Salam jumpa lagi, sahabat Cokro TV.
5 Februari lalu, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan data produk domestik bruto (PDB) terbaru. Pertumbuhan ekonomi Indonesia 2019 ternyata hanya 5,02 persen, lebih rendah dari target APBN 5,3 persen dan sedikit lebih rendah dari tahun lalu 5,17 persen.
Sejauh ini jarang yang mengungkapkan pertumbuhan dalam perspektif daerah, tadi hanya nasional saja, dan ketimpangan antardaerah juga tidak dikemukakan, setidaknya jarang.
Berikut kita akan ulas dimensi kedaerahan dari pertumbuhan ekonomi itu.
Komitmen Presiden Jokowi sangat kuat untuk memajukan daerah. Tak terbilang Presiden mengunjungi daerah hingga ke lokasi terpencil dan terdepan serta daerah perbatasan yang sebelumnya terabaikan.
Perhatian khususnya kepada Papua juga sangat luar biasa. Tak ada presiden sebelumnya yang mengunjungi Papua sesering Pak Jokowi. Tak hanya berkunjung. Pemerintahan Joko Widodo sangat gencar membangun infrastruktur di seantero Negeri.
Lima tahun berlalu. Hasilnya bicara lain ternyata. Tekad untuk mewujudkan pembangunan yang lebih merata antardaerah sebagaimana termaktub dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional atau kerap disebut RPJMN 2015-2019 jauh dari terwujud. Peran Jawa dalam pembentukan kue nasional atau PDB yang ditargetkan turun dari 58,0 persen tahun 2013 menjadi hanya 55,1 persen tahun 2019, justru naik menjadi 59,0 persen pada tahun 2019 itu.
Jadi peranan Jawa justru semakin dominan dan Luar Jawa semakin turun.
Sasaran untuk menaikkan porsi Sumatera dari 23,8 persen (2013) menjadi 24,6 persen (2019) kandas, bahkan sebaliknya turun menjadi 21,3 persen. Nasib serupa menimpa Kalimantan.
Kinerja Bali & Nusa Tenggara jauh melampaui target. Namun ada persoalan dalam pengelompokan ini. Bali amat jauh lebih maju dan kontras dengan Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.
Karakteristik maupun jaraknya lebih dekat dengan Jawa untuk Bali ini. Rerata pertumbuhan Bali selama 2011-2019 maupun di era pemerintahan Jokowi-JK (2015-2019) lebih tinggi dari pertumbuhan nasional maupun pertumbuhan Jawa, sedangkan pertumbuhan Nusa Tenggara, baik Nusa Tenggara Timur maupun Nusa Tenggara Barat, sebaliknya. Bahkan pertumbuhan Nusa Tenggara Barat sangat eratik, gonjang-ganjing, pernah mencapai 22 persen tetapi tiga kali mengalami kontraksi alias pertumbuhan minus.
Nah, sekarang bagaimana dengan daerah paling Timur, yakni Maluku & Papua? Sasaran untuk menaikkan porsi kawasan ini jauh api dari panggang. Alih-alih target porsi 2,9 persen tahun 2019 dari 2,2 persen tahun 2013 (berdasarkan dokumen RPJM 2015-2019), malahan bergeming di angka 2,2 persen. Bahkan, berdasarkan data BPS yang tahun 2013 sebesar 2,34 persen, kue Maluku & Papua susut pada tahun 2019.
Kemerosotan porsi Maluku & Papua pada 2019 disebabkan oleh perekonomian Papua yang mengalami kontraksi alias pertumbuhan negatif dua digit, tidak tanggung-tanggung, persisnya minus15,72 persen gara-gara produksi PT Freeport anjlok ke titik terendah akibat pemerintah mengambil alih kepemilikan saham sehingga menjadi penguasa saham mayoritas.
Tak ada kompensasi atau antisipasi sama sekali untuk meredam dampak dari tindakan “heroik” pemerintah yang hanya fokus pada aksi korporasi lewat holding induk BUMN tambang PT Inalum.
Untuk pengambilalihan dan tetek-bengeknya, PT Inalum berutang senilai 4 miliar dollar AS atau setara dengan Rp58 triliun jika kursnya Rp14.500 per dollar AS. Seandainya uang sebanyak itu dibagikan kepada seluruh penduduk Provinsi Papua yang sebanyak 3.322.526 jiwa tahun 2018, maka setiap orang memperoleh Rp17,5 juta. Jika dana sebesar itu digunakan untuk mengembangkan proyek-proyek baru di berbagai bidang, ceritanya bakal lain sama sekali.
Satu-satunya pulau yang menunjukkan kinerja luar biasa adalah Sulawesi. Selama pemerintahan Jokowi, pertumbuhan ekonomi Sulawesi konsisten selalu di atas pertumbuhan nasional dan Jawa sekalipun. Karenanya, porsi Sulawesi dalam kue nasional naik pesat dan sekaligus melampaui sasaran yang tertuang dalam RPJM.
Dari gambaran pertumbuhan menurut kawasan atau pulau itu bisa disimpulkan bahwa pengelompokan Kawasan Timur Indonesia (KTI) versus Kawasan Barat Indonesia (KBI) tidaklah relevan. Yang terjadi bukan ketimpangan antara KBI dengan KTI. Pembangunan di Sumatera dan atau Kalimantan yang berada di KBI lebih lambat ketimbang di Jawa sehingga porsinya turun dalam kue nasional. Sebaliknya, Sulawesi yang berada di KTI justru memiliki kinerja cemerlang sehingga porsinya meningkat signifikan.
Oleh karena itu, yang harus menjadi perhatian kita adalah ketimpangan yang semakin menganga antara Jawa dan Luar Jawa.
Terima kasih, sampai jumpa.