Baru-baru ini, Presiden Jokowi kembali mengingatkan bahwa ekonomi Indonesia itu besar, terbesar ke-16 di dunia kalau memakai ukuran “kue”. Nah kue itu, di dalam ekonomi disebut produk domestik bruto. Artinya nilai barang dan jasa yang dihasilkan oleh perekonomian selama satu tahun tertentu.
Bahkan, masih menurut Pak Jokowi, dan benar adanya, ekonomi Indonesia di peringkat ke-7 kalau menggunakan ukuran PDB berdasarkan paritas daya beli atau purchasing power parity (PPP). Lihat Jokowi: GDP Kita Peringkat 16 Dunia Masih Mengeluh, Jangan Kufur Nikmat!
Kue ekonomi Indonesia sudah melampaui Belanda yang pernah menjajah kita, juga Saudi Arabia, dan Turki. Di ASEAN, tak ada satu pun yang menandingi Indonesia, mendekati sekalipun tak ada.
Tahun 2018 PDB Indonesia menembus satu triliun dollar AS. Klub negara dengan PDB di atas satu triliun dollar AS tak sampai sebanyak jari tangan ditambah jari kaki. Cuma 16 negara.
Benar apa yang dikatakan Presiden bahwa peringkat ekonomi Indonesia lebih “keren” lagi, yaitu di urutan ke-7 jika menggunakan ukuran kue atau PDB berdasarkan paritas daya beli atau purchasing power parity (PPP).
Misalnya, satu botol air kemasan di Singapura harganya 2 Dollar Singapura, tapi kalau 2 Dollar Singapura kita beli air kemasan di sini, setidaknya kita bisa beli lima botol.
Oleh karena itulah, kita menyesuaikan kue kita itu berdasarkan daya beli. Oleh karena itulah kita menggunakan PDB atau Produk Domestik Bruto berdasarkan paritas daya beli yang mana Indonesia berada di posisi ke-7, seperti dikatakan oleh Pak Jokowi.
Di atas Indonesia hanya ada negara yang perekonomiannya memang berukuran jumbo, yaitu China, Amerika Serikat, India, Jepang, Jerman, dan Rusia. PDB PPP Indonesia telah melampaui Brazil, Inggris, Perancis, dan Italia.
Posisi Indonesia berpeluang besar naik sampai setidaknya tahun 2050. Menurut proyeksi PriceWaterhouse Coopers (PwC), peringkat PDP PPP Indonesia akan naik ke urutan kelima dari ketujuh menjadi kelima pada 2030 dan naik lagi, satu posisi ke urutan keempat tahun 2050.
Bayangkan. Empat besar perekonomian dunia pada tahun 2050.
Tiga penyebab utama mengapa Indonesia bakal naik kelas dan menjadi kekuatan ekonomi yang semakin diperhitungkan di dunia.
Pertama, jumlah penduduk Indonesia akan terus meningkat hingga 2050. Sekarang sampai tahun 2030, penduduk Indonesia terbesar keempat di dunia. Pada tahun 2050 penduduk Indonesia diperkirakan menembus 300 juta jiwa atau persisnya 311 juta jiwa dan berada di peringkat kelima, turun satu peringkat karena disusul oleh Pakistan.
Kue ekonomi Indonesia akan melampaui Jepang dan Rusia karena jumlah penduduk di kedua negara itu akan mengalami penurunan atau pertumbuhan penduduk yang negatif.
Kedua, pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan akan jauh lebih tinggi ketimbang negara-negara maju yang kue ekonominya sekarang masih lebih besar dari kita. Katakanlah Indonesia bisa menjaga pertumbuhan sekitar 5 persenan saja seperti sekarang, sedangkan negara-negara maju hanya di bawah 2 persen, sudah barang tentu Indonesia bakal menyusul mereka.
Ketiga, Indonesia masih dalam tahap berkembang atau developing dan memiliki porsi penduduk berusia produktif relatif banyak, sedangkan negara-negara maju perekonomiannya sudah matang sehingga tak bisa digenjot tumbuh di atas 2 atau 3 persen. Ditambah lagi penduduk di negara maju semakin menua (ageing), sehingga relatif sangat sedikit yang bisa bekerja dengan produktivitas tinggi.
Namun, harus kita ingat bahwa PDB atau kue nasional itu merupakan ukuran agregat, ukuran yang menunjukkan perekonomian secara keseluruhan, jadi tidak mencerminkan tingkat kesejahteraan rerata penduduknya.
Karena di dalam kue PDB itu ada yang dihasilkan oleh warga asing, yang sebagian atau seluruhnya akan mereka bawa pulang, perusahaan-perusahaan asing yang ada di Indonesia memeroleh laba, labanya dibawa pulang, sehingga tidak dinikmati oleh warga Indonesia.
Maka kita perlu ukuran lain untuk menggambarkan tingkat kesejahteraan penduduk suatu negara. Salah satu ukuran itu ialah pendapatan nasional atau pendapatan nasional bruto (gross national income) dibagi dengan jumlah penduduk.
Ternyata kita belum boleh berpuas diri atau membanggakan diri. Pendapatan nasional bruto perorang atau perkapita Indonesia masih tercecer di urutan ke-120, kontras dengan urutan ke-7, kalau tidak pakai perkapita atau kalau tidak dibagi jumlah penduduk.
Nilainya baru mencapai sebesar US$3,840 pada tahun 2018, 2019 tentunya sudah melampaui US$4,000. Posisi Indonesia sedikit lebih baik jika ukurannya adalah pendapatan nasional bruto berdasarkan PPP, yaitu US$12,670 dan berada di posisi ke-103. Tadi kalau tidak pakai PPP, 120.
Kita harus bekerja lebih keras lagi dan lebih cerdas agar kue ekonomi yang kian membesar menuju lima besar dunia juga diiringi oleh peningkatan kesejahteraan rakyat secara nyata dan lebih merata. Bukan seperti sekarang yang mana satu persen orang terkaya Indonesia menguasai 44,6 persen kekayaan nasional atau 10 persen orang terkaya Indonesia menguasai 74,1 persen kekayaan nasional.
Lebih parah lagi, dua pertiga dari kekayaan orang terkaya itu diperoleh dari bisnis kroni. Sangat tidak elok tentunya.
Wujud syukur adalah dengan bekerja lebih keras dan dengan hati.