ada yang mengaku diretas, ada yang hanya bisa menangis dan kemudian berharap agar kasusnya dimaafkan oleh pihak kepolisian dan tidak diteruskan.
Mungkin Pak Jokowi dan keluarganya legowo terhadap penghinaan-penghinaan yang terjadi. Beliau tidak masalah dicaci dan difitnah. Tapi saya sebagai warga negara yang taat hukum, dan mungkin sebagian besar di luar sana, tidak mungkin bisa menerimanya. Apalagi ini menyangkut tentang sosok seseorang ibu yang melahirkan, merawat dan membesarkan.
Saya tersinggung dan merasa terhina, karena pemimpin yang baik itu difitnah yang bukan-bukan. Perbuatan itu sudah bukan kritik, atau atas nama kebebasan berekspresi lagi. Itu adalah fitnah dan ujaran kebencian namanya.
Untuk itu saya berharap agar pelakunya segera ditangkap. Ada Pasal 14 dan 15 UU No. 1 Tahun 1946 Tentang Larangan Berita Bohong, ini bukan delik aduan. Polisi bisa saja langsung menangkap, tanpa perlu saya melaporkan misalnya.
Atau ada UU No. 40 Tahun 2008 Tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis dengan menuduh PKI terhadap seseorang tanpa bukti, atau Pasal 207 Tentang Penghinaan Terhadap Kepala Negara, dan Pasal 27 ayat 3 UU ITE soal fitnah dan pencemaran nama baik.
Namun meskipun itu bukan delik aduan, saya telah mengambil inisiatif beberapa hari lalu untuk membuat laporan kepada pihak kepolisian. Untuk itu baru saja saya membuat laporan pengaduan pada polisi dengan nomor: LP/2023/III/YAN.2.5/2020/SPKT PMJ, Tanggal: 27 Maret 2020.
Jadi mulai sekarang, ayok kita lihat diri kita masing-masing. Ada tidak sesuatu atau seseorang yang kita pelihara dalam pikiran kita, dalam batin kita, untuk kita kutuk terus-menerus dalam hidupnya. Atau kita harapkan kehancurannya. Itulah yang dinamakan dengan KEBENCIAN.
Jangan salah, memelihara sesuatu itu ada ongkosnya. Kalau anda memelihara rasa marah, rasa dendam, rasa benci dan memelihara ketidaksukaan, itu tidak hanya berurusan dengan hukum saja, tapi akan berimbas pada jiwamu sendiri, mentalmu sendiri. Jadi saya ingatkan untuk hati-hati.
Jangan jatuh ke dalam jurang kehancuran, dengan memelihara penyakit dalam dirimu. Penyakit yang sekarang diderita oleh para pembenci Pak Jokowi. Karena penyakit ini tidak ada obatnya.
Salam Jejak Digital, kita lawan berita bohong dan kebencian yang merusak kedamaian kita.
Saring sebelum sharing dan jangan pernah lelah merawat Indonesia. Ingat, dipenjara itu tidak enak!